Berbicara tentang masalah sosial, berarti berbicara tentang perubahan atau kondisi yang tidak diinginkan masyarakat serta dapat menghambat kesejahteraan masyarakatnya. Masalah sosial sendiri ialah suatu keadaan adanya perbedaan ekspektasi dan realita yang terjadi tidak sesuai dengan harapan yang ada serta masalah tersebut membawa dampak kepada masyarakat secara luas, bukan hanya antar individu atau antar kelompok saja tapi membawa dampak kepada banyak orang yang merasakan. Masalah sosial bisa disebabkan karena faktor ekonomi, budaya, biologis dan psikologis.Â
Masalah sosial sulit untuk diatasi karena kadang penilaian terhadap suatu peristiwa menimbulkan banyak asumsi di masyarakat tidak terlepas dari benar atau salahnya. Selain itu, masalah sosial juga bersifat saling memengaruhi masalah sosial lainnya. Terkadang suatu masalah belum terselesaikan, sudah timbul masalah baru lagi.Â
Maka dari itu, dalam memandang masalah sosial dan mengatasinya harus melihat dari berbagai sudut pandang dengan menimbang-nimbang gejala yang ada dan mengatasi masalah sosial tersebut dari akar permasalahannya, bukan dari beberapa masalah yang timbul dari suatu permasalahan.
Berbicara tentang masalah sosial, sebenarnya Indonesia mempunyai sumber daya manusia yang cukup banyak tapi kualitas usmber daya manusianya yang masih minim. Hal tersebut dapat disebabkan karena masih banyak ditemukannya ketidakmerataan mutu pendidikan di beberapa daerah.Â
Jika dibandingkan di daerah dan perkotaan terlihat jelas kesenjangan pendidikannya dari fasilitas dan mutu pengajarnya. Hal tersebut akan memengaruhi output dari masing-masing siswa di daerah dan di kota berbeda, itulah yang dimaksud masih nyata adanya kesenjangan pendidikan di Indonesia.
Jumlah guru di kota lebih banyak dibandingkan di desa. Alasan masih rendahnya minat para guru untuk mengajar di desa ialah sulitnya transportasi untuk menjangkau sekolah tersebut serta minimnya fasilitas sehingga menghambat proses kegiatan belajar mengajar. Semua daerah belum menerapkan pendidikan dengan bebas biaya.Â
Itulah yang menjadi alasan banyak anak yang putus sekolah karena masih ada orang tua yang tidak mampu membiayai sekolah anaknya. Akhirnya para orang tua berpikir bahwa lebih baik anaknya membantu mereka bekerja yang nantinya dapat menghasilkan uang dibandingkan sekolah justru menghabiskan duit orang tua.Â
Mindset seperti itu sebenarnya yang dapat menghambat proses majunya pendidikan di Indonesia. Hal tersebut muncul dibenak mereka karena masih minimnya arti penting pendidikan di masa depan.
Dari segi bangunan sekolah antara di kota dan desa masih terlihat kontras. Bangunan sekolah di desa masih seadanya dengan beberapa bangunan yang masih semipermanen hanya sekadar ada fisik ruang untuk berteduh dari panas dan hujan. Hal tersebut membuat kesan yang tidak nyaman dan membahayakan untuk para siswa-siswi serta pengajarnya. Guru yang mengajar pun tidak mengharapkan seberapa besar gaji yang diterima.
Ketimpangan pendidikan ini dapat berdampak terhadap kesenjangan sosial yang mencolok, seperti orang tua yang berada akan menyekolahkan anaknya ditempat dengan kualitas pendidikan yang lebih bagus misal menyekolahkan di kelas internasional dan mendaftarkan anaknya ke bimbingan belajar supaya mendapatkan tambahan belajar dengan harapan prestasi si anak dapat meningkat, sedangkan di sisi keluarga yang kurang mampu hanya bisa menyekolahkan anaknya di tempat biasa.Â
Baca:Â Minim Fasilitas Sekolah, Siswa SDN Cibogo Tetap Semangat Belajar
Padahal tidak menutup kemungkinan juga bahwa anak yang sekolah di daerah atau sekolah biasa bukan berarti otaknya tidak mampu melainkan alasan diatas karena kurangnya biaya.
Apabila dikaji melalui teori fungsional struktural menurut Emile Durkheim dan Max Weber, perubahan yang terjadi dalam masyarakat akan menyebabkan ketidakseimbangan dan memengaruhi komponen yang lainnya. Kesenjangan pendidikan ini merupakan suatu masalah yang apabila tidak diatasi dapat menimbulkan masalah sosial lainnya, seperti kemiskinan yang akan berdampak kepada kriminalitas karena menurut teori ini masyarakat dianggap sebagai sebuah struktur yang saling berhubungan.Â
Teori ini berpendapat bahwa masyarakat sebagai suatu sistem yang diibaratkan seperti tubuh yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkait, menyatu antara satu dengan yang lainnya dan masing-masing mempunyai peran.Â
Maksudnya apabila masalah kesenjangan pendidikan ini dapat di minimalisasikan, masalah lain yang timbul akibat kesenjangan pendidikan ini dapat teratasi juga. Misalnya kesenjangan pendidikan di Indonesia menurun, otomatis kesenjangan sosial juga menurun serta kemiskinan dan pengangguran juga dapat menurun yang akan memengaruhi indikator keberhasilan suatu negara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Masalah ini juga dapat dikaji melalu pendekatan sistem, yaitu sistem sebagai satuan identifikasi sekaligus sumber masalah karena adanya sistem dan struktur sosial lebih dominan dalam kehidupan yang memungkinkan suatu kelompok atau suatu daerah lebih mempunyai kesempatan untuk merasakan fasilitas pendidikan tersebut yang lebih baik.Â
Hal ini menimbulkan hambatan-hambatan yang berakibat kepada kesenjangan. Individu sebagai suatu komponen masyarakat akan tunduk kepada sistem. Maka dari itu melalui pendekatan ini, apabila ditemukanya suatu masalah perorangan maupun kelompok, sumber utama dari masalah tersebut karena masih adanya ketimpangan sistem.Â
Pemecahan masalahnya berarti harus ada perubahan dari sistemnya. Solusi pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini, yaitu mengupayakan pendidikan gratis di berbagai daerah untuk sekolah negeri dari tingkat SD sampai SMA. Apabila masih belum mampu, bisa menekan biaya pendidikan dengan biaya yang murah.Â
Selain itu, dapat melakukan pelatihan kepada para pengajar dengan tujuan pemerataan kualitas. Kemudian, menggalakan pemahaman-pemahanan tentang arti pendidikan itu penting sebagai bekal di masa depan karena masih banyak mindset para orangtua yang enggan menyekolahkan anaknya dengan alasan membantu ayahnya bekerja supaya mendapatkan uang.Â
Tidak lupa juga, pemerintah lebih memperhatikan tentang upah guru di desa yang masih minim yang menyebabkan banyak guru enggan memilih mengajar di desa. Akses jalan dan fasilitas juga harus lebih diperhatikan supaya mudah dijangkau. Mahasiswa sebagai agent of change dapat membantu dengan cara mengadakan kegiatan sukarelawan, seperti mengajar ke daerah-daerah yang sekiranya masih membutuhkan serta dapat menggiatkan donasi untuk pembangunan sekolah di desa-desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H