Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Fenomena Menyebarkan Undangan Pernikahan Melalui Media Sosial dan Kegalauan Para Jomblo

12 Januari 2020   10:50 Diperbarui: 12 Januari 2020   10:57 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: tokopedia.com/pctrart15

Menyebar undangan pernikahan melalui media sosial sedang menjadi tren di masyarakat. Undangan disebar bisa melalui whatsapp, instagram, facebook, dan lain-lain, bahkan untuk teman sendiri tidak perlu di cetak, kirimkan saja pdfnya. Haha. 

Menyebar undangan melalui instagram pun bisa dalam bentuk potongan-potongan yang kadang membuat orang yang melihat penasaran, lalu masuk ke profilnya, oh ternyata mau nyebar undangan. Undangan melalui media sosial pun bisa bermacam-macam bentuk, ada yang berupa tulisan di kertas, ada yang berupa video.

undangan Muzammil & Sonia yang membuat netizen baper tingkat dunia akhirat/sumber: @soniaristanti
undangan Muzammil & Sonia yang membuat netizen baper tingkat dunia akhirat/sumber: @soniaristanti
Contoh video undangan


Alhasil video undangan yang dishare di media sosial bisa menyebabkan warganet patah hati. Contoh saja ketika Raisa dan Hamish Daud menikah, tiba-tiba saja muncul meme baper tingkat nasional. Lalu ketika Song Joong-ki dan Song Hye-kyo menikah, muncul meme baper tingkat internasional. Dilanjutkan ketika Muzzammil Hasballah dan Sonia Ristanti menikah, muncul meme baper tingkat dunia akhirat.

Itu dari kalangan artis, apalagi dari kalangan orang biasa. Semenjak saya dan sebagian teman-teman lulus kuliah pada tahun 2017, grup-grup whatsapp pun sepi, baik grup kelas, grup angkatan, maupun grup khusus perempuan. Demikian pula grup geng yang terdiri dari 10 orang, dan grup organisasi kampus. Bukan hanya grup waktu kuliah, grup SMA pun sepi, baik grup kelas maupun grup angkatan.

Tetapi jika ada salah satu yang menyebar undangan, maka ramailah grup itu. Ada yang sibuk mengucapkan selamat, ada juga yang sibuk membully teman-temannya, "si A kapan nyusul?" "Si B dan C kapan nyusul?" "Ayo-ayo yang belum kapan nih nyebar undangan?" dan lain-lain, dan sebagainya. Sampai-sampai grup kelas pun diganti menjadi "grup kondangan". 

Bahkan tidak hanya berhenti di grup, mereka pun langsung berlomba-lomba menjadikannya status whatsapp dan instastory instagram dengan caption "Alhamdulillah si X akhirnya nyusul juga". Dulu saya suka ikutan nimbrung, tapi lama-lama malas juga. Haha.

Fenomena semacam itu dianggap biasa, malah jadi seru-seruan. Seakan-akan menyebar undangan itu adalah hal yang paling dinantikan oleh warga grup. Tapi siapa sangka menyebar undangan ini bisa menjadi momok menakutkan bagi sebagian orang di grup tersebut. Seperti kasusnya teman saya.

Ketika bertemu saya, teman saya ini pun sibuk menanyakan, "kapan Er?" tanya saya, "Apanya?" "Kamu nyebar undangan." What? Pentingkah bahas semacam itu? Haha. Ternyata itu sangat penting bagi teman saya. 

Dia sampai bilang, "nanti jangan duluin aku lho, Er. Nanti kalau kamu duluan gimana?" Batinku, Ya Allah hanya karena ada yang menyebarkan undangan melalui media sosial pun teman saya jadi khawatir semacam itu. Dan itu tidak terjadi hanya antara saya dengan teman saya, bahkan ketika reunian dengan teman sekelas atau teman se-geng pun juga membahas hal-hal semacam itu.

Bagi orang-orang yang sangat ingin sekali menikah, tetapi belum ada calon, atau sudah ada calon tapi belum ada kepastian menikah bisa galau dan khawatir karena takut telat menikah. Apalagi muncul label di masyarakat kalau belum menikah berarti belum laku. Bisa menyebabkan overthinking terhadap masa depan bagi yang belum menikah.

Maka bagi yang mengalami semacam ini sepertinya perlu membaca tulisan kompasianer Sri Wangadi yang berjudul "Mengapa Timbul Rasa Khawatir Ketika Belum bertemu Jodoh?" Hehe.

Lalu apa kiat-kiat dari saya untuk menghadapi situasi semacam itu? Ini dia kiat ala saya selaku jomblo juga, haha.

1) Memiliki prinsip cuek untuk hal-hal yang tidak penting

Cuek untuk hal-hal yang tidak penting itu perlu sekali. Contohnya saja ketika ada teman yang tanya secara langsung "kapan kamu nikah?", jawab saja, "tanya sono sama Allah." 

Hahaii.. ya mana kita tahu kapan pastinya kita akan menikah, manusia hanya bisa merencanakan, kalau sudah ada calon pasangan yang cocok tentulah kita akan menyegerakan, lha kalau Allah belum memberi kode, apa kita harus teriak-teriak, marah, frustasi, depresi, ya enggaklah. Cuekin aja orang yang tanya hal-hal semacam itu toh mereka juga tanyanya tidak sungguh-sungguh, hanya basa-basi.

