Masih Matematika, 75% pelajar Indonesia bahkan tidak mampu melewati level 2. Dan hanya 0,3%, sekali lagi 0,3% bukan 30% pelajar Indonesia yang mamapu sampai ke level 5. Sangat jauh dari negara pemuncak yaitu China, 55% siswanya mampu sampai ke level 5. Tak ada satu pun pelajar Indonesia yang mampu sampai ke level 6. Kita bahkan kalah dari Vietnam dan Thailand. Apalagi terhadap Singapura dan Malaysia.
Untuk bidang Sains, 25% pelajar kita tidak mampu mencapai level terendah. 41% terperesok di level 1 yang artinya 2 dari 3 pelajar Indonesia tidak dapat membuat kesimpulan dari sebuah investigasi sederhana. Bahkan untuk sains, Indonesia mengalami penurunan dari 3 tahun sebelumnya. Pelajar Indonesia bahkan tidak mampu mencapai level 5 dari tes sains.
Untuk tes Membaca, 45% pelajar Indonesia mampu menunjukkan performa yang baik di level dasar, namun hanya 0,1% yang mampu sampai ke level 5. Dari ketiga jenis tes tersebut, tak satu pun pelajar Indonesia mampu mencapai level 6.
Survey Kebahagiaan di Sekolah
Jika dalam tes Matematika, Sains dan Membaca Indonesia menempati posisi terendah dalam daftar, lain halnya dalam survey kebahagiaan di sekolah.Â
Indonesia menempati posisi tertinggi sebagai negara dengan pelajar paling merasa bahagia di sekolah dengan persentasi lebih dari 95%. Berbanding terbalik dengan China sebagai pemuncak untuk ketiga tes, justru hanya mencapai 85% dan Korea selatan di posisi ke dua dengan 60%.
Lalu, jika pelajar Indonesia justru merasa paling bahagia dengan suasana sekolah, kenapa justru hasilnya menunjukkan Indonesia menempati peringkat terendah dalam tes? Mengapa negara-negara yang mencapai hasil tertinggi dalam tes justru tidak menjadi pemuncak dalam survey kebahagiaan?
Di sinilah letaknya. Sikap santai pelajar kita mungkin adalah jawabannya. Pelajar kita bahagia di sekolah karena mungkin dapat santai, kurang memacu diri.Â
Sekolah menjadi tempat yang memanjakan kesantaian mereka. Menjadi ajang bertemu teman-teman sebaya, ekspresi diri yang berlebihan dengan gaya berpakaian dan pergaulan yang melebihi batas kewajaran. Jadi mereka sangat bahagia dengan ini. Tapi ini hanya pendapat saya, saya tak punya data mengenai ini.
Mungkin hal inilah yang membuat Elizabeth Pisani melontarkan pernyataan ini, bahwa anak-anak Indonesia tidak mengetahui betapa bodohnya mereka. Berada di posisi terendah dari 65 negara, ini menunjukkan bahwa memang prestasi anak-anak Indonesia dalam tes ini masih dalam kategori bodoh.
Interpretasi lain dari pernyataan ini adalah bahwa sekolah di Indonesia justru tidak membuat anak-anak Indonesia semakin pintar. Sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak-anak dengan aktifitas yang tidak menambah kecerdasan secara menyeluruh. Simaklah kutipan tulisan Elizabeth berikut: