Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fantasy] Dunia Mr Grey Sand

22 November 2016   17:42 Diperbarui: 22 November 2016   17:50 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf!" kata Bhorrin dari seberang telepon.

"Nggak cukup hanya kata maaf Rin! Ini sudah yang ke berapakali kamu mengingkari janjimu hanya karena game. Aku bosan Rin! Lebih baik kita putus saja, daripada kita akan terus saling menyakiti!" sahut Zee tersendat menahan tangis.

Bhorrin terhenyak saat mendengar sambungan telepon di putus sepihak. Dia merasa sangat bersalah pada Zee tapi nggak mampu menahan hasratnya untuk menerima tantangan sesama gamer. Perlahan dia menutup matanya yang terasa perih, Zee nggak tahu dia menjadi gamer bukan sekedar menyalurkan hobby tapi juga mencari uang untuk membayar kuliahnya, karenanya dia seringkali lupa menepati janji bahkan membatalkan janji dengan Zee.

***

Zee membanting pintu kamarnya sekuat tenaga, getarannya terasa sampai ke kamar Judah adiknya. Judah yang merasa terganggu menghampiri Zee di kamarnya.

"Ngapain sih lo Zee? Kayak orang kesetanan tahu!" sentak Judah kesal.

"Diem lo anak kecil! Lo tuh sama aja dengan Bhorrin, kalau udah ngegame lupa segalanya!" Zee menjawab dengan kesal.

"Jiah, kenapa gue? Dengar Zee kadang hidup jangan terlalu serius lah! Sesekali lo perlu juga ngegame biar gag butek otak lo!" seru Judah sambil menyeringai.

"Bodo ah! Pergi sana gue mau tidur!" kata Zee mengusir Judah.

***

Entah berapa lama Zee tertidur, dia terbangun karena merasa silau dan panas menyegat kulitnya. Zee terkejut karena terbangun di tengah padang pasir yang sepi, sementara matahari sudah meninggi. Tenggorokannya terasa kering, Zee menggapai ke sebelah kanannya yang selalu tersedia segelas air. Tapi bukan gelas yang di dapatinya melainkan botol dati kuningan dengan tutup seperti sumbat kamar mandi.

Sejenak Zee merasa bingung, namun rasa haus menyadarkannya. Dia meraih botol kuningan dan segera membuka sumbatnya, Zee minum dengan tergesa demi memuaskan dahaganya. Hampir setengah botol dia habiskan, sesudahnya mata Zee tertumbuk pada sehelai kertas di pasir.

Zee meraih kertas itu dan membaca tulisan diatasnya," Selamat datang di petualangan barumu Zee! Kamu akan melewati sebuah rintangan jika hendak kembali ke duniamu tapi sebelumnya kamu harus menemukan sebatang kaktus dengan bunga berwarna merah darah. Kamu akan menemukan petunjuk pertamamu sebelum mencapai gerbang duniamu. Waktumu sebanyak sisa air yang ada di botol kuningan itu!"

Zee tertegun beberapa saat sebwlum memutuskan mengikuti semua perintah yang tertulis di kertas itu. Dia mengedarkan pandangan mencari-cari kaktus dengan bunga merah darah. Beberapa saat kemudian dia melihat semburat merah sepelemparan tombak jauhnya. Zee meraih botol kuningan itu dan melangkah mendekatinya.

Di batang kaktus, Zee melihat ada rongga yang di dalamnya terselip kain kumal. Tergesa Zee meraih kain tersebut hingga jarinya tertusuk duri-duri. Zee mendesis perlahan menahan sakit, ada beberapa duri yang tertancap di jari manisnya. Dicabutnya duri itu dan diisapnya jari yang berdarah.

Darah yang bercampur air liur malah menimbulkan rasa haus lagi. Zee meneguk kembali air yang ada di botol sembari membuka lipatan kain kumal yang dia temukan.

Di kain itu tergambar sebatang pohon kurma dengan oase di bawahnya. Juga gambar serupa angin berhembus. Zee merenung, dia nggak tahu apa arti gambar tersebut. Hampir saja dia putus asa setelah hampir dua jam tidak menemukan jawaban, sedang matahari semakin terik saja.

Angin yang berhembus memberinya inspirasi, mungkin dia harus mengikuti kemana angin berhembus. Zee merasa harus bertaruh dengan dirinya sendiri, dia ikuti kata hatinya atau diam saja menunggu ajal tiba.

Perlahan Zee mengikuti angin berhembus, berjalan tanpa arah pasti. Dia hanya mengikuti arah angin, kadang dia berhenti sejenak untuk mengistirahatkan kakinya yang lelah. Perasaan Zee campur aduk, antara takut, lelah, bingung dan semangat untuk segera pulang.

Entah berapa lama Zee berjalan, entah jam berapa sekarang, yang Zee tahu matahari sudah mulai meredup dan kakinya sangat lelah sementara air di dalam botol mulai menipis. Saat Zee mulai putus asa telinganya mendengarkan gemericik air yang terdengar sangat dekat. Zee menengok ke kanan kiri dan jantungnya melonjak sangat kencang.

Di sebelah kanannya Zee melihat pohon kurma dengan oase kecil, Zee mempercepat langkahnya seakan dia mendapat suntikan semangat. Sesampainya di oase, Zee mencelupkan wajahnya ke dalamnya tiba-tiba ada kekuatan besar yang menyedot Zee masuk ke dalam pusaran air. Oase yang tenang seperti menyimpan palung tersembunyi di dalamnya.

Zee ketakutan sekali saat merasakan tubuhnya meluncur turun dengan kecepatan penuh. Dia menjerit keras sekali dan tiba-tiba kepalanya membentur sesuatu yang keras. Zee membuka matanya lebar-lebar dan melihat mama, papa dan Judah mengelilinginya.

Di tangan Judah terdapat gelas yang sudah kosong dan tatapan matanya menunjukkan kalau dia sangat kesal.

"Sudah jejeritannya?" mulut adik satu-satunya nampak manyun.

"Kok pada ngumpul di sini?" tanya Zee heran. "Kuatir ya? Kan aku seharian menghilang!"

"Menghilang kemana? Dasar konyol! Makanya kalo pulang kuliah tuh mandi dulu baru tidur! Itupun bukan saat Magrib tahu!" kata mama Zee seraya menoyor kepala putrinya itu.

Bertiga, mereka meninggalkan kamar Zee meninggalkan gadis itu menggelosoh di lantai.

***

"Hun, aku minta maaf sekali lagi ya!" Bhorrin mencoba merayu Zee.

"Beneran deh! Aku main game nya di hari-hari yang nggak ada janji ma kamu! Please maaf in ya!" kata jejaka kurus itu lagi.

Zee meringis," Boleh kok ngegame! Tapi aku diajak ya! Dan nggak boleh tiap hari!"

Bhorrin membelalakkan matanya, tawa mereka pecah seketika.

#poeds 221116

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun