Jam digital berbentuk kotak di atas meja menunjuk angka 06:00. Aku menyematkan bros huruf G di sisi kerudung sebelah kiri. Deretan gigi bisa aku tampilkan di pantulan cermin yang menggantung di dinding.
"Hari ini, aku siap. Aku siap untuk apapun hari ini," kataku, percaya diri.
"Ck! Nanti kalau ketemu kak Hanif juga ambyar percaya dirimu itu!" Suara merdu perempuan yang baru saja melangkah melewati pintu kamar itu membuatku berbalik dan mendelik ke arahnya.
"Please ya, Shinta Putri Setiawan. Jangan merusak mood di pagi hari. Mending kamu beresin itu tempat tidur! Buku-buku juga, jangan diberantakin di meja. Anak gadis kok gitu!" Aku meraih totebag di kapstok sebelum melangkah ke arah pintu. Ketika tanganku menekan gagang pintu, suara merdunya kembali terdengar.
"Mau ke mana kamu pagi-pagi banget? Praktikum jam sembilan lho."
"Itu urusanku. Udah ya, bye, Shinta Putri Setiawan. Aku duluan, assalamualaikum." Aku melangkahkan kaki setelah mendengar suaranya menjawab salam.
Aku melangkahkan kaki menuju kampus. Menaiki tangga hingga sampai di lantai tiga, tempat pertemuan kami. Beberapa orang sudah berada di sana. Diskusi kami dimulai setelah lelaki yang berada dua tingkat di atasku itu hadir. Dari keenam orang yang berada di ruangan, aku salah satu perempuan di sana.
"Jadi menurutku, anggaran kita fokuskan saja untuk perawatan alat dan bahan di Lab. Gimana?" kataku setelah mengangkat tangan.
Aku berada di tengah-tengah mahasiswa yang usianya lebih senior dariku. Rasanya seperti ada tambahan hormon di otak yang membuatku semakin ingin terus menarik bibir dan menampilkan deretan gigi.
"Boleh, kita catat usulan dari Ghea ya, Fan." Lelaki di hadapanku memberi instruksi ke mahasiswi selain aku di dalam lingkaran itu.
"Siap!" Perempuan itu tersenyum ke arahku. Aku kembali tersenyum, apalagi setelah melihat mata teduh lelaki itu memandang ke arahku.
"Oke, kayaknya kita sudah punya kesimpulan untuk diskusi kali ini. Terima kasih untuk kehadirannya. Kalau yang ada kelas, silakan ke kelas. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Masing-masing dari kami mulai beranjak meninggalkan ruangan. Aku melangkahkan kaki menuju kelas di lantai dua. Ketika berada di tangga, aku melihatnya mulai menaiki anak tangga.
"Shinta Putri Setiawan!" kataku dengan suara yang membuat beberapa orang turut mendongakkan kepala ke arahku.
Shinta hanya melambaikan tangan ke arahku tanpa membalas teriakan namaku. Aku menunggunya di sisi anak tangga terakhir.
"Kamu tuh ya! Dipanggil nggak nyahut!" Aku cemberut sebelum menggamit lengannya.
"Ghea, orang manggil itu dari deket. Nggak dari lantai dua pas aku baru naik tangga. Salah kamu sendiri!" katanya.
"Dasar Shinta Putri Setiawan! Bilang aja kamu malu dilihatin orang-orang," balasku.
"Aku 'kan omega woman. Nggak suka cari perhatian," katanya.
"Alah! Alasan aja! Bilang aja malu, nggak usah cari pembenaran, deh!"
Dia terkekeh. Kemudian mendaratkan cubitan kecil di lenganku sebelum melangkah lebih dulu memasuki ruang kelas.
#MY, 180323
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H