Dalam teorinya, Parkinson mengajukan sebuah prinsip sebagai sebuah ilustrasi yang dihasilkan dari pengamatannya terhadap fenomena birokrasi dan administrasi di pemerintahan. Di mana dalam administrasi pemerintahan, birokrasi cenderung berkembang secara otomatis, terlepas dari kebutuhan aktual.
Parkinson menambahkan bahwa pemerintah memiliki kecenderungan untuk menambahkan lebih banyak staf atau melakukan lebih banyak pertemuan hanya untuk "mengisi waktu" yang tersedia. Sehingga dapat dikatakan bahwa hal-hal yang dilakukan tersebut bukan karena kebutuhan yang sebenarnya.
Dari keresahan terhadap isu tersebut, Parkinson kemudian mengekstrapolasikan prinsip tersebut menjadi sebuah konsep yang lebih luas di mana pekerjaan ternyata dapat mengembang sesuai dengan waktu yang tersedia untuk menyelesaikannya, yang kemudian dikenal sebagai teori atau prinsip 'Parkinson's Law".
Secara sederhana, Parkinson's Law ini menjelaskan bagaimana ketika sebuah pekerjaan memiliki jangka waktu pengerjaan yang panjang maka seseorang akan memiliki kecenderungan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut lebih lama sesuai dengan waktu yang tersedia. Dalam kata lain semakin lama waktu pengerjaannya, maka pekerjaan tersebut justru semakin tidak efisien.
Padahal pekerjaan tersebut bisa saja selesai lebih awal daripada jangka waktu yang tersedia, namun karena waktu yang tersedia panjang maka seseorang akan memanfaatkan waktu yang panjang itu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Tentu ini merupakan perilaku yang menunjukkan infesiensi dalam pekerjaan yang akan berdampak pada produktivitas seseorang.
Teori yang diciptakan Parkinson ini ternyata terbukti relevan bahkan hingga saat ini. Di mana dalam lingkup dunia bisnis, pendidikan, bahkan hingga kehidupan sehari-hari sekali pun, praktik dari prinsip pada teori tersebut sering kali kita temukan.
Jika kita hubungkan dengan pola kebiasaan masyarakat Indonesia dalam hal manajemen waktu dan efisiensi tentu sangatlah berkaitan. Masyarakat kita seolah meromantisasi "terlambat" dengan sangat baik.Â
Terbukti dengan terbiasanya dengan hal tersebut, masyarakat sampai memiliki berbagai istilah khusus untuk menggambarkan manajemen waktu yang buruk itu.
Yang semula hanya ada di lingkungan sosial masyarakat saja, kemudian tak terasa terbawa hingga ke berbagai hal lainnya seperti dunia pendidikan dan pekerjaan. Oleh karena itu sering kita sebagai masyarakat sendiri tahu betul betapa buruknya Indonesia dalam hal manajemen waktu.
Ini semua dapat tergambar melalui bagaimana negara ini memiliki birokrasi yang ruwet, pelayanan yang lama, pokoknya apapaun yang berhubungan dengan waktu maka semua hal-hal buruk ada pada negara ini.Â