Anak-anak awalnya ketawa tak percaya apa yang mereka dengar. Sampai akhirnya yang sulung menjawab, "Mau main game seharian."Â
Persis banget dengan yang saya sangkakan. Sebenarnya, hadiah main game seharian ini sudah pernah dia dapatkan juga saat selesai ujian sekolah kelulusan SD beberapa waktu lalu. Atas kerja kerasnya belajar, saya menghadiahinya main seharian, tidak pakai protes. Namun, jam salat dan makan tetap harus dilaksanakan.
Namun kemudian, kalau harus memberikan hal sama tersebut padanya saat yes day, saya  berpikir ulang. Apakah sebanding dengan kewajiban yang sudah dia lakukan? Apa dia sudah laksanakan semua tugasnya dengan baik? Apakah nilai memberikan hadiah ini akan bermanfaat untuknya? Apakah saya akan dapat nilai sama seperti dalam film?
Kembali kalau melihat goal dari film, maka keluarga jadi punya waktu bersama saat yes day. Bukan sebaliknya, anak malah punya waktu main game sendirian di depan gadgetnya. Ok, saya bisa berdalih bisa main game bersama, tapi apa bisa orang tua mendampinginya main 24 jam? Sedangkan, keinginan saya adalah menciptakan bonding di antara seluruh anggota keluarga. Karena itulah saya tidak yakin mampu.
 Selama pandemi, kami selalu bersama di rumah 24 jam. Waktu yang nyaris langka sebelumnya. Bersama dalam waktu lama memang sangat berat. Bosan membuat konflik mudah terjadi. Bukan hanya yes atau no, rasa saling memahami dan tenggang rasa antara kami perlu lebih longgar lagi. Percakapan dan negosiasi harus seimbang. Bukan anak dilihat sebagai lawan tapi kawan. Orang tua bukan untuk berdebat tapi bersahabat. Saya yakin belum sempurna juga, tapi berusaha ke arah sana.
Jadi, Anda siap terapkan yes day di keluarga?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H