Mohon tunggu...
Sarah
Sarah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta

Tertarik dan bergerak di isu perempuan dan sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

SDGs 13: Memerangi Perubahan Iklim dengan Aksi Iklim

1 November 2024   14:02 Diperbarui: 1 November 2024   14:05 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

SDGs 13-Memerangi Perubahan Iklim dengan Aksi Iklim

Penyusun: Deni Wahyu, Jelita Sianturi, Muhammad Faisal Ihkam, Sarah, Siti Hanna Syawalia Rahmah (Pendidikan Masyarakat UNJ 2022)

SDG 13 merupakan tindakan untuk memerangi perubahan iklim. Laporan kemajuan tentang SDG 13 terbaru menunjukkan bahwa suhu global telah meningkat hingga 1,1C di atas suhu praindustri karena meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca, dengan peristiwa cuaca ekstrem yang semakin meningkat dan naiknya permukaan air laut. Tindakan mendesak diperlukan untuk mengurangi emisi dan beradaptasi dengan perubahan iklim, dan hutan dapat memainkan peran penting. Bab ini memberikan wawasan tentang hubungan antara SDG 13, hutan, dan orang-orang yang bergantung padanya. Perubahan iklim merupakan tantangan besar bagi masyarakat dan lingkungan, dan hutan telah menjadi bagian integral dari tantangan ini. 

Perubahan iklim merupakan sebuah masalah yang kompleks yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan lainnya. Perubahan iklim disebabkan karena adanya peningkatan emisi gas rumah kaca yang menyelimuti bumi dan menyebabkan terhalangnya sinar matahari yang akan dipantulkan kembali oleh bumi ke atmosfer. Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah semakin tingginya intensitas terjadinya bencana alam. 

Permasalahan:

Peningkatan Gas rumah kaca: 

Gas rumah kaca (GRK) saat ini 50% lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat gas rumah kaca pada tahun 1990. Pemanasan global telah mendorong perubahan iklim dalam jangka panjang, dan perubahan yang tidak dapat dipulihkan ini mengancam semua negara jika negara-negara di seluruh dunia tidak bertindak. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh peristiwa alam akibat perubahan iklim ini mencapai ratusan miliar dolar. Negara-negara bertujuan untuk mencegah perubahan permanen yang akan dialami dalam sistem iklim dan mencegah kerugian ekonomi akibat perubahan ini. 

Bencana alam: 

Pada pertengahan tahun 2021, Jerman mengalami salah satu bencana alam paling mematikan dan dahsyat dalam sejarah, dengan curah hujan yang mencapai rekor tertinggi dalam 100, 500, dan bahkan 1.000 tahun terakhir di beberapa wilayah ("Banjir Eropa Merupakan Tanda Terbaru Krisis Pemanasan Global" 2021). Selain itu, kebakaran hutan menyebabkan keributan di seluruh dunia pada tahun 2021, terutama di Siberia, negara-negara Mediterania, dan Kanada. 

Terlepas dari iklim dingin di wilayah utara Rusia, Yakutia mencapai suhu 39 celcius dan mengalami cuaca terkering sejak 1888 dan mengalami rekor kebakaran hutan, menyebabkan asap dalam jumlah besar dan kenaikan suhu yang tidak normal (Magnay 2021). Korban jiwa, kerusakan properti, pengungsian internal, pemadaman air bersih dan listrik, penggundulan hutan, dan pelepasan karbon yang tinggi mengindikasikan bahwa umat manusia masih belum siap untuk menghadapi bencana terkait iklim yang sering terjadi dan tidak normal (Die Welt 2021). 

Dampak Perubahan Iklim 

Perubahan iklim mempunyai dampak tersendiri bagi suatu wilayah. Bencana alam yang terjadi di Indonesia merupakan bencana yang banyak disebabkan oleh adanya perubahan iklim, seperti tanah longsor, banjir, banjir bandang, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, gagal panen serta bencana alam lain (Fatmasari, 2022). Perubahan iklim seperti tren curah hujan, tren suhu, perubahan normal curah hujan, ekstrem perubahan iklim sangat mempengaruhi keseimbangan ekosistem lingkungan yang kemudian menjadi salah satu trigger bencana alam itu terjadi (Fatmawati, 2022). Sebagai contoh perubahan curah hujan yang tinggi akan mempergaruhi sifat tanah secara fisik, biologi dan kimiawi yang menjadikan tanah rawan terkena erosi tanah bahkan dapat terjadi tanah longsor (Herlina dkk, 2020).

