Ketika telah menjadi orangtua yang sudah memiliki anak, banyak yang sering mengeluh tentang kenakalan seorang anak.Â
Wajar saja, jiwa seorang anak mempunyai keinginan untuk mengetahui sangat tinggi. Ditambah saat mereka mulai beranjak remaja, jiwa mereka sangat berkobar untuk mencari jati dirinya.Â
Sebagian besar kita telah merasakan hal tersebut. Disaat menjadi anak-anak, kita tertarik semua hal. Bahkan tak sedikit anak berusaha mencari perhatian untuk diakui keberadaannya, termasuk berbuat usil. Hal inilah kebanyakan orangtua mengeluh terhadap anaknya.
Namun setiap orangtua mempunyai cara mendidik yang berbeda-beda. Cara orangtua mendidik anaknya akan menghasilkan tingkah-laku seorang anak dimasa depan.Â
Banyak orang tua yang kecewa terhadap apa yang dilakukan seorang anak. Namun banyak yang luput bahwa anak bisa saja memberontak ketika berhadapan dengan orangtuanya.Â
Hal inilah yang digambarkan film "The Big Brother" yang diperankan Donny Yen. Sebenarnya, jalan cerita film ini sangat klise. Walaupun film ini sangat klise dan gampang ditebak, film ini masih sangat layak ditonton untuk beberapa tahun kedepan. Selain itu, banyak pesan moral ketika menghadapi kenakalan seorang anak.Â
Film ini merupakan film yang berbeda dari film yang diperankan Donny Yen. Pasalnya, Donny Yen dikenal melalui film aksi. Walaupun ada scene yang memperlihatkan adegan pertarungan, namun adegan tersebut tidak begitu dominan karena film ini lebih mengarah ke genre Romance Family.
Dari tulisan ini, kita bisa melihat seperti apa seorang guru dalam menghadapi kenakalan murid didiknya. Selain itu, mungkin ada faktor dari film ini yang bisa diterapkan dalam kehidupan nyata dalam menghadapi anak-anak.Â
Film ini menggambarkan seorang guru yang mengajar dikelas yang mayoritas murid-murid nya anak bandal. Mungkin kalau didunia nyata, pasti banyak guru yang tidak mau mengajar di kelas itu.Â
Disekolah itu, muridnya sangat beragam. Mulai dari yang pintar, atlit, bahkan gerombolan perusuh juga ada. Tetapi Henry Chen yang diperankan Donny Yen mau mengajar dikelas para berandalan. Ia merupakan pensiunan tentara sekaligus alumni sekolah yang ia mengajar. Ia juga dulu merupakan bocah berandalan yang suka buat onar.Â
Karena itulah ia paham saat berhadapan dengan murid yang amat rusuh. Tokoh utama difokuskan kepada 5 orang anak yang memiliki kemampuan yang berbeda, namun memiliki kesamaan bahwa mereka sering diabaikan dari lingkungan mereka. Mereka diibaratkan sebagai kecoa yang sering membuat guru-guru geram.Â
Sekolah itu akan ditutup jika sekolah itu tak mampu menghasilkan murid yang lolos ke Universitas Negeri ternama.
Henry Chen berhasil menghadapi mereka. Bahkan ia berhasil menyatukan kelima anak tersebut dengan keluarganya masing-masing. Bisa dilihat bahwa pengaruh Henry Chen mempunyai dampak yang sangat diperhitungkan.Â
Jika kamu merasa dunia itu tidak adil, kamu harus membuktikan bahwa hal itu adalah salah.Â
Kata-kata itu yang dilontarkan Henry Chen saat melerai anak muridnya yang berkelahi. Hal itu yang membuat saya berkesan saat menonton film "The Big Brother". Terkadang saat seorang anak mengalami kegagalan, banyak yang berpikir bahwa dunia ini tidak adil.Â
Orang dewasa juga banyak yang berpikir seperti itu. Namun kita lupa bahwa banyak jalan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi. Film ini sangat banyak pesan moral dalam hal mendidik seorang anak dalam lingkungan keluarga, lingkungan hidupnya, bahkan disekolah sekalipun.Â
Mungkin tidak banyak orang yang sanggup dalam mengatasi kenakalan seorang anak. Namun ada faktor tertentu yang mempengaruhi saat anak berontak atau membantah perkataan orangtuanya. Salah satunya mempunyai ekspetasi yang tinggi.Â
Kita mengetahui bahwa setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Seandainya orangtua menginginkan anaknya jadi dokter, orangtuanya akan marah ketika anaknya gagal.Â
Jalankan ingin jadi dokter atau sebagainya, anaknya tidak dapat ranking satu saja bisa membuat orangtuanya murka.Â
Hal itu yang menjadi kegelisahan anak saat mempunyai tuntutan yang lebih. Ketika anak mengalami hal tersebut, anaknya akan jenuh menghadapi orangtuanya. Sehingga banyak anak yang mencari pelampiasan atas kejenuhan yang ia rasakan. Entah ia akan bermain game, bolos, atau yang paling parah melakukan tindakan pidana untuk mencari kesenangannya.Â
Inilah yang menjadi keresahan banyak orangtua ketika menghadapi anaknya. Perlu diketahui bahwa orangtua berekspektasi lebih kepada anaknya untuk membuat hidup anaknya bisa lebih baik dari anaknya.Â
Namun, terkadang kita tidak melihat apakah anaknya mau menerima atau menginginkan hal yang diinginkan orangtua nya.
Kelakuan yang paling umum dilakukan orangtuanya ialah membandingkan anaknya dengan orang lain. Saudara kandung saja mempunyai kemampuan yang berbeda, apalagi orang lain. Ketika anaknya orang lain lebih unggul dibandingkan dengan anaknya, orangtua akan membandingkannya.Â
"Noh, liat tuh anaknya pak Ucok dapat ranking satu. Masa kamu engga? Coba kamu kayak dia, bapak pasti bangga"
Kata tersebut sering terlontar saat orangtua kepada anaknya. Anak kalau mendengar hal itu pasti dia akan risih. Ini akan membuat anak akan malas mendengarkan perkataan orangtua nya bahkan membantahnya.Â
Perilaku itu terdengar sepele, namun perbandingan antara orang lain dengan dirinya mampu mempengaruhi pola pikir anak bahwa dirinya tidak berguna.
Kasus yang paling sering membuat anak semakin liar adalah kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT. KDRT yang dimaksud bukan hanya terhadap sesama pasangan, melainkan kekerasan fisik maupun verbal terhadap anak. Kekerasan yang dilihat seorang anak akan berpikir bahwa yang dilakukan orangtua nya adalah benar.Â
Namun kasus KDRT sendiri lebih diarahkan kepada Psikolog. Karena kekerasan sendiri akan mempengaruhi mental seseorang, apalagi jika berlangsung terjadi dalam kurun waktu yang lama. Untuk itu keluarga mempunyai peran penting dalam menghadapi kasus tersebut.Â
Di Indonesia sendiri jika kita melawan perkataan orangtua, kita dianggap durhaka. Itulah kenapa anak tidak mau bersuara atau melawan orangtuanya. Apalagi jika hal itu dikaitkan dengan agama, pasti anaknya tidak akan melawan meski orangtua nya salah.Â
Bukan hanya itu, ketika seorang anak melakukan kenakalan, orangtua sering mewajarkan hal itu. Saling ejek, bullying, bahkan perkelahian sesama anak-anak dianggap sepele oleh orang dewasa. Hal inilah yang tidak dilihat orangtua.Â
Mungkin ada yang berpendapat bahwa manusia tidak sempurna, termasuk mendidik anak. Hal itu sah saja dikatakan. Apa yang diberikan orangtua ke anaknya tidak sepenuhnya diambil oleh anaknya. Walaupun orangtua ingin hidup anaknya ingin lebih baik dari dirinya.Â
Cara pikir tersebut tidak salah. Namun apa yang kita tabur, itulah yang kita tuai. Ketika anaknya sukses mengejar impiannya, orangtua akan bangga dengan dirinya.Â
Jadi, yang perlu dilakukan adalah mendengar apa yang anaknya ingin katakan. Karena seorang anak pasti ingin mendapatkan pengakuan dan ingin didengar pendapatnya.Â
Selain mendengarkan pendapatnya, membimbingnya agar ia mengetahui apa yang baik dan yang buruk untuk dilakukan.Â
Pembekalan sebab-akibat sedini mungkin akan berdampak ke perilaku seorang anak. Hal itu akan meminimalisir jika seorang anak akan bertindak buruk, sesuai norma sosial yang berlaku di lingkungannya.
Mungkin jika kita belajar teori sosial terhadap Rewards & Punishment, hal itu bisa diterapkan pada mendidik seorang anak. Jika seorang anak berhasil mendapatkan nilai bagus atau memecahkan sebuah masalah, ia akan reward yang sepadan. Namun ia gagal atau melanggar aturan yang berlaku, ia akan mendapatkan hukuman.Â
Rewards & Punishment mungkin menimbulkan perdebatan dalam menangani anak yang jiwanya masih labil. Karena mampu menciptakan persaingan yang tidak sehat bagi seseorang.Â
Anak jika dipuji bahwa ia bisa melakukan sesuatu, ia akan merasa dihargai walaupun sekecil apapun itu. Namun hal tersebut mungkin bisa diterapkan bagi anak agar bisa termotivasi untuk terus berkarya.Â
Saya sempat menjelaskan soal seorang anak dibandingkan dengan orang lain. Tujuan orangtua mungkin bagus untuk mencontoh untuk bisa lebih hebat dari anak tetangga.Â
Namun, hal itu juga mempengaruhi cara pikir anak. Jika seorang anak gagal dan terus dibandingkan dengan orang lain, maka ia akan berpikir bahwa ia tidak akan berguna bahkan sampai ia dewasa.Â
Selain itu, kekerasan fisik atau verbal seharusnya dihindari. Bukan hanya menimbulkan tindakan pidana yang melanggar hukum, namun akan berdampak bahwa kekerasan tersebut akan dilakukan juga terhadap seorang anak. Hal itu akan dilakukan anak karena orangtuanya atau orang sekitarnya juga melakukan hal yang sama.Â
Selain itu, ia akan mengalami trauma yang mungkin akan menyebabkan anaknya depresi. Hal ini yang banyak terjadi diberbagai daerah. Untuk itulah kekerasan jenis apapun lebih baik dihindari.Â
Sardo Sinaga
22 Oktober 2021
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI