Beberapa remaja Panti mulai memimpin anak-anak yang berusia lebih muda untuk menuju kamar, sedangkan remaja lainnya membantu Rabina mencuci piring bekas makan. Maryam turut membawa piring bekas makan ke tempat cuci piring.
"Kamu nggak perlu repot-repot, Mar." Sambil mencuci piring, Rabina melirik perempuan itu.
"Nggak apa-apa, Na. Aku senang. Sebentar lagi aku pulang."
Rabina tak menyahut. Mereka melanjutkan pekerjaan rumah dalam diam.
***
Maryam kembali ke rumah ketika azan asar berkumandang. Dadanya kembali sesak ketika menutup pintu dari dunia luar. Seolah rumah adalah dunia paling sunyi saat ini dan dia tak ingin berada di dalamnya.
Dia sengaja sampai di rumah sebelum asar, agar bisa melaksanakan salat asar di rumah. Mengadu dan bersandar hanya pada satu-satunya harapan.
'Ya Allah, Â pertemukan aku dengan Aisyah, permata hatiku. Kumpulkanlah mendiang suamiku bersama orang-orang shalih.' Maryam meminta dengan keadaan paling hening, dalam bisik sujudnya.
Perempuan berusia awal tiga puluh itu mendengar ponselnya berbunyi ketika dia melipat mukena. Dia menyambut panggilan telepon itu.
"Mike, ada apa? "
" Kabar gembira. Ada titik terang. "