Yuni pun meski bersekolah dengan menggunakan jilbab, tetapi tidak menggunakannya di lain kesempatan. Lingkup pertemannya juga "tidak biasa". Ada isu LGBT, minuman keras, dan dunia malam yang diangkat di film sebagai gambaran realita hidup Yuni.
Isu pernikahan dini dan seks sebelum menikah juga diangkat dengan apik. Isu ini menurut saya memang diungkapkan terbuka, tetapi tidak vulgar. Mungkin  akan berbeda pendapat, untuk itulah sekali lagi, pastikan jika menonton dengan anak, dia sudah siap menghadapi cerita seperti ini.
Dunia anak muda, SMA, meski berada di kampung, digambarkan sudah terbuka dengan informasi seksual. Kejadian hamil di luar nikah seakan jadi hal yang biasa di sekitar Yuni dan teman-temannya. Bahkan, ada adegan para gadis itu berdiskusi soal malam pertama dan orgasme.
Yang paling menarik, justru adalah hubungan orang tua dengan Yuni. Mereka begitu suportif dan mesra dengan Yuni. Ada momen Yuni disuapi dan tidur di bawah ketiak ibunya. Serta, momen Yuni mengobrol tentang isu LGBT dengan ayahnya. Dan semuanya terlihat sangat adem dan damai meski mereka digambarkan bukan orang berkelas dan berpendidikan tinggi.
Setelah melihat hubungan Yuni dan keluarganya itulah, saya tidak aneh ketika mendapatkan akhir kisah Yuni sebagaimana di film. Yuni punya kemampuan memilih meski mungkin bukan yang terbaik. Namun, dia yakin bahwa kedua orang tuanya akan tetap sayang padanya.Â
Bisa berkedudukan setara itu sulit terutama jika kita berada di lingkungan yang memang kurang paham. Namun, bukan mustahil jika kita berusaha dan dapat dukungan dari orang terdekat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H