Toxic merupakan topik pembahasan yang tidak ada habisnya. Kita sendiri pernah berbuat toxic secara sadar atau tidak. Banyak orang menyuarakan anti toxic.Â
Salah satunya penulis. Banyak sekali penulis berkoar akan bahayanya toxic. Namun banyak juga yang tidak sadar bahwa yang mereka lakukan juga tindakan toxic.Â
Penulis juga pernah berbuat toxic sebelumnya. Pengaruh toxic yang dialami penulis merupakan hasil dari lingkungan. Itulah kenapa penulis cukup sulit dalam menulis tentang toxic.Â
Pada dasarnya, toxic diambil dari kata poison yang berarti racun. Sifat racun sendiri berupa benda atau zat yang berbahaya. Dari hal tersebut toxic digambarkan sebagai pengaruh buruk bagi seseorang maupun kelompok.Â
Toxic sebuah fenomena sosial yang memberikan pengaruh kepada seseorang dengan tujuan tertentu. Bentuk dari toxic ini sifatnya berupa kontak fisik maupun emosional. Namun sifatnya mempunyai beberapa tipe.
Yang paling umum yaitu verbal. Gaya bicara dan gesture tubuh merupakan tipikal paling gampang dilihat. Berbicara dengan kosa kata kasar, gerakan tangan yang melambangkan suatu hal, dan sejenisnya.Â
Toxic secara fisik juga bisa berdampak pada emosional. Menyentil orang dengan cara tiba-tiba, membanting atau melempar barang secara spontan, bahkan yang paling ekstream ialah perkelahian.Â
Faktor lingkungan sebagai tempat dimana toxic itu tumbuh. Rumah, sekolah, tempat kerja, bahkan sosial media.Â
Di Indonesia sendiri, pengaruh toxic terbilang cukup parah. WHO pernah menyatakan bahwa masyarakat Indonesia salah satu negara yang paling tidak ramah. Ini merupakan pukulan telak bagi masyarakat Indonesia.Â
Salah satu kasus yang baru-baru ini yaitu berasal dari konten kreator asal Filipina Reemar Martin. Dia merupakan korban dari tangan-tangan aggressive orang Indonesia.Â
Karena ganasnya tangan orang Indonesia dalam media sosial, ia sampai pensiun dari media sosial. Itu salah satu betapa kejamnya orang Indonesia dalam menggunakan teknologi. Sebenarnya cukup banyak kasus toxic yang viral dimedia, namun itu salah satunya.Â
Pada awal tulisan ini, penulis sempat menulis juga pernah pengaruh toxic tersebut. Terkadang susahnya mengontrol ucapan-ucapan yang penulis lontarkan. Salah satunya penggunaan kosa kata kasar.Â
Pada pertama kali kuliah dulu disuatu universitas di Jawa. Penulis sempat dijauhi beberapa teman sekelas karena cukup ganas dalam berbicara. Akhirnya penulis mencoba meminta maaf dan mencoba berbaur.Â
Bukan hanya sekali, penulis sempat ditegur oleh beberapa kerabat penulis dengan alasan yang sama.Â
Penulis sempat berpikir betapa sulitnya menghilangkan kebiasaan buruk. Hal yang sebenarnya cukup berbahaya namun masih banyak yang mewajarkan hal tersebut. Karena itulah penulis tercetus membuat tulisan ini.Â
Namun penulis menemukan sesuatu yang menarik. Beberapa hari lalu saat bermain Facebook, penulis melihat status yang cukup membuat penulis terkesima. Ia merupakan senior penulis saat SMA dulu.Â
Ia berkata Toxic sendiri bukan hanya berasal dari energi negative saja, tetapi hal positive juga berlaku. Ia memblokir salah satu temannya bukan karena ia memberikan berkata kasar atau ber-energi negative. Tetapi sebaliknya.Â
Ia berkata temannya itu memiliki apa yang Ia punya dan diperlihatkan di Facebook. Itu bukanlah sesuatu yang buruk dan sangat wajar dilakukan.Â
Itu dilakukan karena membuat kekhawatirannya bahwa yang dia lakukan tidak bisa ia lakukan. Namun ia mampu berdamai dengan kekhawatirannya dan membuka blokiran temannya.Â
Pada akhir statementnya ia berkata, toxic bukan hanya berasal dari energi negative, tetapi hal positive juga mampu menjadi sebuah toxic.Â
Jujur saja, penulis sempat terdiam karena statusnya walaupun penulis tidak tahu siapa yang dia maksud. Terdiam dalam artian apa yang terjadi pada dirinya bisa terjadi untuk orang lain.Â
Penulis juga sempat mengalami hal yang ia alami. Namun penulis tidak melakukan hal yang se-ekstream itu. Penulis setuju apa yang ia katakan.Â
Namun penulis mengambil kesimpulan bahwa apa yang kita lakukan dapat mempengaruhi emosional seseorang. Terlepas dari baik buruk yang Ia kerjakan. Efek dari hal itu justru mampu memberikan respon apa yang akan terjadi kedepannya.Â
Mungkin sekian dari tulisan ini. Jika kurang dalam pembahasannya mohon dimaklumi. Karena penulis cuma ingin meluapkan apa yang penulis pikirkan. Terima kasih.Â
Sardo Sinaga
06 September 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H