"Apa to, Mbak? Baru juga mak leer, sudah dibangunkan saja! Kaya melu Kumpeni aku ini!" gerutu Abeb seraya menguap lebar.
"Lho kamu itu gimana to, Beb? Bukankah tadi pas kamu pulang kuliah aku sudah bilang, antarkan ke reksoniten ambil blangkon! Karena Masmu Ken ngantar anak-anak untuk mentas di Jakarta!" gerutu Yani, tangannya terulur hendak menjewer kuping adiknya itu.
"Heh ..., heh ..., aku ini sudah besar, sudah tua! main jewer aja!" tangan Abeb menepis jari Yani.
"Iya sudah tua, tapi kuliah ndak selesai selesai, tahun ini ndak lulus kelakon jadi mbaureksa kampus kowe!"
"Lhoooo ... ujungnya pasti membahas itu! Mbak Yani nggak asyik ah!"
"Bukan membahas, tapi mbok ya inget weling Bapak sama almarhumah Ibu! Selesaikan kuliahmu, jangan sibuk pacaran saja! Aku perhatikan, sejak kepergian Nunuk kamu itu malas kuliah, malah sibuk nggandeng pacar gonta-ganti. Hari ini Susi, besok Tini, lusa Siti eh bulan depan ganti lagi. Sudah sana cuci muka, antar Mbak sekarang!" ujar Yani seraya mendorong bahu adiknya ke dalam.
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H