Pandemi Covid-19 merupakan tantangan besar yang dialami warga dunia. Penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 ini terus mengalami penyebaran yang telah menelan banyak korban jiwa.Â
Berdasarkan data dari World Health Trade (WHO), Covid-19 telah menjangkit lebih dari 230 negara di dunia dengan total kasus sebanyak 214 juta.Â
Di Indonesia sendiri, total kasus telah mencapai 4,03 juta per tanggal 26 Agustus 2021. Untuk memerangi masalah ini, pemerintah mengubah berbagai sektor konvensional menjadi digital. Salah satunya adalah sektor pendidikan, dimana sekolah dilaksanakan secara daring.Â
Pelaksanaan belajar daring atau biasa disebut Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) telah dilaksanakan saat awal pandemi mulai menjangkit di Indonesia.Â
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) juga mengeluarkan Surat Edaran No. 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar Dari Rumah Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.Â
Setelah belajar daring lebih dari satu tahun, akhirnya pemerintah segera melaksanakan pembelajaran tatap muka. Meskipun rencana ini telah menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak, Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tetap ingin melaksanakan rencana ini.
Dari rencana Nadiem tersebut, baru-baru ini juga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengeluarkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1026 Tahun 2021 tentang PPKM Level 3 Covid-19.Â
Dalam Kepgub tersebut, pembelajaran tatap muka untuk SD, SMP, dan SMA boleh dilaksanakan dengan ketentuan maksimal 50 persen.Â
Namun, ada pengecualian untuk pendidikan SDLB, MILB, SMPLB, dan MALB yang maksimal 62 persen. Sementara PAUD hanya dibatasi maksimal 33 persen.
Pendidikan punya peran penting dalam kehidupan masyarakat secara umum, melalui proses belajar-mengajar dari lembaga formal maupun informal (Janah, W. A., Abbas, E., W., & Mutiani, M. 2020).Â
Pendidikan dengan sistem daring dapat memberikan peluang kepada seluruh pelajar untuk dapat menikmati proses pembelajaran dimana saja.Â
Thomas L. Friedman pernah memprediksikan bahwa perkuliahan ke depan mahasiswa cukup duduk di depan komputer yang tersambung jaringan internet, sudah bisa mengikuti perkuliahan meskipun tidak menyatakan hal itu akibat Covid-19.Â
Salah satu statement yang terkenal darinya adalah "The World is Flat" artinya adalah semakin lama, batasan antarnegara semakin menghilang. Seperti saat ini, akibat dari pandemi Covid-19 pembelajaran menjadi berbasis internet. Harusnya dengan momentum ini, para pendidik dan pelajar bisa semakin kreatif  serta bisa menjaring koneksi yang lebih  dari berbagai negara.
[1] Namun yang menjadi permasalahan seperti di Indonesia adalah pembelajaran jarak jauh ini mempengaruhi beberapa aspek seperti keefektifan pembelajaran, semakin tingginya ketimpangan, psikolgis, dan kesehatan. Dua aspek yang menjadi fokus saya disini adalah semakin tingginya ketimpangan dan psikologis.
