Perubahan iklim mempunyai dampak tersendiri bagi suatu wilayah. Bencana alam yang terjadi di Indonesia merupakan bencana yang banyak disebabkan oleh adanya perubahan iklim, seperti tanah longsor, banjir, banjir bandang, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, gagal panen serta bencana alam lain (Fatmasari, 2022). Perubahan iklim seperti tren curah hujan, tren suhu, perubahan normal curah hujan, ekstrem perubahan iklim sangat mempengaruhi keseimbangan ekosistem lingkungan yang kemudian menjadi salah satu trigger bencana alam itu terjadi (Fatmawati, 2022). Sebagai contoh perubahan curah hujan yang tinggi akan mempergaruhi sifat tanah secara fisik, biologi dan kimiawi yang menjadikan tanah rawan terkena erosi tanah bahkan dapat terjadi tanah longsor (Herlina dkk, 2020).
Tujuan: Negara-negara bertujuan untuk mencegah perubahan permanen yang akan dialami dalam sistem iklim dan mencegah kerugian ekonomi akibat perubahan ini. Untuk mencapai tujuan ini, PBB mendanai negara-negara berkembang di bawah SDG13 untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim dan menyiapkan rencana pembangunan rendah karbon (United Nations 2021a). Pekerjaan yang dilakukan untuk mendukung area sensitif dalam lingkup Tujuan 13 juga membantu mencapai tujuan lainnya.
 Menjaga perubahan suhu global di bawah 1,5C dengan pekerjaan yang akan dilakukan dalam kerangka tujuan ini.
Tingkat emisi karbon dioksida pada tahun 2030 harus dikurangi sebesar 45% dibandingkan dengan tahun 2010, dan nol bersih ditargetkan pada tahun 2050 (Perserikatan Bangsa-Bangsa 2021a).
Upaya Penanganan Perubahan IklimÂ
Potensi Blue Carbon Indonesia Sebagai Skenario Pengurangan Emisi Dalam Penanganan Isu Perubahan IklimÂ
Pemerintah Indonesia mengusulkan peran Blue Carbon untuk mengurangi emisi karbon dalam Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change) pada 2019 Bonn, Jerman. Pemerintah berkontribusi aktif untuk mengurangi emisi karbon sesuai kesepakatan dalam Paris Agreement. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia Indonesia berada pada keberpihakan dan perhatian pada isu perubahan iklim.
Pada tahun 2020 Indonesia akan mengadvokasi peranan blue carbon dalam pengurangan emisi sesuai dengan persetujuan Paris tahun 2015, dimana peran Blue Carbon masih belum diakomodir. Indonesia memiliki 25% dari ekosistem mangrove, seagrass meadow (padang lamun) dimana dengan presentase tersebut, lanjutnya, karbon biru Indonesia akan punya arti besar dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global. Perlu pengembangan lebih lanjut pada potensi Blue Carbon Indonesia terutama pada tiga ekosistem yakni Mangrove, Rawa Asin dan Lamun.
Mitigasi Dan Adaptasi Perubahan IklimÂ
UNFCCC sebagai institusi yang menangani masalah pemanasan global menetapkan konsep dalam kerangka dua strategi utama penanganan masalah iklim, yaitu mitigasi dan adaptasi. Mitigasi meliputi pencairan caracara untuk memperlambat emisi gas rumah kaca atau menahannya, atau menyerapnya ke hutan 'penyerap' karbon lainnya (Jaelani, 2021). Sementara itu adaptasi, mencakup cara-cara menghadapi perubahan iklim dengan melakukan penyesuaian yang tepat bertindak untuk menguragi berbagai pengaruh negatifnya, atau memanfaatkan efek-efek positifnya (Yusuf, 2021). Keberhasilan bisa dicapai bila masing-masing individu mempunyai kesadaran demi mempertahankan keseimbangan iklim (Relsas Yogica dkk, 2018).
Pemerintah sudah menyiapkan Rencana Aksi Nasional untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim (RANMAPI). RANMAPI ini mengakui perubahan iklim merupakan ancaman serius terhadap pembangunan sosioekonomi dan lingkungan hidup Indonesia dan bahwa dampak perubahan iklim diperparah oleh pola-pola pembangunan yang tidak berkelanjutan. Sejauh sistem transformasi (RAN/D-API) untuk perubahan lingkungan di Indonesia, difokuskan pada upaya perubahan seperti prosedur, pengaturan, para eksekutif/pengurus, inovasi dan mentalitas sehingga konsekuensi yang merugikan perubahan lingkungan dapat diturunkan ke dasar serta usaha untuk mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh perubahan lingkungan, baik secara langsung maupun implisit, baik yang menetap maupun yang rusak dan bertahan lama serta pengaruhnya sesuai dengan tingkatan (Sapto Hermawan, 2021).
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya