Guru dapat memulai dengan pembiasaan nilai-nilai positif yang diyakini, seperti memimpin do'a belajar di depan kelas, menjadi ketua kelompok, ketua kelas, imam shalat, pemimpin atau komandan upacara, dan sebagainya. Setelah itu guru harus royal dalam memberi apresiasi dan umpan balik yang memberdayakan terkait kemajuan belajar peserta didik.
Guru dapat memfasilitasi pembelajaran aktif dengan metode diskusi atau tanya jawab untuk melatih daya tanggap peserta didik dalam merespon secara langsung. Pembiasaan ini dapat menjadikan peserta didik mampu melihat nilai positif yang dimiliki serta yakin dengan kompetensi dirinya. Secara mandiri ia akan dapat memutuskan sebuah tindakan dengan menggunakan cakrawala berpikirnya sendiri, bukan karena orang lain.
Guru sebagai motivator harus menyampaikan pentingnya memiliki jiwa kepemimpinan. Sebagaimana sabda nabi Muhammad Saw., yang artinya, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya." Bahwasanya semua manusia di muka bumi ini hakikatnya adalah pemimpin, yang memimpin diri sendiri untuk melangkah, mau belajar, mau mengaji, menjadi mukmin yang ta'at atau sebaliknya.Â
Semua tindakan tersebut akan dipertanggungjawabkan kelak di yaumil hisab. Orang lain hanya mampu mengingatkan dan menasihati, akan tetapi semua keputusan kembali pada pribadi masing-masing.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jiwa kepemimpinan perlu dilatih sedini mungkin agar tercipta generasi penerus yang mandiri, mampu mengambil keputusan dengan tepat, bijaksana, yakin dan percaya pada kemampuan diri. Jika bukan diri ini yang menghargai diri sendiri, siapa lagi?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI