Mohon tunggu...
Sarah Rossy Wanka
Sarah Rossy Wanka Mohon Tunggu... Lainnya - sarahwanka

Communication Science

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pajak Sembako dan Jasa Pendidikan

10 Agustus 2021   21:14 Diperbarui: 10 Agustus 2021   21:33 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa pandemi covid-19 menimbulkan beberapa permasalahan dikalangan masyarakat, bukan hanya pada sektor kesehatan, namun sudah mempengaruhi sektor ekonomi dan sektor penyediaan pangan serta pendidikan. Dalam kondisi pandemi yang berlarut pemerintah menyetuskan kebijakan pajak untuk sembako dan pendidikan "Rencana pungutan PPN pada sembako hingga sekolah tercantum dalam draft Revisi Kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP)"dilansir dari kompas.com, hal ini dirasa kurang tepat penerapannya dimasa pandemi, karena pajak yang ditentukan menyasar sektor vital dari kehidupan masyarakat. 

Dikondisi kebutuhan akan kesehatan, pangan dan pendidikan yang harus terus dipenuhi, serta tertekan regulasi kebijakan PPKM dan ancaman Virus Covid-19, penerapan pajak dinilai akan menambah beban masyarakat untuk bertahan hidup di masa pandemi, pasalnya kebijakan penanganan pandemi yang tidak efektif serta sering mengalami perubahan kebijakan tidak konsisten tanpa hasil yang efektif membuat banyak masyarakat merasa sangat terdampak, contohnya saja penerapan PSBB sampai PPKM level 4 sangat jauh dari amanat UU karantina kesehatan yang mewajibkan negara menanggung kebutuhan masyarakat dalam masa karantina kesehatan. 

Penyaluran bansos serta kebijakan relaksasi bank, ansuran pendidikan dll dinilai tidak merata dan mengalami banyak permasalahan. RUU ini dapat menyebabkan naiknya harga sembako yang menjadi kebutuhan pokok untuk bertahan hidup.  

"Pasal 55 UU Kekarantinaan Kesehatan mengatur tentang kewajiban pemerintah selama kebijakan karantina wilayah diterapkan. Disebutkan bahwa pemerintah pusat bertanggung jawab akan kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina proses karantina wilayah berlangsung" Dilansir dari CNN Indonesia. 

Perbedaan semangat penerapan ini beresiko menjadi faktor gagalnya penanganan pandemi Covid-19, keresahan muncul dari masyarakat karena melihat track record pemerintah dan DPR yang mengesankan UU omnibuslaw dimasa pandemi, yang di nilai sangat kontroversi jauh dari kepentingan umum yaitu penanganan Covid-19, kebijakan yang tambal sulam, tidak konsisten nya peraturan serta rumit nya regulasi yang ada menyulitkan pemulihan ekonomi bagi masyarakat menengah ke bawah, hilangnya tanggung jawab Negara untuk memfasilitasi baik kebutuhan dasar untuk hidup serta penanganan kesehatan yang terus mengalami keterbatasan menjadikan masayarakat semakin sulit. dengan adanya kenaikan harga sembako karena pajak PPN bagi UMKM juga artinya kenaikan ongkos produksi yang dibutuhkan, kebutuhan modal yang besar karena terkena pajak akan menimbulkan kenaikan harga dari penjualan, juga akan berdampak pada pembelian masyarakat yang menurun. 

Resiko kelangkaan pasokan sembako juga dapat timbul dari hysteria masyarakat untuk menghindari pajak guna menghemat pengeluaran, hal ini juga sangat membutuhkan peran pengawasan distribusi serta kersediaan pasokan sembako dan stabilnya harga guna mempermudah masyarakat membeli bahan pokok. 

Resiko resiko itu dapat menyebabkan krisis pangan dikalangan masyarakat miskin,bukan karena stok pangan yang bisa habis diburu oleh masyarakat tapi juga bisa karena ketidakmampuan masyarakat membeli bahan pokok untuk menunjang kehidupan. Panjangnya rantai distribusi bahan pokok menjadi masalah besar bagi penerapan regulasi ini. 

Menilik projek foodestate pemerintah juga tidak berjalan dengan baik karena sering mengalami kegagalan yang akhirnya tidak hadir sebagai solusi dari krisis pangan, angkatan kerja yang juga semakin hari tergurus mengalami PHK massal efek dari pandemic ini juga menambah daftar pentimbangan yang harusnya dipertimbangan untuk penerapan wacana ini.

