Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kabut di Perkebunan Teh (3)

27 Agustus 2017   05:51 Diperbarui: 27 Agustus 2017   12:31 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari ruang tamu terdengar suara orang bertengkar, Yuli berdiri dan melangkah menuju ruang tamu. Pak Samsul, guru olahraga di SD tempatnya mengajar tampak berdebat dengan seorang gadis manis berambut sepinggang dengan daster bunga-bunga. Hei! Itu gadis yang sama dengan gadis di dapur tadi.

Yuli mendekat karena ingin melerai pertengkaran mereka, tapi langkahnya terhenti saat Samsul mendorong gadis itu ke tembok. Kepala gadis itu terbentur dengan keras, sekali di tembok dan kedua kalinya membentur lantai semen. Samsul terkejut, dia mendekati gadis itu, menempelkan tangan di hidung gadis itu. Dia terlihat panik, dan segera menyeret tubuh mungil itu menuju dapur. Aneh, dia melewati Yuli tapi tidak berpaling atau menyadari kehadirannya.

Samsul melempar tubuh gadis itu dengan kasar, tubuh yang tak berdaya itu menimpa dingklik kayu hingga terbelah. Tanpa rasa kasihan, Samsul justru menyepak gadis itu. Dia tampak membuka laci-laci, mencari sesuatu, beberapa menit kemudian tangannya menarik sebuah pisau besar dari dalam salah satu laci. Dengan sadis pisau itu disabetkan ke tubuh gadis yang tak bergerak lagi. Ditusukkan beberapa kali seakan melampiaskan kemarahan yang begitu besar.

Yuli menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan, dia takut kalau Samsul mendengar jeritan tertahan yang keluar dari mulutnya. Tapi bahkan saat Samsul kembali menyeret tubuh gadis itu melewatinya, lelaki tampan itu tidak menghiraukan kehadirannya. Di depan pintu Samsul berdiri, matanya melihat ke kanan kiri, takut kalau ada orang yang memergoki perbuatannya, padahal Yuli melihat semuanya itu dengan jelas.

Samsul terus saja menyeret gadis itu sampai ke lobang pembuangan sampah di depan rumah dan kembali melemparkan tubuh tak bernyawa itu dengan kasar. Segera dengan tangan kosong, Samsul menutupi jasad gadis itu dengan daun kering dan tanah kemudian mencabut tunas pisang, menancapkan di atas gundukan tanah tersebut. Yuli tak mampu lagi menahan ketakutannya saat Samsul menoleh ke arahnya, menatap pintu dengan sorot mata penuh kebencian. Perempuan itu menjerit histeris dan berlari ke arah perkampungan, sepanjang jalan dia terus saja berteriak-teriak dengan suara serak.

***

Di pos kamling, lima orang yang bertugas ronda saling berpandangan saat mendengar teriakan Yuli.

"Kenapa Bu Guru menjerit-jerit ya Dhe?" tanya Parmo pada Sono yang disebutnya pakdhe.

"Ya nggak tahu to le! Ayo kita ke sana, siapa tahu bu Guru butuh bantuan!" jawab Sono.

Berlima mereka bergegas mendatangi arah suara Yuli, di tengah jalan mereka bertemu dengan Yuli yang terjatuh di parit pembatas kebun teh.

"Ada apa Bu?" tanya Sono.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun