Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium 11 menjelaskan bahwa 'mereka yang menerima sakramen tobat memperoleh pengampunan dari Allah dan sekaligus didamaikan dengan Gereja'. Perdamaian dengan Gereja berarti berada dalam relasi etis dan tanggung jawab serta menghayati nilai-nilai kebaikan dalam hidup bersama (nilai moral kristiani).
Katekismus Gereja Katolik 1431 memberikan empat unsur pertobatan yang mana terjadi perubahan radikal orientasi dalam hati dari yang berpaling dari jalan Allah menuju pada Allah (pertama), menolak untuk bertindak buruk atau jahat khususnya pada setiap tindakan yang sudah dilakukan sebelum rekonsiliasi (kedua), keinginan untuk mengubah hidup dan harapan akan dibantu oleh Allah pada hal-hal baik (ketiga) dan mengubah hidup pada kebahagian atau tidak susah dan sedih (keempat).
Dari uraian ini dapat diketahui nilai-nilai moral yang muncul dalam tradisi pengakuan dosa. Pengakuan dosa bukan hanya menjadikan pribadi seseorang kudus, tetapi bersedia mengubah pada keyakinan untuk berkanjang dalam kebaikan dan hidup damai dengan sesama manusia. Agustinus menekankan pertobatan berarti perubahan moral, kembali pada tata laku yang baik (bdk. Civitate Dei). Hal ini mengafirmasi adanya perkembangan moral dalam tradisi pengakuan tersebut.
Dalam tradisi rekonsiliasi, hal penting dari pihak manusia yang berdosa adalah pengakuan untuk menyadari dan menerima diri sebagai pendosa dan menjalankan kehidupan yang baru. Hidup baru dalam tata laku sebagai orang yang sudah bertobat berarti membangum relasi yang harmonis dengan Allah dan diejahwantahkan dalam hidup baik. Di sini tampak aspek perkembangan moralitas pribadi seorang kristiani sebagai buah dari sakramen rekonsilasi.
Pengajaran demikian biasaya ada dalam penitensi yang diberikan pada saat pengakuan, yang mana para imam biasanya selalu berusaha menasihati adanya niat dan tindakan atau perilaku untuk berubah dari yang buruk menuju hal-hal yang baik. Kekristenan meyakini pertobatan manusia tidak hanya pelaksaan 'ritual formal melalui sakramen rekonsilasi, tetapi mesti diwujudkan dalam hidup sehari-hari' (Wiliam Chang, Pengantar Teologi Moral, 201). Dimensi sosial-moral pertobatan menggambarkan tradisi ini memiliki impikasi etis pada kehidupan umat beriman kristiani. Di sini tampak bahwasannya tradisi pengakuan memiliki pengaruh pada moral kristiani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H