Tujuan: Negara-negara bertujuan untuk mencegah perubahan permanen yang akan dialami dalam sistem iklim dan mencegah kerugian ekonomi akibat perubahan ini. Untuk mencapai tujuan ini, PBB mendanai negara-negara berkembang di bawah SDG13 untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim dan menyiapkan rencana pembangunan rendah karbon (United Nations 2021a). Pekerjaan yang dilakukan untuk mendukung area sensitif dalam lingkup Tujuan 13 juga membantu mencapai tujuan lainnya.

 Menjaga perubahan suhu global di bawah 1,5C dengan pekerjaan yang akan dilakukan dalam kerangka tujuan ini.

Tingkat emisi karbon dioksida pada tahun 2030 harus dikurangi sebesar 45% dibandingkan dengan tahun 2010, dan nol bersih ditargetkan pada tahun 2050 (Perserikatan Bangsa-Bangsa 2021a).

Upaya Penanganan Perubahan Iklim 

Potensi Blue Carbon Indonesia Sebagai Skenario Pengurangan Emisi Dalam Penanganan Isu Perubahan Iklim 

Pemerintah Indonesia mengusulkan peran Blue Carbon untuk mengurangi emisi karbon dalam Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change) pada 2019 Bonn, Jerman. Pemerintah berkontribusi aktif untuk mengurangi emisi karbon sesuai kesepakatan dalam Paris Agreement. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia Indonesia berada pada keberpihakan dan perhatian pada isu perubahan iklim.

Pada tahun 2020 Indonesia akan mengadvokasi peranan blue carbon dalam pengurangan emisi sesuai dengan persetujuan Paris tahun 2015, dimana peran Blue Carbon masih belum diakomodir. Indonesia memiliki 25% dari ekosistem mangrove, seagrass meadow (padang lamun) dimana dengan presentase tersebut, lanjutnya, karbon biru Indonesia akan punya arti besar dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global. Perlu pengembangan lebih lanjut pada potensi Blue Carbon Indonesia terutama pada tiga ekosistem yakni Mangrove, Rawa Asin dan Lamun.

Mitigasi Dan Adaptasi Perubahan Iklim 

UNFCCC sebagai institusi yang menangani masalah pemanasan global menetapkan konsep dalam kerangka dua strategi utama penanganan masalah iklim, yaitu mitigasi dan adaptasi. Mitigasi meliputi pencairan caracara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca atau menahannya, atau menyerapnya ke hutan 'penyerap' karbon lainnya (Jaelani, 2021). Sementara itu adaptasi, mencakup cara-cara menghadapi perubahan iklim dengan melakukan penyesuaian yang tepat bertindak untuk menguragi berbagai pengaruh negatifnya, atau memanfaatkan efek-efek positifnya (Yusuf, 2021). Keberhasilan bisa dicapai bila masing-masing individu mempunyai kesadaran demi mempertahankan keseimbangan iklim (Relsas Yogica dkk, 2018).

Pemerintah sudah menyiapkan Rencana Aksi Nasional untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim (RANMAPI). RANMAPI ini mengakui perubahan iklim merupakan ancaman serius terhadap pembangunan sosioekonomi dan lingkungan hidup Indonesia dan bahwa dampak perubahan iklim diperparah oleh pola-pola pembangunan yang tidak berkelanjutan. Sejauh sistem transformasi (RAN/D-API) untuk perubahan lingkungan di Indonesia, difokuskan pada upaya perubahan seperti prosedur, pengaturan, para eksekutif/pengurus, inovasi dan mentalitas sehingga konsekuensi yang merugikan perubahan lingkungan dapat diturunkan ke dasar serta usaha untuk mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh perubahan lingkungan, baik secara langsung maupun implisit, baik yang menetap maupun yang rusak dan bertahan lama serta pengaruhnya sesuai dengan tingkatan (Sapto Hermawan, 2021).

Adaptasi dan mitigasi dalam bentuk memberdayakan masyarakat yaitu dengan menghemat penggunaan air, terasering untuk meminimalisir risiko longsor, membuat resapan air misalnya melalui sumur resapan dan pembuatan biopori (Dadang Mashur, 2018). Dan sebagai salah satu upaya mitigasi pada daerah pesisir dalam meminimalisir dampak perubahan iklim dapat dilakukan dengan pengelolaan hutan mangrove (Mimi Salminah dkk,2019). Di dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana disebutkan bahwa upaya mitigasi untuk mengurangi risiko bencana dapat dilakukan melalui peningkatan kemampuan menghadapi bencana yaitu salah satunya adalah melalui jalur pendidikan. Karena kemampuan masyarakat untuk tanggap bencana dalam memahami informasi atau instruksi bahaya dari kejadian bencana bisa juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal (Gayatri Hanna Permanasari dkk, 2021).