Pertama, semakin tingginya ketimpangan terlihat dari perubahan proses pembelajaran.Â
Kini untuk mengikuti proses pembelajaran, setiap pengajar  dan pelajar dituntut untuk menyediakan fasilitas penunjang seperti laptop atau komputer dengan koneksi internet yang memadai.Â
Padahal tidak semua orang bisa menyediakan fasilitas tersebut, ditambah lagi kondisi ekonomi khususnya rakyat kecil semakin memburuk karena banyak yang kehilangan pekerjaan.Â
Jadi bagaimana bisa mengikuti pembelajaran jarak jauh? Selain itu, bagaimana dengan pelajar yang punya fasilitas namun tidak didukung dengan sinyal yang stabil dikarenakan posisi tempat tinggalnya berada di pelosok.Â
Jadi, tidak menutup kemungkinan jika semakin tingginya angka putus sekolah baru-baru ini. Hasil riset dari United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) adalah 1 persen atau 938 anak berusia 7-18 tahun putus sekolah dikarenakan terdampak pandemi Covid-19. Dari jumlah tersebut, 74 persen putus sekolah karena masalah finansial.Â
Lembaga riset Oxfam juga berargumen bahwa pandemi ini telah menyebabkan ketimpangan di dunia semakin tinggi.Â
Pandemi membuat yang kaya tetap kaya bahkan bisa berpeluang semakin kaya lain halnya dengan yang miskin semakin miskin.Â
Dampak pandemi Covid-19 juga berakibat pada pelajar atau mahasiswa yang terkendala biaya. Seperti realita yang terjadi, masih banyak universitas di Indonesia yang masih bermasalah dengan peringanan UKT.Â
Â
Menurut pendapat saya, seharusnya pemerintah bisa lebih memperhatikan setiap sekolah atau kampus yang masih bermasalah dengan permohonan peringanan SPP maupun UKT.Â
Seakan-akan sekolah jadi dikomersialisasikan dimana kita diwajibkan membayar biaya penuh namun tidak memperoleh fasilitas secara keseluruhan. Seperti banyak kasus terjadi yaitu permohonan UKT yang ditolak oleh pihak universitas karena dinilai dokumen kurang jelas.Â
Dan saya menilai bahwa proses untuk permohonan penurunan UKT terlihat cukup lama dan berbelit-belit. Dan pada akhirnya, yang diterima hanya sedikit. Bukankah seharusnya bisa dipermudah? Karena kondisi pandemi Covid-19, yang berdampak besar pada sistem perekonomian.Â
Karena fasilitas yang tidak digunakan oleh mahasiswa, seharusnya biaya kuliah masih bisa dipangkas. Seperti biaya listrik, listrik lebih minim penggunaanya selama masa pandemi Covid-19. Tetapi mengapa masih sulit sekali mahasiswa mengajukan penurunan UKT?
Kedua, dampak psikologis yang ditimbulkan akibat pembelajaran jarak jauh sangat banyak
Karena kondisi yang mengharuskan setiap orang untuk social distancing, mengurangi kerumunan, sehingga kondisi mental semakin  memburuk karena melakukan rutinitas yang sangat monoton dan kurang sosialisasi secara langsung. One-Dimensional Man: Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society adalah buku tahun 1964 oleh filsuf Herbert Marcuse.Â
One Dimensional Man secara mudah bisa diartikan dengan "Manusia Satu Dimensi". Gagasan  One Dimensional Man ini timbul sebagai bentuk sikap kritis Marcuse pada masyarakat saat ini yang tidak punya power untuk melawan sistem kapitalisme.Â
Seperti saat ini, mau tidak mau kita harus menaati aturan dari pemerintah untuk menekan angka Covid-19. Sama halnya seperti pembelajaran jarak jauh, dimana pelajar menjadi terpaku dengan satu dimensi saja, yakni laptop/gadget.Â
Hal ini mempengaruhi psikologis pelajar, yang bisa jenuh karena setiap harinya dituntut untuk belajar online, harus mengerjakan tugas yang sangat banyak, dan mengganggu kondisi kesehatan seperti mata.Â
Saya sebagai mahasiswa yang sudah merasakan pembelajaran jarak jauh ini juga menilai bahwa sangat melelahkan, dikarenakan tugas yang sangat banyak, padahal selama kuliah sudah menatap layar laptop sangat lama.Â
Namun, harus menatap layar laptop lagi untuk menyelesaikan tugas. Bahkan dampak yang ditimbulkan bukan hanya jenuh, melainkan stress juga berpotensi terjadi kepada pelajar ataupun mahasiswa.
Kesimpulannya adalah banyak kendala pada pembelajaran jarak jauh, dari masalah teknis sampai proses pembelajarannya. Walaupun pembelajaran jarak jauh berdampak sangat besar, namun harus tetap dijalankan karena itu jalan untuk mengurangi penularan Covid-19. Sehingga yang perlu diubah adalah konsep pembelajarannya harus dijalankan lebih kreatif untuk menjadikan suasana pembelajaran yang tidak monoton dan membosankan.Â
Sehingga pengajar dan pelajar harus bisa membangkitkan pembelajaran dengan media dan sumber pembelajaran yang lebih variatif. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa pembelajaran tatap muka juga bisa dilaksanakan.Â
Menimbang dari data Our World Data pada 21 Agustus lalu, yang menjelaskan bahwa Indonesia menduduki di urutan keempat negara yang sudah divaskin yakni sebanyak 56.99 juta jiwa. Seperti pengantar sebelumnya bahwa sekolah akan dibuka 30 Agustus 2021 ini, dan saya juga berharap perguruan tinggi juga bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka juga.Â
Saya pribadi menyatakan saya mendukung pembelajaran tatap muka bisa dilaksanakan secepatnya dengan kebijakan yang diatur oleh perguruan tinggi dan pemerintah daerahnya masing-masing. Karena tidak mungkin saya menuntut pembelajaran tatap muka dengan kondisi daerah yang zona merah.Â
Sehingga, harus mempertimbangkan kondisi daerah masing-masing terlebih dahulu. Pertimbangan lainnya adalah kita tidak bisa membiarkan pendidikan semakin menurun, jadi saya menyarankan untuk dipertimbangkan kembali terkait pembelajaran tatap muka.
