Mohon tunggu...
SARIFUDIN IHSAN AL ALIM
SARIFUDIN IHSAN AL ALIM Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa MPBI UMS

Hobi membaca dan mengapresiasi karya sastra

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Drama Itu Sejatinya Asyik

15 April 2023   12:24 Diperbarui: 15 April 2023   12:30 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sarifudin Ihsan Al Alim

Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembelajaran sastra tercantum di dalam kurikulum pada jenjang pendidikan SD, SMP, dan SMA. Pembelajaran sastra yang dapat dikatakan sangat penting dan kompleks adalah pembelajaran drama. Drama merupakan suatu reduplikasi dari kehidupan ataupun perilaku manusia yang dipertunjukkan atau dipentaskan dengan suatu pementasan dialog, gestur, mimik, dan gerak yang dapat dinikmati dalam suatu pementasan. Pembelajaran drama tidak hanya sekadar bertujuan untuk mendidik ataupun membuat siswa handal dalam bermain drama, akan tetapi lebih ke arah memberikan pengalaman mengapresiasi drama. Melalui bekal apresisasi drama tersebut, guru akan mengantarkan para siswa untuk memupuk minat, menghargai, dan kemudian mempunyai keinginan positif terhadap drama. 

Pembelajaran daram sejatinya asyik sejalan dengan KD 4.19 kurikulum 2013 yang berbunyi "mendemonstrasikan sebuah naskah drama dengan memerhatikan isi dan kebahasaan". Berdasarkan KD 4.19 tersebut pembelajaran drama dapat dilakukan dengan unjuk kerja atau menampilkan pertunjukan naskah drama. Sebelum melakukan pertunjukkan tentunya siswa melakukan tahapan latihan terlebih dahulu. Pada tahap latihan inilah pembelajaran dapat disajikan dengan mengasyikan yaitu latihan berbasis permainan. Dengan latihan berbasis permainan ini mengubah pendapat bahwa pembelajaran drama tidaklah membosankan, namun bisa mengasyikkan dengan latihan-latihan berbasis permainan sebelum naskah drama dipentaskan.

Pembelajaran drama dapat dikatakan asyik sebab dengan bermain peran peran siswa dapat belajar menghayati berbagai ekspresi seperti marah, menangis, gembira dan berbagai ekspresi lainnya. Dengan berlatih ekspresi ini dapat meningkatkan kepekaan perasaan siswa dalam berekspresi. Selain itu dengan bermain drama dapat meningkatkan kepekaan siswa dengan lingkungan sekitar karena saling berinteraksi sehingga siswa tidak pasif saat pembelajaran. Lain dari itu, pembelajaran drama dengan bermain peran itu mengasyikkan sebab siswa belajar bagaimana olah vokal, berdialog, olah tubuh, gestur yang baik. Proses pembuatan properti drama pun dapat mengasyikkan dengan siswa mengerjakannya bersama-sama. Oleh sebab itu pembelajaran drama dapat mengasyikkan apabila dipersiapkan dengan baik oleh guru.

Guru yang baik dan memiliki komitmen terhadap pembelajaran bahasa dan sastra akan terus berusaha guna memikirkan bagaimana semestinya sastra diajarkan di kelas sehingga dia mampu mengelola proses pembelajaran dengan para siswa secara baik. Sementara itu Marantika berpendapat (2014) bahwa di lain sisi guru sendiri belum siap untuk menerapkan perubahan pola baru pembelajaran sastra dan masih terperangkap dalam kondisi pembelajaran yang lama yang membuat pembelajaran sastra menjadi terkesan biasa saja dan terkesan tidak menarik. Mempelajari sastra sebaiknya tidak hanya dipahami sebagai cara untuk sekadar memberitahu informasi dan fakta tertentu saja, akan tetapi mestinya juga dipandang sebagai proses yang dapat membawa para siswa terlibat secara batin dalam memaknai karya sastra dan sekaligus dapat meningkatkan kemampuan berbahasa mereka.

