Penafsiran secara literer atau harafia (teks itu sendiri)
Pertama-tama Kitab Suci dibacanya dengan maksud untuk memahami teks Kitab Suci dengan setepat mungkin dan untuk menyajikan terjemahan Kitab Suci yang paling menyakinkan. Ini misalnya, langkah pertama dilakukan adalah mengetahui secara benar apa yang ditulis dan maksud asli tulisan tersebut.[4]
Untuk mencapai hal itu maka, pertama: diadakan penelitian luas dan dibuatnya suatu terjemahan kitab suci dengan enam kolom sejajar, dari kiri ke kanan, mulai dengan teks Ibrani yang ditulis dengan Ibrani. Origenes bahkan berdiskusi dengan rabi-rabi untuk memastikan kebenarannya dan telah dipahaminya dengan tepat.
Kemudian Origenes melanjutkan telaah literenya teks Ibrani yang ditulis dalam huruf Yunani. Lalu ia juga menyajikan empat terjemahan lain sebagai komparasi kemungkinan-kemungkinan yang berbeda untuk menerjemahkannya.
Sinopsis sangat besar ini diberi nama Hexpla, yang berarti enam kolom. Inilah hal penting pertama dalam memahami kitab suci menuert Origenes, yakni mengetahui dengan tepat apa yang telah ditulis, teks itu sendiri.
Kedua: membaca secara sistematis, dengan komentar-komentar yang diacukan dalam teks. Komentar-komentar yang ada dalam teks yang didapat oleh Origenes ketika ia mengajar di Alexandria dan di Caesarea, menjadi pegangan penting baginya.
Ia menerangkan praktis ayat demi ayat dalam Kitab Suci dengan memakai pendekatan yang mendetail, luas dan analitis, dan dengan catatan-catatan yang bersifat psikologis dan doctrinal. Ia bekerja secara sungguh-sungguh untuk mengetahui apa yang mau dikatakan pengarang suci.[5]
Penafsiran yang bersifat moral
Dimensi kedua yang ditekankan oleh Origenes adalah nilai moral yang ditawarkan dari pembacaan akan teks Kitab Suci[6]. Penafsiran ini bertujuan untuk meningkatkan nilai kehidupan masyrakat dengan mempelajari teladan hidup tokoh dalam Kitab Suci. Tata laku hidup dijadikan sebagai acuan moral yang mengacu pada teks Kitab Suci.
Metode penafsiran ini memiliki kualitas yang lebih besar bila dibandingkan dengan penafsiran secara harafiah. Alasnnya adalah jika penafsiran harafia atau literer digunakan untuk memahami teks itu sendiri, sedangkan penafsiran yang berdimensi moral, memberikan bias untuk masyarakat atau jemaat lainnya.
Penafsiran berdimensi spiritual