Hal yang intrinsik dari kisah Kitab Rut ini adalah dimensi multi-cultural, dua kelompok etnis, Moab dan Israel. Sesungguhnya dalam konteks ini, ada percampuran budaya, yang berarti hidup dalam budaya berbeda. Naomi dan keluarganya meninggalkan Israel dan menjadi orang asing di Moab dan Rut meninggalkan Moab menjadi pendatang di Israel sebagai orang asing juga. Persis inilah yang menjadi fokus perhatian saya dalam paper, sebagaimana menjadi satu ketakutan yang muncul di zaman modern ialah xenophobia. Keluarga Naomi hidup sebagai pendatang (orang asing) di tanah Moab.
Menjadi saudara bagi yang lain tanpa menegasi identitas masing-masing. Persoalan yang akan menjadi masalah besar dalam sebuah kehidupan bersama adalah ketika satu sama lain memilih untuk melupakan identitas masing-masing. Tokoh dalam kitab Rut, khususnya Naomi dan Rut tidak menolak identitas mereka. Mereka mau menjadikan sesama sebagai saudara. Menjadi saudara bagi yang lain dapat menjadi para pembawa kabar baik dan buahnya dapat dirasakan secara nyata dan konkret oleh orang-orang di sekitar kita. Salah satu ketakutan yang muncul di zaman modern adalah xenophobia. Ketakutan terhadap yang asing paradoks semakin menglobal semakin kita takut pada yang lain.
Dialog sosial untuk sebuah masyrakat adalah hal yag penting dibangun dalam kehidupan bermasyrakat. Dalam kitab rut kita mendengar kisah bahwa keluarga Elimelekh berpindah dari Betlehem ke Moab. Studi mengenai sejarah peradaban dan kemanusiaan, menunjukan bahwa sejarah asal muasal 'homo sapiens' telah menunjukan bahwa perpindahan manusia dari satu wilayah ke wilayah lainya, sama tuanya dengan dengan spesies manusia itu sendiri.
Orang Asing dan Panggilan Mengasihi
Migrasi merupakan penggerak bagi perkembangan peradaban manusia. Dalam perspektif biblis dan teologis, migrasi merupakan realitas umat Allah karena secara inheren menjadi bagian dari sejarah keselamatan (salvation story as a moving reality): migrasi manusia pertama, Kej 3:23); migrasi Abraham (kej.12;1-7) migrasi dari Kanaan ke Mesir dan sebaliknya (Kej 46 dan Kel.12), migrasi pasca Babel (2 Raj.25) dan pengungsian kelarga kudus dari Betlehem ke Mesir.
Allah yang menyelamatkan adalah Allah yang bemigrasi, Allah yang menemani perjalanan dari orang asing di tanah-tanah asing. Yesus sendiri bahkan yang datang kedunia dalam diri Maria sebenarnya adalah usaha untuk menemukan 'realitas asing'. Yesus mau ada bersama dan menemani. Visi teologis yang demikian tentunya membawa implikasi penting tentang cara berada dan cara bertindak setiap umat beriman dihadapan para kaum migran atau pengungsi.
Dalam Kitab Rut kita melihat status orang asing dan identitas ini sangat ditekankan. Nama Rut sering diikuti latarbelakangnya sebagai orang Moab. Identitas etnis mempengaruhi perlakuan orang-orang Israel atas dirinya. Neil Glover dalam artikelnya, melihat bahwa pendekatan antropogis kadang berimplikasi negatif. Memang ada pengakuan, Rut bisa menjadi orang Israel, sebagaimana dalam bab 4 kita melihat adanya pengakuan setelah ia diterima sebagai orang Isral dalam komunitas Betlehem. Hal ini sesuai dengan konstruksi tentang etnis identitas, dimana keturunan biologis tidak selalu diperlukan untuk kepemilikan sebuah etnis.
Ada tiga interpretasi yang bisa dilihat untuk menunjukan identitas Rut: Pertama, Rut menjadi orang Israel atas sumpah setia Naomi, (Rut. 1:6), kedua, penerimaan oleh komunitas Betlehem adalah tanda Rut menjadi dan masuk dalam budaya Israel, hal ini memenuhi kriteria keanggotaan Rut. (Rut 4:11), ketiga menolak dua kemungkina diatas sebagai buah pemikiran dari orang-orang yang memegang teguh pada kesetian pada komunitas. Penerimaan dan penyambutan dapat menghapus Gen biologis tetapi tidak pernah secara utuh dan sepenuhya sebagai orang Israel.
Salah satu deskripsi yang sangat menonjol adalah identitas Rut sebagai orang Moab, sebuah kelompok yang cendrung dinilai buruk dalam status identitas sosial. Streotipe ini mengeneralisasi semua orang Moab, dan juga Rut.[10] Orang Israel memang mengakui orang Moab sebagai Kerabat (Ul. 2:8-9) tetapi penghinaan atas asal muasal orang Moab karea Inses masih menjadi persoalan dalam mengafirmasi relasi mereka (Kej. 19:30-38).
Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, kesetiaan dapat kita jumpai dan diteladani dari kehidupan Rut, perempuan saleh dari Moab, yang menikah dengan seorang yang berbeda baik kepercayaannya maupun latar belakang budaya. Seiring berjalannya waktu Rut yang telah mengamati, mengalami, dan merasakan sendiri kebaikan dan kepercayaan yang dianut oleh suami dan juga menantunya, kemudian memutuskan untuk juga meyakini kepercayaan suaminya.
Ditengah kehidupan Rut sebagai perempuan asing, ia semakin percaya kepada Tuhan, Allah Israel dan memilih tetap ikut dengan mertuanya kembali ke Yehuda daripada tinggal dibangsanya sendiri. Keberaninnya untuk menjejaki kaki mengikuti Naomi adalah bukti bahwa dirinya mampu melampui batas liminal. Rut mau menjadi asing demi kebaikan orang lain. Inilah panggilan kemanusian, sebagaimana Paus Fransiskus serukan dalam pesannya.