REFERENSI
BUKU
Friedman, Thomas L. Â 2005. The World Is Flat 3.0: A Brief History of the Twenty-first Century. New York: Farrar, Straus and Giroux.
JURNAL
Handayani, Diah. 2020. Penyakit Virus Corona 2019. Jurnal Respirologi Indonesia. 40(2) hlm. 119-129.
Khasanah, D. R. A., Hascaryo P., & Barokah W. 2020. Pendidikan Dalam Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Sinestesia. 10(1) hlm. 41-48.
Kusnayat, Agus dkk. 2020. Pengaruh Teknologi Pembelajaran Kuliah Online di Era Covid-19 dan Dampaknya terhadap Mental Mahasiswa. Jurnal Edukasi dan Teknologi Pembelajaran. 1(2) hlm. 153-165.
INTERNET
Agung    Sandy    Lesmana,    2021.     "Izinkan    Sekolah    Tatap   Muka   Tingkat TK     hingga   SMA   di   Jakarta,    Anies   Ungkap   Syaratnya" https://www.suara.com/news/2021/08/25/140421/izinkan-sekolah-tatap-muka-tingkat-tk-hingga-sma-di-jakarta-anies-ungkap-syaratnya Diakses 26 Agustus 2021 pukul 20.00 WIB.
Covid19.go.id. 2021, "Peta Persebaran Covid-19" https://covid19.go.id/peta-sebaran Diakses 26 Agustus 2021 pukul 10.00 WIB.
Danang   Triatmojo.   2021,   "Terbitkan    Kepgub  DKI, Anies    Bolehkan   Sekolah Laksanakan PTM Terbatas 50 Persen" https://www.tribunnews.com/corona/2021/08/25/terbitkan-kepgub-dki-anies-bolehkan-sekolah-laksanakan-ptm-terbatas-50-persen Diakses 26 Agustus 2021 pukul 11.20 WIB.
Dwi Hadya Jayani, 2021. "938 Anak Indonesia Putus Sekolah Akibat Pandemi Covid-19" https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/04/08/938-anak-indonesia-putus-sekolah-akibat-pandemi-covid-19 Diakses 26 Agustus 2021 pukul  19.00 WIB.
Kemdikbud.go.id. 2020, "Kemendikbud Terbitkan Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah" Â https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/05/kemendikbud-terbitkan-pedoman-penyelenggaraan-belajar-dari-rumah Diakses 26 Agustus 2021 pukul 10.30 WIB.
Nasional.kompas.com. 2021. "Nadiem Belajar Tatap Muka Boleh digelar di Daerah PPKMLevel 1-3 https://nasional.kompas.com/read/2021/08/25/16061761/nadiem-belajar-tatap-muka-boleh-digelar-di-daerah-ppkm-level-1-3 Diakses 27 Agustus 2021 pukul 23.40 WIB.
Ponpesma.unisla.ac.id, 2019. "Sejak Kapan Warna Hitam Ketiak Menjadi Masalah Bagi Perempuan?" (Kajian Gagasan One Dimensional Man Herbert Mercuse)" https://ponpesma.unisla.ac.id/2019/11/12/sejak-kapan-warna-hitam-ketiak-menjadi-masalah-bagi-perempuan-kajian-gagasan-one-dimensional-man-herbert-mercuse/
Vincent Fabian Thomas, "Pandemi Memperlebar Ketimpangan Kaya dan Miskin di Indonesia dan Dunia" https://tirto.id/pandemi-memperlebar-ketimpangan-kaya-miskin-di-indonesia-dan-dunia-f9JZ Diakses 28 Agustus 2021 pukul 10.00 WIB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H