Bedakan cara bertanya yang sungguh-sungguh sama yang tidak sungguh-sungguh. Pertanyaan yang sungguh-sungguh itu seperti "Kapan pernikahanmu di undangan itu? Aku lupa." Lha, kalau ini baru sungguh-sungguh, bertanya karena lupa.

2) Fokus untuk memperbaiki karir

Dalam hidup diusiamu yang sekitar 20an-30an ini yang penting bukan hanya tentang pernikahan, tapi juga karirmu ke depan. Bagi yang belum mendapatkan pekerjaan, fokuskan dirimu untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok dan berjangka panjang. 

Bagi yang sudah bekerja, belajarlah untuk mengembangkan dan memperbaikinya. Mencari pengalaman yang banyak untuk kehidupan yang akan datang jauh lebih baik daripada galau, pusing, khawatir, takut, memikirkan jodoh yang tak kunjung datang. Karena semua orang pun tahu rejeki, jodoh, dan mati itu urusan Yang Kuasa. Tugas manusia terkait jodoh hanyalah berdoa dan berusaha dengan cara memantaskan diri. Karena jodoh adalah cerminan diri sendiri.

3) Menyibukkan diri dengan belajar tentang rumah tangga

Membangun rumah tangga itu tidak mudah. Sebelum menikah biasanya hanya membayangkan yang menyenangkan saja, tapi setelah kita memasuki realita bahtera rumah tangga, apa hanya hal-hal yang menyenangkan saja yang akan dinikmati? Tidak. Tanyakan kepada orang tua, bagaimana mereka harus mempertahankan perusahaan yang disebut rumah tangga itu agar tidak seperti layangan putus.

Masalah perekonomian, anak, sikap dan sifat pasangan, serta kenyamanan, akan menjadi suatu problematika yang tidak bisa disebut ringan. Jika perekonomian sedang dalam keadaan jatuh, bagaimana kedua belak pihak saling berkomunikasi, saling memahami, saling menguatkan, ini penting sekali untuk dipelajari sebelum menikah. Ketika anak nilainya turun atau paling rendah di kelas, atau mungkin secara mental dan fisik kurang, atau anak sulit bersosialisasi dengan lingkungannya, atau sikap anak yang tiba-tiba tertutup dengan orang tua, ini pun perlu dipelajari. 

Tentang sifat dan sikap pasangan yang berubah. ketika suami yang tadinya ramah tiba-tiba menjadi dingin, ketika istri yang tadinya terlihat anggun tiba-tiba menjadi sangat cerewet. Karakter-karakter seperti ini perlu dipelajari dan dipahami. Dan tentang keadaan yang tadinya menyenangkan, merasa nyaman, tiba-tiba berubah menjadi membosankan.

Jadi, sambil menikmati kehidupan yang terkadang tidak sesuai dengan harapan, cobalah untuk berbenah selalu menjadi lebih baik dengan belajar apapun itu. Jangan sampai omongan orang lain malah mendominasi diri kita.

Saat belum menikah orang akan mempertanyakan kapan kita nikah. Saat sudah nikah, tetapi belum punya anak, orang akan menanyakan kapan kita punya anak. Saat sudah punya anak, orang akan mempertanyakan kapan akan nambah. Saat sudah nambah, bahkan anak sudah lulus sekolah, orang akan mempertanyakan kapan anaknya akan kerja. Saat anak sudah kerja, lagi ditanya kapan anaknya akan menikah, dst.

Omongan orang selalu begitu-begitu saja, tidak berubah, sepanjang hayat. Maka yang perlu kita persiapkan adalah bagaimana kita bisa ikhlas, sabar, dan tabah dengan nyinyiran orang. Jangan membebani diri sendiri dengan terlalu fokus memikirkan omongan orang hingga kita sendiri tidak merasa bahwa kita korban. Bahwa kita juga punya perasaan yang harus dijaga. Bahwa setiap orang memiliki waktunya masing-masing dan orang lain tidak punya hak mengatur waktu kita.

4) Fokuslah dengan orang-orang yang mencintaimu

Ya, ini penting sekali. Terkadang kita terlalu sibuk dengan omongan orang, terlalu sibuk membanding-bandingkan hidup kita dengan hidup orang lain, terlalu sibuk melihat kehidupan orang lain yang tampak indah di media sosial, terlalu sibuk kepo tentang seseorang, terlalu sibuk jadi stalker, terlalu sibuk mencari jodoh, hingga kita lupa bahwa disana ada orang-orang yang mencintai kita. Orang tua, saudara (kakak adik), sahabat dekat, bahkan mungkin tetangga, haha. Atau jangan-jangan jodohnya tetangga sebelah rumah, ahaii.

5) Lakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidupmu

Terakhir, lakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidupmu. Jangan sampai kita menyesal di hari kemudian. Karena penyesalan memang selalu datang belakangan, kalau di depan namanya kesempatan. Hehe.

Demikian, kiat-kiat ala saya untuk para jomblo, salam hangat, semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun