Mohon tunggu...
Sardo Sinaga
Sardo Sinaga Mohon Tunggu... Freelancer - IG: @raja_bodat

Pecinta Sejarah dan Ilmu Budaya. Pemula. Menulis Apa Saja Yang penting Tidak Melanggar Hukum.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Problematika terhadap Antirokok

6 Oktober 2021   16:30 Diperbarui: 6 Oktober 2021   17:32 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh cottonbro dari Pexels

Akhir-akhir ini, isu terhadap rokok marak diberbagai pemberitaan. Hal itu dipicu oleh gagasan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan terhadap larangan anti rokok. Sebenarnya isu tersebut sudah sering diisukan untuk larangan rokok. Namun ada hal-hal tertentu dalam melihat kasus rokok. 

Banyak isu yang mengatakan bahwa rokok bisa menyebabkan penyakit bahkan kematian. Menurut data dari Kementrian Kesehatan, tahun 2018 angka kematian terhadap kanker paru-paru mencapai 12,6% dan 87% berhubung dengan rokok. 

Data dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019 yang dirilis pada hari ini menunjukkan bahwa 40,6% pelajar di Indonesia. Angka ini cukup besar ditambah lagi umur mereka diantara umur 13 sampai 15 tahun. 

Hal ini bisa dikatakan serius dikarenakan angka tersebut cukup besar. Ditambah peredaran rokok di Indonesia sangat mudah ditemukan. Toko kelontong, supermarket, bahkan kafe juga bisa dengan mudah ditemukan. 

Ditambah harga rokok sendiri masih cukup terjangkau untuk Negara Indonesia. Harga 1 kotak rokok saja antara Rp. 20.000 sampai Rp. 30.000 atau sekitar rata-rata USD 1,82. 

Sementara negara tetangga kita Malaysia dengan rata-rata USD 4.19 atau sekitar RP. 60.000. Sehingga ada juga yang beralasan untuk tidak merokok karena mahal. 

Berbanding terbalik antara Malaysia dan Indonesia. Di Malaysia, aturan membeli rokok cukup ketat. Orang yang ingin membeli rokok harus diatas umur 18 tahun dengan disertakan tanda pengenal. 

Beberapa negara maju seperti Singapore, Australia, America, Korea Selatan, dan sebagainya telah menetapkan aturan tersebut. Namun di Indonesia anak umur 10 tahun bisa leluasa. 

Namun jika kita telusuri, sejarah rokok  punya perjalanan yang cukup panjang. Rokok sendiri diperkenalkan dari abad 15 yang digunakan oleh masyarakat Amerika Latin. Namun fungsi rokok saat itu biasanya digunakan untuk upacara adat setempat. Lalu tembakau dan produk rokok mulai dibawa dan diproduksi massal di Eropa. 

Baca juga: Sejarah Rokok Dari Masa Ke Masa

Foto oleh Jessica Nunes dari Pexels
Foto oleh Jessica Nunes dari Pexels

Kasus anti rokok ini dianggap sentral karena angka kematian cukup tinggi di Indonesia. Banyak aktivis HAM dan lingkungan mengedepankan hidup sehat. Anti rokok ditujukan agar bisa menekan kasus korban yang berjatuhan karena rokok. 

Korban rokok sendiri sebagai orang pertama yang merasakan dampaknya. Selain pengguna rokok, orang sekitar juga merasakan dampaknya. Mereka disebut perokok pasif karena mereka yang tidak merokok tetapi menghirup asap rokok dari orang sekitar. 

Bagaimana para aktivis HAM melihat korban PHK pabrik rokok? Ini yang jarang diketahui dari para aktivis HAM dalam melihat kasus rokok. 

Alhasil, secara tidak sadar juga memberikan dampak kepada mereka. Namun harus kita ketahui, jika anti rokok memang diterapkan akan adanya korban selanjutnya. Petani cengkeh, tembakau, pabrik rokok, ekspor impor tembakau juga terkena imbasnya. 

