"Ini surat nikah saya, di situ tertulis, saya menikah bulan September tanggal dua tahun duaribu sebelas." kata Najwa mengangsurkan dua buku kecil ke hadapan pak RT.
 Ruang tamu kecil itu mendadak hening saat terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Seorang lelaki dengan perawakan sedikit gemuk turun membawa dua kantong plastik berukuran sedang. Dia melangkah ke dalam rumah, tersenyum pada semua yang hadir di rumah kontrakannya.
"Eh, tumben pada ngumpul di sini? Ada apa ya? Lho Sayang wajahmu kenapa?" tanya lelaki yang ternyata Haris saat melihat wajah Najwa.
"Nggak papa Mas. Duduklah, Â kita harus bicara serius!" jawab Najwa datar.
"Ada apa ini? Kenapa rumah berantakan kayak habis kena badai saja!" canda Haris.
Pak RT dan perwakilan warga tampak jengah, mereka saling berpandangan, saling memberi kode dan pamit setelah meminta maaf atas salah paham yang telanjur terjadi. Sepeninggal mereka, Najwa menatap tajam mata Haris.
"Besok aku akan kembali ke desa Mas! Tolong urus perceraian kita!" kata Najwa mantap.
"Lho... lho... lho... ada apa sebenarnya? Suami pulang kok dihadiahi kata cerai?" tanya Haris.
"Aku tahu Mas sudah menikah lagi dan punya dua putri. Lihat Mas! Yang Mas lihat sekarang adalah hasil karya istrimu yang menuduhku sebagai pelakor! Aku sangat terhina Mas. Dibohongi, dikhianati nggak begitu menyakitkan dibanding diteriakin sebagai pelakor! Mungkin ini cara Alllah menunjukkan siapa Mas sebenarnya. Mas yang berpesta, aku yang membersihkan sisa-sisa pesta Mas! Ceraikan aku Mas, anak istrimu lebih membutuhkanmu daripada aku!" ujar Najwa sambil menyeka airmatanya lagi.
"Tapi Naj... Kamu istriku, aku mencintaimu dan aku nggak mau bercerai dari kamu. Nanti aku yang menjelaskan pada Sinta istriku bagaimana status kamu sebenarnya!"
"Tidak Mas! Jika Mas mencintaiku, tidak mungkin Mas menikahi perempuan lain. Jangan serakah! Mereka membutuhkan Mas sedang aku masih sendiri tanpa anak. Oh, rupanya ini rencana Allah belum memberikan kita anak, karena kita tidak pantas jadi orangtua buat anak-anak kita." keluh Najwa sedih.