Pembelajaran drama di sekolah disinyalir masihlah kurang memuaskan. Berbagai permasalahan yang berpengaruh pada kondisi tersebut masih berkaitan dengan masalah lemahnya strategi pembelajaran. Padahal dapat diketahui bersama bahwa pembelajaran drama, sebagaimana pula jenis sastra lainnya tidak hanya sekadar bertujuan agar para siswa menjadi handal dalam berperan, akan tetapi lebih untuk memberi kepiawaian mengapresiasi drama. Kepiawaian mengapresiasi drama tersebut akan membawa para siswa untuk lebih memiliki minat dan sikap positif terhadap drama. Persoalannya yaitu banyak guru yang masih belum mengerti secara baik bagaimana mengajarkan drama. Drama hanya diartikan sebagai suatu pementasan yang akan sukar diajarkan di kelas sebab banyaknya kendala. Padahal konteks pembelajaran bahasa Indonesia, teks drama semestinya dapat dimanfaatkan sebagai media yang sangat membantu upaya meningkatkan kemampuan berbahasa para siswa. Berkaitan dengan hal itu guru memerlukan pemahaman yang positif mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan hakikat drama termasuk didaktik dan metodik pembelajarannya.

Apabila diamati lebih jauh, berfokus pada pembelajaran di lembaga pendidikan formal seperti halnya sekolah, sastra masih menjadi masalah. Guru masih terfokus pada penyampaian teori-teori yang berkaitan dengan penciptaan ataupun pemaknaan suatu karya sastra. Lain dari itu, kerap kali guru masih merasa terikat dengan pembelajaran yang kaku, kaitannya dalam hal ini sangat bergantung pada buku teks yang digunakan, serta perangkat pembelajaran lainnya seperti halnya silabus sehingga membuat kreativitas guru terbatas dalam menentukan metode dan teknik pembelajaran yang tepat dan dapat meningkatkan motivasi belajar para siswa. Proses pembelajaran seperti ini hanya akan membuat para siswa terkesan cenderung memahami sastra secara teoritis, tanpa dapat mengapresiasi sastra dengan baik. Berkaitan dengan hal itu, diperlukan adanya tindakan pembelajaran sastra yang lebih strategis operasionalnya sehingga dapat meningkatkan imajinasi dan kreatifitas para siswa.

Dalam penerapannya, pembelajaran sastra di sekolah cenderung menekankan pada analisis teks dan berbagai teori sastra Indonesia. Lain dari itu, pemanfaatan drama sebagai media atau pedagogi pembelajaran sastra masih terbatas pada kegiatan kelas yang meminta siswa menampilkan adegan dari suatu lakon ataupun percakapan singkat. Sudut pandang tersebut membingkai drama semata-mata sebagai teks sastra dan seni pertunjukan tersebut, terkesan mengesampingkan pentingnya pengembangan literasi dan karakter siswa. Drama menjadi memiliki sifat teoritis dan teknis, sehingga drama menjadi seni yang tidak semestinya dan seolah tidak ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Walaupun siswa perlu mempelajari berbagai teori seni drama beserta sejarahnya, namun potensi drama sebagai media pembelajaran dan pembentukan karakter siswa tidak boleh dikesampingkan.

Selain itu terdapat pula permasalahan pada siswa yang sebagian besar bersikap tidak aktif atau pasif. Ketika guru meminta mereka untuk memberikan penampilan ataupun menyampaikan hasil dari diskusi kelompok, merasa enggan. Saat guru memberikan pertanyaan mengenai apakah materi yang disampaikan kurang jelas, siswa hanya terdiam dan malu bertanya meskipun sebetulnya mereka belum mengerti tentang materi tersebut. Perlu diketahui bahwa salah satu penyebab siswa enggan aktif berpartisipasi di kelas sebab merasa takut dan malu ditertawakan jika apa yang disampaikan salah. Dalam pikiran siswa sudah tertanam bahwa sastra adalah hal yang sukar dipelajari. Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar yang bertujuan guna saling tukar informasi dalam meraih tujuan yang diharapkan. Perencanaan yang matang memberikan hasil yang maksimal dalam pembelajaran. Begitu juga dengan proses pembelajaran harus dipersiapkan dan direncanakan supaya sesuai dengan capaian yang diinginkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun