Mohon tunggu...
Sarah Jauhari
Sarah Jauhari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jatinangor: Kota Pelajar yang Minim Fasilitas Pejalan Kaki

3 Januari 2023   13:00 Diperbarui: 31 Januari 2023   22:11 1725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: KOMPAS.com/AAM AMINULLAH 

Sebagai mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jatinangor, sudah kebal rasanya ketika lokasi kampus sarjana saya disalah pahami berada di Bandung. Dalam bayangan orang-orang, berkuliah di Unpad acap kali dikaitkan dengan ragam romansa Bandung dan glorifikasi akan betapa nikmatnya tinggal di Bandung, ketimbang berada di Ibu Kota. 

Padahal, tinggal di kota minim fasilitas transportasi umum dan dilengkapi jalanan super macet juga tidak nikmat-nikmat amat---tetapi ini akan jadi bahasan di lain waktu, sekarang mari fokus pada Jatinangor dan segudang problematikanya.

Meskipun belum cukup populer eksistensinya, siapa sangka kecamatan kecil di Kabupaten Sumedang ini menjadi rumah untuk empat perguruan tinggi, yaitu Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN), Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Padjadjaran. 

Kehadiran empat perguruan tinggi besar ini membuat Jatinangor terasa hidup berkat aktivitas para mahasiswa. Setelah kurang lebih dua tahun sepi akibat pandemi dan kegiatan serba online, kini Jatinangor perlahan kembali ramai dengan riuh rendah mahasiswa, para pedagang---mulai dari penjual perabotan kosan hingga ayam geprek---dan tak terkecuali beragam kendaraan yang melintasi jalan raya.

Indekos yang satu persatu mulai penuh menandakan kembalinya aktivitas para mahasiswa di kampus. Rombongan mahasiswa serta pelajar setempat berjalan di pinggir jalan raya Jatinangor yang tampak polos tanpa trotoar sudah jadi pemandangan setiap harinya. Lumrah pula ditemui mahasiswa yang saling menunggu agar bisa menyeberang jalan bersama, sebab sudah jadi rahasia umum bahwa menyeberang di jalan raya Jatinangor memang cukup menegangkan. Serasa ikut survival game.

"Belum jadi anak Unpad kalau nyeberang di gerlam masih nungguin orang" Bunyi cuitan yang diunggah di akun Twitter @DraftAnakUnpad. Gerlam, singkatan dari Gerbang Lama, adalah gerbang yang biasa digunakan pejalan kaki untuk masuk ke wilayah Unpad. Sebagai salah satu kawasan yang selalu ramai di Jatinangor, penyeberangan menuju Gerlam dari arah kantor kecamatan memiliki zebra cross dengan peletakan yang cukup unik. 

Pasalnya, zebra cross diletakkan tepat setelah tikungan yang menurun, sehingga sulit bagi penyeberang untuk melihat kendaraan dari arah tikungan. Belum cukup dengan keunikan tersebut, perlu diingat bahwa jalan raya hampir selalu dilewati kendaraan besar. Dari pagi hingga pagi lagi, tak terhitung berapa banyak truk dan bus yang melewati jalan raya dengan kecepatan yang kadang cukup tinggi. Kendaraan kecil seperti motor pun turut andil dalam mempersulit hidup pejalan kaki dengan laju kendaraan yang tinggi.

Sulitnya menyeberang di titik tertentu Jatinangor mungkin terdengar sepele. Akan tetapi, ini sebetulnya adalah wujud ketidakmampuan pemerintah untuk memenuhi hak pejalan kaki dengan memberi kenyamanan dan keamanan. Keluhan tentang betapa menyeramkannya menyeberang jalan tak hanya muncul dari satu dua orang. 

Selama beberapa waktu terakhir telah banyak mahasiswa yang menyuarakan keresahan yang sama, tetapi tak tahu harus mengeluh ke mana dan hanya berakhir sebagai keluhan di media sosial.

Wacana pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) sebelumnya pernah terdengar pada awal 2020. Saat Menteri PUPR, Mochamad Basoeki Hadimoeljono, berkunjung untuk meresmikan Rumah Susun di kawasan Unpad, BEM Kema Unpad sempat mengusulkan pengadaan JPO di sekitar Unpad. 

Menurut Basoeki, JPO siap dibangun bila Rektor Unpad mengajukan surat permohonan perihal pembangunan JPO. Akan tetapi, sampai detik ini tampaknya belum ada angin segar yang membawa kabar terbaru realisasi JPO Jatinangor.

Pembangunan JPO mungkin terdengar wah bagi warga Jatinangor yang terbiasa menyeberang seadanya. Beberapa mahasiswa pun tampak mengusulkan pengadaan JPO sebagai solusi dari tempat penyeberangan yang rawan. Akan tetapi, solusi tersebut bukannya tak perlu ditinjau lebih jauh. Menurut Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia, JPO tak lebih dari infrastruktur mubazir yang mengatasnamakan pejalan kaki. 

Selain masalah biaya pembangunan dan perawatan yang tinggi, tak bisa dipungkiri bahwa JPO acap kali jadi tempat yang tidak terawasi oleh aparat dan berpotensi terjadi kriminalitas. Akses JPO juga cenderung menyulitkan penyandang disabilitas dengan banyaknya anak tangga dan jarak perjalanan yang meningkat. 

Menimbang ruas jalanan di Jatinangor yang sempit, pengadaan pelican crossing atau traffic calming dapat menjadi alternatif penyeberangan sebidang yang menawarkan keamanan.

Penyeberangan sebidang juga dapat memicu kendaraan yang melintas untuk memperlambat lajunya. Meskipun begitu, tiap saran dan solusi pasti memerlukan tinjauan dari berbagai aspek. Dinas PUPR dan perguruan tinggi sebagai instansi pendidikan seharusnya lebih dari mampu untuk meninjau kebutuhan fasilitas publik dan merealisasikannya demi keamanan masyarakat.

Tidak berhenti di persoalan menyeberang, Jatinangor juga masih memiliki permasalahan fasilitas publik lainnya. Namun, sebagai mahasiswa sering kali dipaksa berpikir positif, berkuliah di Jatinangor sejatinya dapat meningkatkan skill menyeberang jalan yang bisa diimplementasikan di banyak daerah di Indonesia dengan kondisi serupa! Apabila belum siap menerjang lalu lintas bermodalkan lambaian tangan, mungkin kamu perlu mengikuti anjuran The Panas Dalam dalam lagunya, "sudah jangan ke Jatinangor~"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun