Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menelisik Larangan iPhone 16 di Indonesia, Salah Kaprah Kebijakan TKDN?

4 November 2024   08:42 Diperbarui: 5 November 2024   04:42 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang ketiga skema ini memiliki tujuan akhir untuk menciptakan peluang dan keuntungan dalam jangka panjang bagi Indonesia, namun alih-alih memperhatikan berbagai komponen di dalam skema ini pemerintah justru malah menciptakan kebijakan skema ini menjadi terkesan "kaku" bagi investor asing.

Foto: iPhone 16 di Apple Store. (Apple)
Foto: iPhone 16 di Apple Store. (Apple)

Menelisik lebih lanjut skema TKDN bagi perusahaan Apple

Menginginkan peluang dan keuntungan dalam jangka panjang untuk negara memanglah sebuah keharusan. Namun, terkadang kita hanya melihat tujuan akhir ini tanpa melihat jalan yang harus dilewati untuk mencapainya. Hal ini berlaku dalam investasi, di mana negara ingin mengambil berbagai potensi yang ada tetapi tidak menawarkan 'kemudahan' kepada para calon investornya.

Pemerintah telah merespon kontroversi dibalik larangan iPhone 16 berbedar di Indonesia dan memberikan tiga skema untuk perusahaan Apple agar memenuhi kebijakan TKDN. Pertama, skema manufaktur yang mana artinya pembuatan produk atau membangun pabrik di dalam negeri.

Skema ini dirasa yang paling memerlukan kajian lebih mendalam. Dalam contoh kasus Apple, pemerintah menekankan soal penggunaan komponen lokal. Di mana seharusnya jika negara ingin perusahaan teknologi tinggi seperti Apple membangun pabriknya di Indonesia, maka negara harus mampu memenuhi 'kebutuhan' yang memang dibutuhkan agar perusahaan bisa membangun pabriknya di Indonesia.

Sehingga, lebih baik jika dalam kebijakan penggunaan komponen lokal ini bisa dilakukan secara bertahap dan tidak langsung diberlakukan secara kaku dan ketat. Misalnya; negara dapat menciptakan fleksibilitas dalam impor komponen tertentu dan selanjutnya pemerintah bisa menerapkan sistem insentif yang bertahap dan meningkat.

Kedua, skema aplikasi di mana perusahaan mengembangkan aplikasinya di Indonesia. Skema ini seharusnya diterapkan jika perusahaan dalam bidang teknologi tinggi ini sudah mampu mendorong ekosistem teknologi digital secara keseluruhan bagi negara.

Artinya, dibandingkan kita befokus pada pengembangan aplikasi lebih baik perusahaan ini diarahkan untuk berinvestasi pada infrastruktur digital yang akan mendukung pertumbuhan teknologi dalam jangka panjang.

Dan yang terakhir adalah skema inovasi, di mana pemerintah ingin perusahaan dalam bidang teknologi tinggi ini mendirikan pusat inovasi dengan penanaman modal baru atau menyerahkan proporsal pengembangan inovasi untuk teknologi informasi dan komunikasi dalam negeri.

Skema ini dapat dikatakan cukup membingungkan, karena kita menginginkan perusahaan dalam bidang teknologi tinggi ini hadir di Indonesia tetapi kita tidak menyediakan ruang khusus dengan infrastruktur yang mendukung agar perusahaan-perusahaan tersebut dapat membangun pusat inovasinya di Indonesia.

Indonesia bisa mencontoh langkah negara Vietnam dengan mendirikan kawasan khusus untuk pusan R&D teknologi tinggi. Tidak hanya menyediakan infrastuktur dan fasilitas yang mendukung, menawarkan insentif pajak dalam jangka panjang juga menarik bagi para perusahaan yang bergerak dalam teknologi tinggi untuk mendirikan pusat inovasinya di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun