Mohon tunggu...
Sarah Mutiara
Sarah Mutiara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga '21

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Islam tentang Keluarga Berencana, Antara Kesehatan dan Tanggung Jawab Keluarga

2 Desember 2024   21:18 Diperbarui: 2 Desember 2024   21:45 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluarga Berencana (KB) sering menjadi perbincangan di kalangan masyarakat, khususnya terkait pandangan agama terhadap upaya ini. Dalam Islam, KB tidak hanya dimaknai sebagai pengaturan jarak kehamilan, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab terhadap keluarga, kesehatan, dan kesejahteraan. Lalu, bagaimana sebenarnya pandangan Islam mengenai KB?

Islam memandang KB sebagai sesuatu yang diperbolehkan selama tidak melanggar syariat. Hal ini didasarkan pada prinsip dasar dalam Islam untuk menjaga kehidupan, kesehatan, dan keturunan. Menurut QS. Al-Baqarah (2): 195, yang berbunyi : 

وَاَنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِۛ وَاَحْسِنُوْاۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ ۝١٩٥

"Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Baqarah (2): 195)

Ayat ini menekankan pentingnya menjaga diri dari kebinasaan, termasuk dalam aspek kesehatan reproduksi. Dalam konteks KB, upaya untuk mengatur jarak kehamilan bisa menjadi bentuk perlindungan terhadap ibu dan anak agar tidak menghadapi risiko kesehatan yang berat.

Salah satu hadis yang sering dijadikan rujukan adalah terkait azl (coitus interruptus), sebuah metode KB sederhana yang dilakukan pada masa Nabi Muhammad . Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu berkata:

كُنَّا نَعْزِلُ وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ

"Kami dahulu pernah melakukan 'azl di masa Rasulullah dan Qur'an turun ketika itu" (HR. Bukhari no. 5208 dan Muslim no. 1440).

Fakta bahwa Nabi tidak melarang praktik tersebut menunjukkan bahwa KB diperbolehkan selama tidak disertai niat buruk, seperti menghindari tanggung jawab atau memutus keturunan.

Selain itu, Rasulullah juga bersabda:

إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ ، وَلَسْتَ تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ بِهَا ، حَتَّى اللُّقْمَةَ تَجْعَلُهَا فِى فِى امْرَأَتِكَ

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun