Kasus anti rokok ini dianggap sentral karena angka kematian cukup tinggi di Indonesia. Banyak aktivis HAM dan lingkungan mengedepankan hidup sehat. Anti rokok ditujukan agar bisa menekan kasus korban yang berjatuhan karena rokok.Â
Korban rokok sendiri sebagai orang pertama yang merasakan dampaknya. Selain pengguna rokok, orang sekitar juga merasakan dampaknya. Mereka disebut perokok pasif karena mereka yang tidak merokok tetapi menghirup asap rokok dari orang sekitar.Â
Bagaimana para aktivis HAM melihat korban PHK pabrik rokok? Ini yang jarang diketahui dari para aktivis HAM dalam melihat kasus rokok.Â
Alhasil, secara tidak sadar juga memberikan dampak kepada mereka. Namun harus kita ketahui, jika anti rokok memang diterapkan akan adanya korban selanjutnya. Petani cengkeh, tembakau, pabrik rokok, ekspor impor tembakau juga terkena imbasnya.Â
Data dari CNN Indonesia menyatakan  adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebanyak 14.667 orang ditahun 2020. Itupun dikarenakan pandemi. Pada saat pandemi saja, banyak buruh yang mendapat potongan jam kerja dan pendapatan.Â
Jika diruntut dalam 10 tahun kebelakang, total buruh pabrik terkena PHK menyentuh angka 60 ribu.Â
Hal ini yang menjadi dilema bagi pemerintah saat ini. Ketersediaan lapangan kerja yang semakin sempit bagi pemerintah dan pengembang usaha. Ditambah efek pandemi semakin memperparah kondisi  perekonomian negara.Â
Padahal, cukai dari rokok tersebut cukup besar untuk pendapatan negara. Pada kuartal pertama 2021, penerimaan cukai Rp49,56 triliun atau 27,54 persen dari cukai negara. Pendapatan dari rokok karena masih termasuk legal bagi negara. Hal ini cukup signifikan dari beberapa tahun sebelumnya.Â
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 6/PUU-VII/2009 dan No. 54/PUU-VI/2008, ditegaskan bahwa rokok adalah produk yang secara hukum legal.