AIR MATA PENYESALAN
Created by: Sarah Nadya
Malam yang sejuk menemani kesepianku. Angin malam ikut membelai lembut rambutku. Temaniku yang tengah sendiri memandang indahnya bumi. Juga sebagai rekan paling setia dikesendirianku dalam ketidakadilan ini.
“Oh Tuhan, kapan seluruhnya bakal beralih? ” tanyaku dalam pengharapan.
Mendadak pintu kamarku diketuk dengan cukup pelan.
“pasti bi Imah. ” Tebakku
“iya, sebentar! ” sahutku sambil jalan dari serambi kamar.
“Maaf non, waktunya makan malam. Yang lain telah ngumpul di bawah. ” Ucap Bi Imah waktu pintu kamarku terbuka.
“oke bi Dera juga telah lapeer banget. ” Candaku padanya.
Bi Imah yaitu seorang yang merawatku mulai sejak lahir. Bagiku, ia telah seperti Ibu kandungku. Dirumahku, cuma Bi Imah yang perduli dengan keadaanku. Sewaktu saya sakit, cuma ia yang senantiasa ribet mempersiapkan obat, cuma ia yang senantiasa tahu begitu sedihnya saya sewaktu nilai raportku jauh dari nilai kak Dara. Cuma ia yang tahu begitu saya mau seperti kak Dara, saudara kembarku.
****
“wah ada ayam bakar nih. Heem maknyus” ucapku seraya menempati kursi favoritku.
“dasar tidak sopan…” sindir Bapak padaku.
“makanya, janganlah nyerocos saja dong jadi cewek. ” Timpal kakakku, Virgo.
“iya Dera, anda duduk dahulu baru ngomong, kan ada Ayah sama Ibu di sini. Jadi sopan dikit Ra. ” Lebih Kak Dara.
“iya Dera, benar tuh kata Dara. Contoh dia. ” Lebih Ibu lagi.
“ok, saya pergi. Silakan makan!! ” ucapku dengan sinis.
Akupun bergegas naik menuju kamarku tanpa ada sedikitpun menyentuh makanan di sana. Walau sebenarnya maagku kambuh serta terasa sangatlah perih. Namun lebih perih lagi sewaktu saya tidak pernah memperoleh kasih sayang dari kebanyakan orang yang saya sayangi.
****
Matahari menjelma masuk kedalam kamarku yang pemiliknya masih tetap tertidur lelap. Sampai aku terbangun lantaran silaunya cahaya yang menimpa mataku.
“humh, telah pagi ternyata” ucapku pada diri sendiri,
Aku bergegas mandi serta menggunakan baju sekolahku. Dengan aksesori biru yang komplit. Pagi ini, aku tidak mau sarapan. Aku cuma berkunjung ke Bi Imah yang nyatanya tengah mempersiapkan bekal untukku.
“makasih ya Bi, Dera sayang Bibi. ” Ucapku dengan tulus padanya
“iya non, Bibi juga sayangg banget sama non Dera, semangat ya Non sekolahnya. ” Sahut bi Imah menyemangati.
Setibanya disekolah, saya selekasnya menuju ruang tempatku ulangan. Jadwal hari ini yaitu matematika serta bhs inggris. Pelajaran mengkalkulasi yang sangatlah menjengkelkan untukku. Lantaran aku tidak seperti kak Dara yang jago mengkalkulasi. Sangkaanku pas, ulangan kali ini susahnya minta ampun. Sampai kertas ulanganku nyaris tidak terisi. Tetapi bila bhs inggris, inilah kehebatanku. Seluruhnya masalah bisa kukerjakan dengan gampang. Lantaran mulai sejak kecil aku telah belajar bahsa inggris bersama om frans. Seperti Om Frans serta Tante Siska yang semasa di Aceh sangatlah menyayangiku jauh lebih besar dari orangtua kandungku. Tetapi saat ini mereka sudah pindah ke Amerik dengan anaknya, Dimas.
****
Seolah waktu sangat cepat, saat ini waktunya pembagian hasil belajar siswa. Kebetulan, saya serta kak Dera tidak sama kelas serta sekolah. Aku masih tetap ada dikelas satu SMA, sedang ia telah ada dikelas dua. Seluruhnya berlangsung lantaran saya pernah tidak naik kelas pada saat disekolah basic. Bila kak Dara berniat Ayah sekolahkah di sekolah terfavorit di Aceh, sedang saya bersekolah di SMA yang didalamnya hanya siswa buangan dari sekolah lain yg tidak terima kami. Lantaran nilaiku tidak sehebat nilai kak Dara serta Kak Virgo. Mereka mempunyai IQ yang tambah lebih tinggi dari pada saya.
“Pa, ambilin raport Dera ya. ” Pintaku
“Papa telah janji sama Dara bila Ayah yang bakal mengambilkan raportnya. Kalian kan beda sekolah. ” Jawab Ayahku.
“Ma, ambilin raport Dera ya! ” pintaku lagi pada Ibu.
“Mama telah janji sama Virgo ngambilib raportnya, dia kan telah kelas tiga jadi mesti diwakilin. ” Jawab Ibu.
“oh gitu ya. ” Balasku dengan kecewa.
Aku cuma dapat menangis sendirian di dalam kamar. Tak ada satu orangpun yang ingin mengambilkan raportku. Jalan paling akhir yaitu Bi Imah. Serta sudah pasti ia sangatlah ingin mengambilkan raportku.
“Gimana bi akhirnya? ” tanyaku dengan penasaran
“Non Dera juara 1 non. ” Ucap bi Imah dengan semangat.
“hah? Beneran bi? ” sahutku tidak kalah semangat.
Nyatanya usahaku tidak percuma, pada akhirnya saya dapat menyamakan prestasi kak Dara.
****
Setibanya dirumah, kebanyakan orang yang tengah tertawa ria lihat hasil belajar kak Dara serta kak Virgo jadi terdiam sewaktu kedatanganku serta Bi Imah.
“gimana akhirnya Ra?, pasti buruk. ” Ucap kak Virgo menyindirku.
“gak ko, saya juara 1. ” Ucapku dengan semangat.
“ah, juara 1 disekolahmu pasti juara paling akhir dikelas Dara. ” Ledek Ayah padaku.
Saya kecewa, betul-betul kecewa lantaran seluruhnya prestasi yang kuraih tidak penah dihargai sekalipun. Dengan kecewa saya lari menuju kamarku, kuratapi seluruhnya ketidakadilan ini. Aku tak keluar kamar selama dua haripun tidak ada yang perduli. Kebanyakan orang dirumah cuma repot dengan pekerjaannya masing-masing, kecuali Bi Imah yang nyaris tiap-tiap jam membujukku untuk keluar. Maagku kambuh, terasa teramat perih dari yang umumnya.
“oh Tuhan, kuatkan saya! ” pintaku