Mohon tunggu...
Saratri Wilonoyudho
Saratri Wilonoyudho Mohon Tunggu... -

Aktif Menemani Jamaah Maiyah Gambang Syafaat. Mengajar di Jurusan Teknik Sipil Unnes Semarang Jawa Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wong Urip mung Gawe Apik

13 Desember 2011   04:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:24 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan kata lain, untuk mencari kebecikan, maka cukup lakukan apa saja yang ada dalam potensi diri kita secara sungguh dan lurus (menegakkan), dan Allah akan memberikan "efek samping" yang tidak terduga-duga sebagaimana dijanjikan dalam "Ayat seribu dinar" di atas. Allah tidak memerintahkan kita mencari "out put", namun menjanjikan "out come", apabila kita kita berjalan lurus dan menegakkan.

Urip mung gawe kebecikan akan dipuncaki oleh "sufisme Jawa" lainnya seperti "urip mung sakdremo nglakoni" atau " urip mung mampir ngombe". Dalam pandangan Islam tradisional sebagai mana dikatakan Annemarie Schimmel dalam Mystical Dimension of Islam, Tuhan merupakan realitas absolut yang tak terhingga. Kalau Tuhan diibaratkan samudera tak terhingga, maka manusia hanyalah percikan dari samudera Ilahi tersebut, sehingga muncul konsep jabbariyah atau paham fatalisme. Namun bagi saya, urip mung mampir ngombe bukan fatalisme, namun justru puncak kesufian Jawa. Dalam pandangan ini orang Jawa tidak akan "kawin" dengan dunia, karena hidup hanya sebentar (mung mampir ngombe). Jangankan "kawin", "pacaran" dengan dunia saja tidak sempat.

Namun bagi mereka yang meyakini bahwa Tuhan itu adil, maka pepatah Jawa "sawang sinawang" harus dicermati, Di tengah-tengah kekayaan yang melimpah, kehidupan seseorang belum tentu juga tenteram. Misalnya banyaknya kasus orang kaya yang masih korupsi atau terjebak narkoba, demikian pula para artis yang glamour yang sering berakhir tragis hidupnya, dst, menunjukkan hal itu.

Kemudahan mencari rezeki ternyata diimbangi dengan cara hidup yang glamour sehingga juga mudah habis. Banyaknya teman main, teman bekerja yang cantik atau ganteng, membikin mereka mudah selingkuh. Kesibukan mencari popularitas dan uang menyebabkan hidup mereka "kemrungsung" dan jauh dari kehidupan religiusitas (meski mereka juga mengaku beragama).

Di tengah-tengah kesulitan hidup, di tengah-tengah jaman kalabendhu, serta kegersangan spiritualitas,dst, banyak orang sibuk mencari guru atau perkumpulan-perkumpulan spiritual. Semua kemoderenan dalam arti sistem sosial memberi petunjuk ke arah mana dunia bergerak. Orang banyak mendesakkan diri, menggantikan kenyamanan alamiah dengan yang buatan manusia. Disinilah ketenteraman hidup dipertaruhkan.

Yang mengalami ternyata tidak hanya kaum miskin, namun juga para bos kaya raya dan para artis. Kisah bos Hyundai Korea yang terjun dari lantai atas sebuah hotel hingga tewas menunjukkan hal itu. Demikian pula ramainya pengajian di hotel berbintang lima dengan mengundang dai-dai terkenal dst, menunjukkan kegelisahan sebagian kaum kaya untuk "lari" atau "escape" ke dunia spiritual.

Tujuh Jalan Sufi


Karenanya, pencucian hati merupakan dasar bagi terbitnya ketenteraman hidup. Al Ghazali memberi resep mengembalikan ketenteraman hidup dengan jalan membelakangi dunia. Karena selama masih ada dunia di tangannya, maka kekotoran hati dan kegelisahan akan tetap ada. Ibarat mustahil mandi madu tanpa dikerumuni lalat atau semut.

Pencucian hati agar dapat mendatangkan ketenteraman batin amat sulit dijalani. Setidaknya ada tujuh langkah, yakni:


  1. Pengamalan "maqam" taubat. Taubat dalam pengertian tasawuf adalah pengalihan dari hidup yang terlena, ke arah hidup yang selalu mengingat Tuhan. Terlena mengingat Tuhan adalah pangkal dari segala dosa dan kemaksiatan. Maka laku mengingat Tuhan adalah langkah awal pembinaan budi luhur. Dzikir lahir batin merupakan jalan pertama;
  2. Sesudah taubat adalah laku wara' yakni satu laku rohani untuk menjauhi hal-hal yang subhad (tidak jelas halal haramnya);
  3. Laku hidup yang mencari sesuatu yang jelas halalnya. Jadi laku ini 90% budi pekerti luhur;
  4. Laku zuhud, yakni menyedikitkan kebutuhan duniawi yang halal;
  5. Tawakal yakni menyerahkan seluruh hidupnya hanya kepada Tuhan termasuk pemeliharaannya ;
  6. Laku sabar, yakni tidak mengeluh apapun penderitaan yang ada padanya, karena yakin adanya jaminan pemeliharaan Tuhan; dan
  7. Laku ‘rela" atau ikhlas, bahkan penderitaan dianggapnya sebagai satu "kenikmatan"!


Segala kekotoran duniawi ia singkirkan. Arti menyedikitkan kebutuhan duniawi berarti mengandung arti bahwa tidak dilarang untuk mencari harta, asal halal dan diambil secukupnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini artinya menjadi "sufi" tidak harus mengasingkan diri dari keramaian duniawi. Orang jawa bilang "topo ngrame", dan Abu yazid Al Busthami mengatakan: "zuhud (sufisme) adalah tidak memiliki dunia dan tidak dimiliki dunia". Artinya silakan mencari harta sebanyak-banyaknya (yang halal tentunya), namun jangan menjadi budak dunia.

Rasulullah Muhammad SAW pernah ditanya seorang sahabat: "Ya rasulullah, ada seorang pemuda yang tiap hari kerjanya hanya berdzikir di masjid sampai ia lupa mencari nafkah. Pemuda itu hanya ingat Alloh SWT. Sedangkan kebutuhan makan sehari-harinya disokong oleh kakaknya. Hebat benar pemuda itu cara beribadahnya ya rasul". Mendengar pujian terhadap sang pemuda yang rajin berdzikir itu Muhammad SAW menjawab: "Yang masuk surga adalah kakaknya!".

Ini artinya rasululullah mengajarkan bahwa harus ada keseimbangan antara dunia dan akherat. Dunia dicari karena manusia sebagai khalifah dan harta atau materi hanyalah alat untuk beribadah, bukan tujuan. Benda atau materi hanya dapat dibawa mati ketika ditransformasikan atau dirubah "energinya" menjadi nur atau cahaya. Dalam bahasa agama disebut "di-amal saleh-kan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun