Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Real Food dan Persepsi Keliru Masyarakat Indonesia: Lebih Praktis, Bergizi, dan Terjangkau dari yang Dikira

5 Oktober 2024   23:48 Diperbarui: 7 Oktober 2024   14:11 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: iStock/Lisovskaya

Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan membuat sebagian besar orang turut berpikir lebih maju juga. Dalam hal ini, individu dapat memilih sesuatu yang menguntungkan dan bermanfaat sekaligus juga bisa menghindari berbagai macam risiko atau dampak negatif yang dapat terjadi.

Pola hidup manusia juga pada dasarnya terus mengalami perkembangan. Pada zaman pra sejarah manusia menjalani hidup dengan fokus pada "bertahan hidup" dan pada zaman klasik manusia mulai mengenal pemikiran tentang kesehatan serta bagaimana pola hidup dapat berpengaruh pada tubuh.

Hingga memasuki revolusi industri pada abad ke-18 dan ke-19 yang membawa perubahan besar dalam pola hidup manusia. Bukan hanya soal tranformasi dari kegiatan tradisional ke sistem manufaktur saja, tetapi pada periode ini juga dianggap sebagai awal di mana banyak orang yang mulai mengonsumsi makanan olahan yang diproduksi secara masal.

Indonesia terbilang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk masyarakatnya berubah secara pola hidup. Di mana pada masa penjajahan, masyarakat masih mengandalkan pertanian subsisten dan pola makan yang berbasis pada bahan alami seperti padi, sayur, buah-buahan, daging, dan ikan.

Bahkan setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 hingga 1970-an, perubahan ekonomi dan politik yang terjadi tidak serta merta merubah pola konsumsi masyarakat yang sederhana tersebut. Pada periode ini, konsumsi makanan kemasan hanya terbatas pada beberapa jenis makanan dan hanya bisa ditemui di daerah perkotaan saja.

Memasuki era orde baru, pintu perkembangan industri secara pesat khususnya pada industri makanan terbuka lebar. Di mana pada periode ini modernisasi dan industrialisasi di sektor makanan mulai gencar dilakukan, yang kemudian dari sini banyak bermunculan pabrik-pabrik makanan terutama sektor makanan instan dan olahan.

Peralihan ke masa reformasi hingga saat ini, industri makanan di Indonesia datang bukan hanya dari industrinya saja tetapi produk makanan dari luar negeri dapat lebih mudah masuk ke Indonesia melalui impor dan bahkan menjadi sasaran investasi dari berbagai perusahaan makanan internasional.

Bersamaan dengan pertumbuhan industri makanan, maka konsumsi makanan yang mengandung gula, garam, dan lemak tinggi juga turut meningkat di Indonesia. Hal ini kemudian juga menyebabkan meningkatnya angka masalah kesehatan seperti obestitas dan diabetes di kalangan masyarakat.

Meskipun begitu, banyak dari masyarakat yang saat ini mulai mengadopsi berbagai cara pola hidup yang sehat agar dapat terhindari dari risiko penyakit kronis. Salah satunya adalah dengan cara mengonsumsi "real food" atau makanan alami yang minim proses.

Terlihat sederhana namun masih banyak menuai pro, kontra, hingga kesalahpahaman di tengah masyarakat dalam memahami arti dari real food itu sendiri. Tetapi, konsep real food ini bisa menjadi solusi praktis yang memiliki segundang manfaat yang perlu dipertimbangkan dalam jangka panjang.

Sumber: iStock/Lisovskaya
Sumber: iStock/Lisovskaya

Mispersepsi masyarakat tentang "real food"

Real food adalah makanan yang alami, minim proses pengolahan dan tanpa adanya bahan perasa, bahan kimia, pengawet hingga pemanis buatan. bahan makanan yang termasuk real food ini misalnya seperti buah, sayur, biji-bijian, daging, ikan, susu, dsb.

Secara sederhana real food sendiri menekankan pada konsep pola konsumsi makanan yang tetap mempertahankan bentuk aslinya, menjaga nilai nutrisi, dan mengurangi tambahan-tambahan lain yang dapat berdampak negatif pada kesehatan tubuh.

Di zaman yang semakin maju, masyarakat lebih akrab dengan makanan kemasan yang tidak baik bagi kesehatan tubuh. Konsumsi real food juga menjadi sebuah ide dari gerakan secara global yang bertujuan untuk mempromosikan konsumsi makanan yang lebih alami, segar, dan minim proses yang kemudian dikenal dengan real food movement.

