"Anak?" tanya Sarita menggantung.
Dian tersenyum. Dia berkisah tentang dua anaknya dengan wajah berseri, "Sebentar lagi mereka pulang dari sekolah, dan pasti bahagia melihat Mahutinya pulang dari luar negeri."
"Luar negeri?"
"Bapak selalu mengatakan kalau Ibu tinggal di luar negeri. Karena Bapak tidak tahu dimana Ibu tinggal."
"Aku mencarimu terus, Sar. Tapi aku kehilanganmu lima belas tahun lalu saat Kau tiba-tiba pergi dari wisma itu. Kata Mbak Yah kau pensiun, dan pulang ke desa.," papar Ronny, "lalu Allah berpihak padaku. Aku bertemu dengan Riyanti di Rumah Sakit Muwardi saat tak sengaja tertabrak menantunya. Dan kita bertemu saat ini."
Sarita menangis tanpa henti, hatinya berkecamuk dengan berbagai perasaan.
"Sar, maukah Kau menikah denganku? Memperbaiki kesalahan yang pernah kita buat di masa lalu?"
"Aih! Kita sudah terlalu tua untuk menikah, Mas!"
"Tidak ada yang terlalu tua untuk cinta, karena aku ingin menghabiskan sisa umurku denganmu," tukas Ronny.
Sarita menatap gamang, Riyanti dan Dian menggangguk memberikan kode untuk setuju. Sarita meringis, dia tak mampu berpikir lagi sekarang.
"Beri aku waktu, setidaknya saat ini Aku tahu Kau mencintaiku juga, Mas. Itu cukup untukku," pungkasnya seraya tersenyum.