Di Indonesia sendiri, pengaruh toxic terbilang cukup parah. WHO pernah menyatakan bahwa masyarakat Indonesia salah satu negara yang paling tidak ramah. Ini merupakan pukulan telak bagi masyarakat Indonesia.Â
Salah satu kasus yang baru-baru ini yaitu berasal dari konten kreator asal Filipina Reemar Martin. Dia merupakan korban dari tangan-tangan aggressive orang Indonesia.Â
Karena ganasnya tangan orang Indonesia dalam media sosial, ia sampai pensiun dari media sosial. Itu salah satu betapa kejamnya orang Indonesia dalam menggunakan teknologi. Sebenarnya cukup banyak kasus toxic yang viral dimedia, namun itu salah satunya.Â
Pada awal tulisan ini, penulis sempat menulis juga pernah pengaruh toxic tersebut. Terkadang susahnya mengontrol ucapan-ucapan yang penulis lontarkan. Salah satunya penggunaan kosa kata kasar.Â
Pada pertama kali kuliah dulu disuatu universitas di Jawa. Penulis sempat dijauhi beberapa teman sekelas karena cukup ganas dalam berbicara. Akhirnya penulis mencoba meminta maaf dan mencoba berbaur.Â
Bukan hanya sekali, penulis sempat ditegur oleh beberapa kerabat penulis dengan alasan yang sama.Â
Penulis sempat berpikir betapa sulitnya menghilangkan kebiasaan buruk. Hal yang sebenarnya cukup berbahaya namun masih banyak yang mewajarkan hal tersebut. Karena itulah penulis tercetus membuat tulisan ini.Â
Namun penulis menemukan sesuatu yang menarik. Beberapa hari lalu saat bermain Facebook, penulis melihat status yang cukup membuat penulis terkesima. Ia merupakan senior penulis saat SMA dulu.Â
Ia berkata Toxic sendiri bukan hanya berasal dari energi negative saja, tetapi hal positive juga berlaku. Ia memblokir salah satu temannya bukan karena ia memberikan berkata kasar atau ber-energi negative. Tetapi sebaliknya.Â