Gerakan ini tidak hanya berfokus pada promosi makanan alami dan menentang penggunaan makanan ultra-proses saja tetapi juga untuk keberlanjutan lingkungan. Di mana makanan alami yang didapat dari petani ini secara tidak langsung membantu mengurangi jejak karbon sekaligus juga mendukung ekosistem pangan lokal.

Namun, gerakan untuk mengonsumsi real food ini menghadapi beberapa macam tantangan. Khususnya di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang mayoritas masyarakatnya menyukai makanan dengan cita rasa yang berbumbu.

Belum lagi mispersepsi masyarakat Indonesia soal real food itu sendiri. Di mana, masih banyak dari mereka yang menganggap bahwa olahan makanan nusantara berbahan alami seperti pecel, gado-gado, dan berbagai macam olahan daging maupun ikan yang dianggap masih termasuk kedalam kategori real food.

Perlu diingat lagi bahwa konsep real food bukan hanya soal bahan-bahan alami saja tetapi "minim proses" dalam pengolahannya. Artinya, esensi dari real food lebih menekankan keserdahanaan pada pengolahannya yang bertujuan untuk menjaga kualitas gizi dari bahan makanan tersebut.

Sehingga berbeda dengan olahan makanan yang biasa kita santap, misalnya saja gado-gado yang berisikan beragam jenis sayuran di dalamnya. Untuk mendapatkan bumbu kacang dalam campuran gado-gado, kacang tanah akan digoreng dengan minyak terlebih dahulu, ditambahkan garam, kecap, dan hingga nantinya diberikan toping lain seperi bawang goreng dan kerupuk diatasnya.

Artinya, meskipun gado-gado sebagian besar berisi berbagai macam bahan alami tetapi dalam penyajiannya membutuhkan proses yang cukup panjang dan menggunakan berbagai tambahan seperti minyak, garam, gula, yang bisa mengubah komposisi dari gizi bahan-bahan alami pada sayuran tersebut.

Secara lebih sederhana lagi konsep real food ini tidak terlalu berfokus untuk menciptakan sebuah makanan dengan cita rasa yang "lezat" seperti sajian makanan nusantara yang biasa kita santap. Oleh karena itu, real food lebih berfokus pada "kemurnian" bahan alami dan proses pengolahannya yang sederhana tanpa tambahan apapun.

 ELANG KHARISMA DEWANGGA/RADAR JOGJA 
 ELANG KHARISMA DEWANGGA/RADAR JOGJA 

Tidak hanya menyehatkan tetapi juga menguntungkan

Banyak masyarakat Indonesia yang menganggap bahwa mengonsumsi real food itu mahal. Tidak dipungkiri persepsi ini muncul karena gerakan real food yang terkenal dengan penggunaan bahan organik yang biasanya lebih mahal daripada bahan non-ogranik.

Namun, penggunaan bahan makanan ini tidak terpaku pada jenis organik atau non-organik, karena kedua jenis ini sama-sama merupakan bahan alami. Yang terpenting dari real food bukan soal bahan alami saja, tetapi prosesnya pengolahannya yang sederhana (direbus, dikukus, atau dimakan langsung) tanpa tambahan bahan lainnya seperti minyak, garam, gula, penyedap, dsb.

Prosesnya yang sederhana ini ternyata memiliki nilai positif dalam efesiensi biaya. Penyederhanaan proses seperti direbus atau dikukus, bisa menekan biaya penggunakan kompor gas, pengurangan penggunaan bumbu, umur ekonomis alat masak yang lebih panjang, hingga hemat penggunaan sabun karena dalam prosesnya tidak banyak menyebabkan kotor pada alat masak.

Sehingga dengan berbagai pertimbangan ini, mengonsumsi real food bisa menjadi sebuah pilihan yang bukan hanya memiliki manfaat kesehatan yang besar saja tetapi masyarakat dapat menghemat biaya dan waktu juga.

Memang untuk mengubah pola konsumsi masyarakat kita yang terbiasa mengonsumsi makanan yang berbumbu tidaklah mudah, tetapi dengan berbagai keuntungan baik secara kesehatan maupun ekonomi semoga bisa membuat real food menjadi salah satu pilihan solusi jangka panjang yang bisa diterima dengan mudah oleh semua masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun