Popularitas pencak silat leluhur Kota Daeng memang tak setenar Merpati Putih, Setia Hati Teratai (SHT), Tapak Suci (Muhammadiyah), Margoloyo (151), Lemkari, Judo, Tarung Drajat, hingga Silat Cimande (Jawa Barat). Ma’af saya kurang faham betul seluk beluk pencak silat asli warisan moyang Kota Daeng, jadi harap dikoreksi referensinya. Biasanya silat sifatnya rahasia ini diwariskan dari keluarga bahkan ada yang langsung dari warisan dari kerajaan kerajaan di Tanah Sulawesi. Tidak salahnya jika jaman dulu seorang prajurit harus menguasai beladiri sebaik mungkin demi mempertahankan bangsa dan negara dari rongrongan penjajah.
Tari Empat Etnik merupakan tari kreasi yang melambangkan empat etnik terbesar yang menaungi daerah sulawesi selatan meliputi etnik Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar. Tari Empat Etnik memadukan beberapa tarian seperti tari Pakarena dari etnik Makassar, tari Pajoge’ dari etnik Bugis, tari Pa’gellu dari Toraja dan tari Pa’tuddu dari daerah Mandar. Tarian ini dibuka dengan iramapakanjara atau gendang dengan ketukan bertalu-talu khas makassar, juga memadukannya dengan tari Maggellu dari Tator, Tari Mandar  Mappendisasi dan tari Pattennung juga tari Pattuddu. Semuanya memiliki gerakan khas tersendiri dan setiap gerakan memiliki makna. Seperti gerakan memutar seperti jarum jam dari tari Pakarena yang melambangkan siklus kehidupan manusia. Semua unsur tersebut diramu menjadi gerak berkonstruksi dan selaras dengan penguatan yang dilengkapi dengan  Angngaru/aru.
Tari empat etnis ini merupakan penggabungan beberapa tari dari setiap suku, dan dikenal dengan nama tari pa’rimpungang. Keunikan tari ini terlihat pada gerakan tari yang cukup aktraktif, kostum berupa baju-baju tradisonal dan musik tradisi dari daerah masing-masing yang mengiringi Tari Empat Etnik ini. Para penari menggunakan kostum (baju tradisional) yang khas dari keempat etnik ini. Setiap berganti tarian, musik pun berganti menyesuaikan ciri khas etnik masing-masing.
Perpaduan antara perbedaan dapat menciptakan keindahan, ternyata berbeda itu memang indah... semoga dapat menginspirasi hidup dalam pluralisme masyarakat.
17 Oktober 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H