Hujan yang turun deras seusai pemakamanlah yang menyelamatkanku. Aku menangis tanpa seorangpun tahu, aku berduka tanpa seorang sadar akan keberadaanku. Dan aku terus berduka meski enam belas tahun sudah berlalu. Setiap hujan datang aku mencumbui kenangan bersama Bi. Persahabatan kami murni, tanpa dinodai asmara.Â
***
"Dhe, kamu masih di situ kan?" suara Dona di telepon menyadarkanku. " Tolonglah Dhe! Aku sudah mencari terapis kemana-mana dan namamu yang selalu disodorkan kepadaku. Hilda anakku didiagnosa streotypic self injury karena kecanduan meth. Dan mereka merekomendasikankamu sebagai konselor dan terapis. Kamu bisa kan Dhe? Demi persahabatan kita di masa lalu!"
Â
Persahabatan? Ku pejamkan mata yang tiba-tiba memerih. " Ya Don! Nanti aku jadwalkan, minggu depan kita bertemu di Center saja ya!" jawabku mengakhiri percakapan kami. Kuletakkan telepon di sandarannya, kulayangkan pandangaku ke arah jendela. Hari ini hujan cukup deras, suara tetesannya bergemuruh, sama seperti perasaanku saat ini. Profesiku yang mempertemukanku dengan masa lalu, semoga aku bisa memaafkan walaupun mustahil melupakan yang pernah terjadi.
Â
#poeds 151016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H