Mohon tunggu...
Sarifisha
Sarifisha Mohon Tunggu... Lainnya - @sarifisha.svz

Nothing is impossible

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Karyaku di Penghujung Tahun 2020

26 Desember 2020   08:02 Diperbarui: 26 Desember 2020   08:48 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kamu dalam Doaku

Ketika kulihat senyummu

Hatiku berdetak dengan merdu

Ragaku seakan rindu

Di dalam malam yang syahdu

Kuingin segera bertemu

Tertawa dan menyapamu

Kamu... 

Ketika melihat tangismu

Begitu terasa sukar

Bukan karena hambar

Tetapi karena tertampar

Wahai uban di kepala

Tumbuh dan bersaksilah

Bahwa renta bersamanya

Ialah impian yang kuracik dalam doa

Ayah

Kaulah pahlawanku

Pahlawan kuat

Yang selalu bersemangat

Mencari nafkah dengan ikhlas

Tanpa mengharap balasan

Ayah... 

Akupun teringat kembali

Pelukan hangatmu yang mendekap segala kesedihanku

Di setiap doamu

Kau haturkan segenap harapan

Ku akan menjagamu

Di setiap nafasku

Di relung hatiku

Ku akan hangatkan namamu

Ayah... 

Maafkan anakmu ini

Yang belum bisa berbakti

Dan juga menghormati

Percaya

Di dalam pikiran yang banyak

Terdapat pertanyaan yang belum terkuak

Entah apa penyebabnya 

Hati ini gelisah rasanya

Tuhan... 

Betapa besarnya ujian-Mu ini

Aku tak yakin bisa melewati

Aku tak percaya diri

Melihat kenyataan hidup ini

Layaknya meminum kopi

Yang pahit di lidah dan juga di hati

Aku hanya bisa percaya

Rencana-Mu lebihlah indah

Dari harapanku

Mengapa? 

Bagai matahari yang selalu menyinari

Di saat itulah aku punya mimpi

Kugapai dengan percaya diri

Kutelan segala sakit ini

Tapi... 

Di saat berdekatan

Jiwaku terasa lelah

Ragaku tak terarah

Pikiranku mulai payah

Mimpi itu seakan sirna

Yang datang tanpa aba-aba

Dan pergi tanpa rencana

Aku hanya ingin pencerahan

Untuk perubahan pada mimpi yang hampir pergi

Apa Itu Cinta? 

Gelap malam bicara sunyi

Seolah tau isi hati

Kubaca lagi bait ini

Dan imajiku melayang tinggi

Melesat mengangkasa

Lepas dari dekapannya

Banyak orang mengungkapkan cinta

Tapi tak sesuai realita

Yang menumbuk sampai jiwa

Tapi mengapa tak jera? 

Bukankah juga dilarang agama? 

Renungkan... 

Dan temukan jawabannya

Ibu

Ibu... 

Sosok yang begitu kuat

Sosok yang begitu sabar

Sosok yang begitu tegar

Senyummu adalah harapanku

Langkah kakimu adalah impianku

Air matamu adalah kehidupanku

Sinar matamu adalah peneranganku

Kau... 

Perempuan hebat di jiwa lemahku

Menyayangi tanpa batas

Mendampingi di semua kisahku

Kau pahlawanku saat ini

Yang selalu menyinari

Ibarat mentari

Dan selalu menerangi

Ibarat bulan di malam hari

Ibu... 

Aku mencintaimu

Terima kasih untuk segala waktu

Dan lelahmu

Gagal

Saat kamu gagal

Ingatlah perjuanganmu

Ingatlah komitmenmu

Ingatlah semangatmu

Ingat pula pengorbananmu

Gagal itu tidaklah mungkin hanya sekali

Ada yang kedua

Ketiga

Keempat

Sampai banyak sekali

Itulah serunya berproses

Manusia memang perencana

Dan pekerja keras

Bukan pencetak hasil akhir

Yakinlah... 

Gagal itu hanyalah sementara

Masa depan di depan mata

Yang harus dikejar dengan perjuangan

Dengan rintangan

Dengan tantangan

Bahkan air mata

Hidup Hanya Sekali

Hidup itu... 

Hanyalah sekali

Jadilah manusia yang peduli

Supaya tidak banyak rugi

benyaklah berbaik hati

Hidup itu... 

Hanyalah sekali

Tapi banhak orang terlena diri

Terlena indahnya duniawi

Hidup hanya sekali

Raihlah prestasi yang tinggi

Jangan sampai keberadaanmu tak berarti

Ada dan tiadamu dunia tak peduli

Hidup hanya sekali

Beribadahlah sepenuh hati

Habiskan usiamu tuk mengabdi kepada sang Ilahi

Janganlah menyesal di kemudian hari

Mari... 

Bermuhasabah diri

Supaya tidak terjerumus

Dalam lubang yang juram ini

Gelapnya Malam

Semilir angin di malam hari

Membuatku ingin bersendiri

Supaya bisa introspeksi

Dan juga menemukan solusi

Aku bukanlah anak hebat

Aku bukanlah anak kuat

Tapi aku tahu

Aku anak yang penuh semangat

Demi senyum yang tersemat

Di dalam dada yang paling dalam

Dan di relung jiwa yang hangat

Wahai orang tuaku yang hebat

Kejamnya Dunia

Dunia memang keras

Siapa pun bisa tertindas

Jika pelihara rasa malas

Ya... 

Dunia memang jahat

Membuat kita sering sambat

Tapi tak ingin terlambat

Ku tak sanggup

Ku tak tanggap dalam duniaku

Ku tak bereaksi dengan sikapmu

Hanya kesunyian yang menemaniku

Betapa kasarnya hidup ini

Bibir dan telinga hanya diam membisu

Tak tahan

Menerima realita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun