Biarkan Mereka Menghadapi Kegagalan
Tampaknya wali kelas mereka khawatir siswanya akan gagal. Menurut saya wali kelasnya terlalu berlebihan. Siapa yang tidak pernah gagal? Semua kita pernah menghadapi kegagalan. Dan saya yakin, setiap kegagalan itu mengajarkan lebih banyak hal yang nyata kepada kita ketimbang keberhasilan.
Hidup ini masing-masing punya konsekuensi, termasuk bagi siswa dalam pendidikan. Yang sungguh-sungguh belajar tentu akan menikmati hasil kesungguhannya, walau saya yakin di antara yang sungguh-sungguh itu pun masih ada yang menikmati kegagalan. Apalagi yang tidak sungguh-sungguh.
Bagi mereka yang tidak sungguh-sungguh, biarkan mereka menghadapi realita, bahwa ketidakseriusan mereka dalam belajar akan menyebabkan mereka menerima konsekuensi atas ketidakseriusannya. Jika untuk UKK sendiri mereka sulit untuk serius, mengapa kita harus memberi mereka nilai?
Saya sudah 2 tahun mengajar di kelas itu dan sungguh kelas yang berat dari yang lain, sangat minim motivasi. Namun yang saya perhatikan, salah satu penyebabnya adalah mereka terbiasa diberi rasa belas kasihan.Â
Bukan kita tidak sayang pada mereka, tapi rasa sayang itu justru tidak dengan menggantikan kita menanggung kesusahan yang mereka buat pada dirinya. Biarkan mereka menikmati hasil dari kemalasan mereka, supaya mereka melihat bahwa dengan bermalas-malas mereka akan semakin dekat dengan kegagalan.
Tak mengapa saya rasa jika mereka harus tinggal kelas. Jika mereka pantas untuk itu. Bukankah itu menjadi kesempatan mereka untuk belajar bahwa kalau mau naik kelas, ya harus belajar keras.Â
Tak masalah jika nilai mereka belum tuntas. Itu jadi kesempatan mereka untuk belajar bahwa untuk tuntas mereka harus melalui semua proses, belajar, latihan dan ulangan bahkan harus remidi.
Biarkan Mereka Terbiasa Menghadapi Kesulitan
Bukan bermaksud dengan sengaja mempersulit hidup orang lain, jangan lakukan itu. Sebisanya kita adalah orang yang membantu mengatasi kesulitan orang lain. Namun, adakalanya kita mengurangi peran kita dengan hanya membantu sesuatu yang memang sudah tidak mampu lagi diatasi.
Saat mengajar dan memberikan latihan, saya terbiasa memberi soal latihan dengan tiga tipe: Mudah, sedang dan sulit. Saat menghadapi latihan yang sulit, kebanyakan siswa akan gelisah, merasa kesulitan, mencoba sekali saja lalu berhenti, ada juga yang mencoba beberapa kali namun tetap belum mampu menemukan solusinya. Dan tentu saja, mereka akan meminta saya yang menyelesaikannya.
Menyelesaikannya bisa jadi adalah solusi tercepat, namun saya tak akan menyelesaikannya, sebab itu latihan mereka. Jika saya menyelesaikannya, saya justru mendidik bahwa menghadapi kesulitan adalah dengan meminta bantuan orang lain, padahal itu adalah solusi terakhir.Â
Saya lebih memilih memberi sedikit petunjuk bagaimana menyelesaikannya. Sedikit saja, hanya untuk membuka pemikiran mereka. Di langkah berikutnya, mungkin saja mereka akan menemukan kendala lagi, alu tugas saya adalah memberi petunjuk lagi. Hingga akhirnya mereka bisa menyelesaikannya dengan sedikit bantuan saya, bukan saya yang menyelesaikannya.