Tidak hanya pajak sembako pemerintah juga menyasar pajak pendidikan, hal itu bertujuan untuk menarik pajak dari sekolah terpilih yang di tentukan oleh pemerintah. 

Pemilihan ini juga akan sangat bergantung pada kualitas dan kemampuan masyarakat untuk mengenyam pendidikan. Salah satu argument pemerintah untuk menerapkan pajak ini adalah untuk menerapkan asas keadilan yang merata. 

Hal ini belum mendapatkan respon baik karena bagi sekolah pemerintah dan swasta masih banyak mengalami persoalan persoalan yang cukup banyak, konsep keadilan distribusi ataupun kontribusi yang di terapkan harus sejalan dengan pembangunan dan pemerataan yang transparan.  

kesulitan akses pendidikan yang makin meresahkan, pasalnya mekanisme zonasi, penerimaan perserta didik dan fasilitas sekolah yang tidak mendukung, cenderung memiliki banyak persoalan yang akan menimbulkan banyak masalah baru di sektor pendidikan, sulitnya akses pendidikan di sekolah pemerintah serta tingginya harga SPP disekolah swasta akan menutup jalan bagi masyarakat tidak mampu untuk mengenyam pendidikan, terbatasnya sekolah pemerintah dan penerapan system zonasi akan menggusur banyak angkatan didik untuk terpaksa mengambil sekolah swasta yang kondisinya bahkan lebih buruk jika itu murah, serta lebih mahal jika itu berkualitas. 

Salah satu kategorinya adalah besaran iuran/SPP/Biaya sekolah yang harus di bayar oleh orang tua murid untuk menyekolahan anaknya di sekolah tersebut. Dikondisi pandemi covid-19 ini kebutuhan pendidikan bukan hanya sekolah saja, kebutuhan penunjang seperti kuota internet dan penunjang lainnuya juga makin membebankan masyarakat. Banyaknya PHK massal dimasa pandemic juga akan berdampak pada kesempatan masyakat untuk mengakses pendidikan.

Di tingkat perguruan tinggi adanya penerapan pajak bagi sector pendidikan juga akan berdampak untuk kebijakan kampus. Yang akan menjerumus pada liberalisasi pendidikan dan privatisasi yang syarat dengan diskriminasi kelas social dengan pendidikan berkualitas hanya untuk mereka yang mampu membayar. Pendidikan menjadi hal yang esklusif karena biayanya yang mahal. 

Ini akan mempengaruhi kualitas pendidikan Indonesia yang mayoritas masyarakat miskin akan mendapatkan kualitas yang dibawah rata rata karena hanya mampu membiayai disekolah yang non premium. Kebijakan ini akan menimbulkan garis kesenjangan kelas yang sangat nyata karena dari sektor bahan pokok sudah dibedakan bagi si miskin dan si kaya, dan kesempatan disektor pendidikan sangat jelas menggambarkan sekolah si miskin dan si kaya.

Penerapan skema multitarif ini akan sangat berdampak pasalnya disusun dikondisi pandemi yang dimana berdampak pada berbagai sektor dikehidupan masyarakat. Skema multitarif adalah pengenaan tarif  lebih tinggi untuk barang/jasa yang dikonsumsi orang kaya dan pengenaan pajak yang lebih rendah untuk masyarakat menengah kebawah. 

Penerapan ini akan berhasil jika infrastuktur penunjang sudah dibangun dan terkoodinir dengan baik, banyak rantai pasok yang masih bermasalah, ketersediaan pasok yang dipengaruhi iklim kadang menemukan gagal panen karena iklim atau bencana alam, serta kesediaan yang terbatas tidak akan dapat menganggung kebutukan masyarakat yang menghindari pajak premium. 

Berita ini pun juga dapat menurunkan kepanikan dan berdampak pada penurunan imunitas masyarakat, pemerintah harus focus pada penanganan pandemi covid-19 serta mengimplementasikan amanat UU Karantina Kesehatan untuk mempercepat keluar dari keadaan krisis yang mengakibatkan krisis ekonomi, jika penerapan pajak ini untuk mengisi APBN untuk di subsidikan ke masyarakat menengah kebawah, harus juga dibarengi dengan pembangunan dan keterpihakan kepada masyarakat menengah kebawah seperti pembukaan lapangan kerja, dan aspek kehidupan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun