"Oh, Anda bisa baca di berkas yang mereka kirimkan di email Anda beberapa menit lalu."
Aku mengangguk-angguk mengerti. Tanganku segera bergerak di tetikus dan papan ketik. Email dari FiTech Company. Aku membacanya sekilas. Tidak ada yang aneh. Ketika mataku menuju bagian akhir dari surat elektronik itu, spontan aku tersenyum.
Fitur terbaru: penyempurnaan gerakan, meliputi: berdansa, memeluk hingga melenguh ketika disentuh di titik-titik sensitif. Durasi pemakaian: 30 hari dengan minimal pengisian baterai delapan belas jam.
"Menarik. Aku suka fitur terbarunya. Tolong kirimkan aku laporannya segera setelah fitur terbarunya dipasang, Yanah. Aku akan rapat dengan para pengembang." Aku berdiri dari kursi, mengayun langkah menuju ruangan rapat.
Beberapa lelaki muda duduk di kursi mengelilingi meja berbentuk U di tengah ruangan. Proyektor menampilkan model tiga dimensi proyek Michelle yang lain. Aku memberi nama proyek kali ini dengan nama seseorang yang pernah menjadi bagian dari petualangan masa kuliah di negeri Paman Sam: Amber.
Lelaki muda bernama Christian menerangkan bagaimana dia merancang Amber dengan teknologi terbaru yang mereka kembangkan.
"Kami berencana membuat modelnya Desember tahun depan, Pak," katanya menutup presentasi.
Aku mengernyit, mulai berpikir untuk mencari rekan yang bisa menyuplai dana tambahan untuk menciptakan Amber.
"Tim kami akan mencari sponsor juga, Pak. Netizen Indonesia adalah kolam ikan raksasa," usul Christian.
"Oke. Aku serahkan kepada kalian. Laporkan setiap perkembangan langsung padaku." Aku berdiri dari kursi, melirik jam analog di pergelangan tangan kiri, aku buru-buru melangkah meninggalkan ruangan itu.
Aku refleks menjulurkan ujung sepatu untuk menahan pintu lift. Janji dengan Alex hanya tersisa lima belas menit. Di dalam lift seorang perempuan yang masih kukenali wajahnya tersenyum. Dengan rambut ikal tergerai dan lipstik berwarna merah yang tak kuhafal jenisnya.