Data dari CNN Indonesia menyatakan  adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebanyak 14.667 orang ditahun 2020. Itupun dikarenakan pandemi. Pada saat pandemi saja, banyak buruh yang mendapat potongan jam kerja dan pendapatan. 

Jika diruntut dalam 10 tahun kebelakang, total buruh pabrik terkena PHK menyentuh angka 60 ribu. 

Hal ini yang menjadi dilema bagi pemerintah saat ini. Ketersediaan lapangan kerja yang semakin sempit bagi pemerintah dan pengembang usaha. Ditambah efek pandemi semakin memperparah kondisi  perekonomian negara. 

Padahal, cukai dari rokok tersebut cukup besar untuk pendapatan negara. Pada kuartal pertama 2021, penerimaan cukai Rp49,56 triliun atau 27,54 persen dari cukai negara. Pendapatan dari rokok karena masih termasuk legal bagi negara. Hal ini cukup signifikan dari beberapa tahun sebelumnya. 

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 6/PUU-VII/2009 dan No. 54/PUU-VI/2008, ditegaskan bahwa rokok adalah produk yang secara hukum legal.

Foto oleh mikoto.raw Photographer dari Pexels
Foto oleh mikoto.raw Photographer dari Pexels
Dari aturan tersebut, pemerintah tetap memperbolehkan peredaran rokok di Indonesia. Bukan hanya Indonesia, sebagian besar negara-negara dari berbagai dunia tetap meneruskan peredaran rokok sebagai pendapatan walaupun tak signifikan. 

Selain melegalkan rokok, batasan usia harus ditetapkan. 

Di Indonesia sebenarnya telah memberlakukan hal tersebut, namun pengawasan masih sangat kurang. Bagaimana tidak? Anak usia sepuluh tahun bisa dengan leluasa membeli rokok. 

Pada aturan negara sendiri telah dijelaskan adanya kawasan tertentu dalam peredaran rokok. Dalam pedoman Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang dikeluarkan dari Kementerian Kesehatan ada beberapa aspek dalam KTR. 

Dalam Bab II ayat I dijelaskan KTR sendiri meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lain yang ditetapkan. 

Hasil dari tangkapan layar dari ngada.org yang membahas peraturan Kementerian Kesehatan.
Hasil dari tangkapan layar dari ngada.org yang membahas peraturan Kementerian Kesehatan.
Itu artinya, ada batasan khusus dalam rokok. Banyak kawasan khusus bagi bebas rokok. Tempat umum seperti taman, kantor, tempat perbelanjaan, dan kawasan umum lainnya yang menerapkan area bebas rokok. Karena banyak orang yang tidak merokok. 

Tetapi kondisi masyarakat Indonesia masih cukup tinggi dalam konsumsi rokok. 

Akhirnya banyak juga tempat umum yang menyediakan Smoke Area, khususnya restoran dan tempat perbelanjaan. Aturan tersebut sebenarnya sudah cukup bijak untuk ditetapkan. 

Selain membedakan tempat khusus rokok ditempat umum, menaikkan harga rokok juga efektif dalam mencegah para perokok selain meningkatkan pendapatan negara. Namun perlu diketahui, memutus kebiasaan merokok sangat sulit untuk diberantas. 

Kenapa? Biasanya orang yang sudah merokok akan sulit lepas dari rokok. 

Bukan berarti tidak bisa. Bukannya mau untuk mendukung para perokok, namun jika peredaran rokok diputus, akan ada resiko lain yang akan muncul. 

Namun yang kurang yaitu dari segi pengawasan seperti negara tetangga kita, Singapore dan Malaysia. 2 negara tersebut tidak memutus rokok untuk gaya hidup sehat semata, melainkan adanya regulasi yang mengatur peredaran rokok tersebut.

Sardo Sinaga 

06 Oktober 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun