Adalah aku,perempuan sepiÂ
Tertikam tajam hukum tanpa mataÂ
Sendiri menangis nir airmataÂ
Ratapi nasib berkalang nistaÂ
Bukan tanganku yang memintaÂ
Kala noda dilempar ke arahkuÂ
Kala prahara datang menyerbuÂ
Entah nasib, entah takdir yang kuasa
Menjerit aku pada tepi-tepiÂ
Teriak ratap menuntut bela
Namun tatap jalang terus merayapiÂ
Lekuk tubuhku manis gula-gulaÂ
Perempuan sundal tersemat penuh celah
Aku adalah sundal dan mereka bahagia menudingku
Perempuan bermahkota nistaÂ
Karena Yura tak bertaring, tak berkuku
Adalah aku, perempuan penimang apiÂ
Menatap ragu di bawah cakrawalaÂ
Sebagai warga, aku tanpa jati diriÂ
Terbuang dari kumpulan para candalaÂ
Tarik nafas sesak dari bawah bentala
Sum Kuning, itu namakuÂ
Terbaring dalam peti lalu membekuÂ
Menampi adil yang tak kunjung tiba
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H