Perempuan itu menghela napas panjang sebelum berbicara, "begini, Dik Farah. Dik Farah tentunya tahu kalau di sini Adik hanya seorang mahasiswa praktik, bukan guru. Saya rasa para siswa tidak peduli dengan status itu kalau Dik Farah melakukan tugas dengan benar."
"Saya tegaskan, tugas Adik di sini hanya mengajar, menyampaikan materi. Bukan mengurusi masalah siswa," katanya.
"Tapi, Bu. Siswa itu adalah siswa yang-"
"Tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik, betul?"
Farah sekali lagi mengangguk.
"Dan kamu menegurnya. Kamu memberikan pelajaran tambahan dan soal-soal untuk dikerjakan di depan kelas. Dia marah kemudian melakukan hal tidak menyenangkan padamu. Ya, Ibu tahu. Orangtuanya menghubungi Ibu kemarin."
Farah terdiam. Dia melirik jam di pergelangan tangan kirinya. Masih tersisa lima belas menit sebelum pergantian jam pelajaran.
"Dik Farah, biar Ibu beritahu. Karena Adik belum berpengalaman dan hanya mahasiswa praktik di sekolah ini, Ibu harap Adik fokus untuk mendapatkan nilai yang baik. Tidak perlu diambil hati setiap perlakuan buruk siswa atau guru di sini.Â
"Simpan semua keluhan-keluhan itu di buku diary saja, dan Adik tidak akan mendapatkan teguran dari kampus atau dikeluarkan dari kegiatan praktik mengajar di sekolah ini. Adik paham apa yang saya katakan?" Perempuan itu menatap Farah seolah siap melahapnya hidup-hidup. Farah memberi anggukan kepala sebagai jawaban.
"Sekarang, Adik bisa melanjutkan tugas mengajar di kelas. Silakan," tangan perempuan itu menunjuk pintu.
Farah beranjak dari kursinya dengan tangan mengepal. "Saya permisi."