Episode 4: Langkah Penting
Bulan Ramadan memasuki hari ketiga. Aku melangkah ke luar rumah setelah melaksanakan salat subuh. Pagi buta adalah waktu saat semua orang sibuk memulai aktivitasnya. Lampu-lampu panel surya masih menerangi setiap sudut jalan yang kulalui.
Lelaki berompi orange tersenyum padaku sembari mendorong gerobak penuh sampah. Tak butuh waktu lama aku mendapatkan angkutan umum yang akan mengantarkan menuju tempat bekerja.
Angkutan umum berebut jalan dengan pesepeda motor dan kendaraan roda empat lainnya. Jika tak terbiasa mengemudi di kota termacet keempat di dunia ini, laju kendaraan mungkin hanya dua kilometer per jam. Perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh dalam waktu lima belas menit menjadi empat puluh lima menit. Beruntung, aku ke luar rumah lebih awal sehingga tidak terlambat untuk presensi kehadiran.
Mengayun langkah ke pantry, tanganku bergerak untuk menaikkan gelas-gelas ke rak. Seseorang berseragam biru langit di cuaca cerah masuk. Tangannya memegang kain lap dan sisi lainnya memegang kemoceng dari bulu ayam.
"Kau anak baru, ya? Yang diterima kemarin?" tanyanya.
"Iya, Bang," aku menjawab lugas.
Dia mendekat beberapa langkah. Tangannya terulur.
"Aku Sam," katanya.
"Panggil aja Jul, Bang. Blasteran Jawa dan Betawi," kataku sambil menjabat tangannya.
"Oh ..." Dia mengangguk-angguk. Sebelum beranjak dari tempatnya berdiri, dia menepuk pundakku.