Pergantian penggunaan sumber daya:

Dalam konteks pengurangan penting oleh negara-negara industri, Uni Eropa berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 80-95% di bawah tingkat tahun 1990 pada tahun 2050. Beberapa tujuan telah ditetapkan untuk dekarbonisasi pada tahun 2050. Dalam jangka pendek-menengah, bahan bakar fosil konvensional seperti batu bara dan minyak direncanakan untuk digantikan oleh bahan bakar rendah emisi seperti gas alam dan hidrogen. 

Tenaga nuklir juga merupakan teknologi tenaga rendah emisi dan memiliki tempat yang sangat besar dalam rencana jangka panjang Uni Eropa. Sumber energi terbarukan lebih diutamakan dalam teknologi pasokan energi yang beragam. Dengan semua rencana pasokan energi ini, mendapatkan efisiensi energi yang tinggi di area pengguna akhir juga merupakan tujuan yang penting. Akhirnya, sistem penangkapan karbon diusulkan dalam jangka panjang untuk mengurangi pelepasan gas karbon yang tidak dapat dihindari ke atmosfer (Komisi Eropa 2012). 

Penerapan kebijakan iklim: 

Dengan penerapan kebijakan iklim, sebuah studi yang dilakukan oleh Malerba dan Wiebe menunjukkan bahwa Jerman akan mengalami peningkatan lapangan kerja tertinggi di Uni Eropa. Namun, beberapa negara lain di seluruh dunia, seperti Jepang dan Amerika Serikat, akan mengalami peningkatan lapangan kerja yang lebih tinggi. Studi ini juga menyimpulkan bahwa tidak ada korelasi antara tingkat kemiskinan dan peningkatan lapangan kerja yang proporsional. Sebuah negara dengan porsi penduduk yang tinggi yang hidup dalam kemiskinan dapat mengalami peningkatan lapangan kerja proporsional yang tinggi, sementara negara lain dengan karakteristik penduduk yang sama mengalami peningkatan lapangan kerja proporsional yang rendah. Misalnya, Brasil mengalami peningkatan yang tinggi sebesar 0,8%, dan India mengalami peningkatan yang rendah sebesar 0,3% (Malerba dan Wiebe 2021). Studi lain menemukan bahwa jika langkah-langkah untuk membatasi pemanasan global di bawah 2C diterapkan, lapangan kerja yang tersedia akan meningkat 0,3% lebih banyak dibandingkan dengan langkah-langkah yang ada saat ini (Montt. 2018). Studi ini juga menemukan bahwa Bulgaria, Indonesia, dan Taiwan akan mengalami peningkatan lapangan kerja proporsional tertinggi sebesar 0,9%. Studi ini menunjukkan bahwa akan ada 4,9 juta lapangan kerja baru yang tercipta di Cina, satu juta di Amerika Serikat dan 1,3 juta di India dengan adanya langkah-langkah aksi iklim. Karena ekonominya sebagian besar bergantung pada bahan bakar fosil dan industri yang diharapkan tumbuh di bawah langkah-langkah aksi iklim tidak berkembang, Timur Tengah mungkin akan mengalami kehilangan pekerjaan, tidak seperti negara lain di dunia (Montt. 2018). 

Capaian Pemerintah dalam Penanganan Perubahan Iklim

Berkenaan dengan Tujuan-13, Pemerintah Indonesia mengambil tindakan cepat dalam menghadapi perubahan iklim dan dampaknya, melalui beberapa tujuan yang berlaku secara global yaitu (i) memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim dan bencana alam di semua negara, dan (ii) mengintegrasikan tindakan antisipasi perubahan iklim ke dalam kebijakan, strategi dan perencanaan nasional. Tujuan tersebut kemudian termanifestasikan dan dikorelasikan berdasarkan sasaran nasional yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019. Adapun sasaran nasional berdasarkan RPJMN 2015-2019 mencakup: 

(1) Menurunnya indeks risiko bencana melalui strategi pengurangan risiko bencana Tingkat nasional dan daerah hingga tahun 2019; serta 

(2) Terwujudnya penyelenggaraan inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK), serta monitoring, pelaporan dan verifikasi emisi GRK yang dilaporkan dalam dokumen Biennial Update Report (BUR) ke-3 hingga tahun 2019 (RI 2017). 

DAFTAR PUSTAKA

Idrus, M. H., & Nur, U. A. (2024). REALISASI PENANGANAN PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA MELALUI IMPLEMENTASI SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS (SDGs): Tujuan 13.1.3. Indonesian Journal of International Relations.

Kufeoglu, S. (2022). Emerging Technologies: Creation for Sustainable Development. Springer International Publishing.

Yulianti, A., & Maharani, F. D. (2022). PENANGANAN PERUBAHAN IKLIM BAGI KEBERLANJUTAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA. https://repository.syekhnurjati.ac.id/.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun