Polemik pengelolaan kekayaan alam Indonesia yang melimpah ini seolah seperti tidak ada habisnya. Bagaikan sebuah cerita, akan selalu ada chapter terbaru dengan karakter dan alur yang berbeda. Apalagi dalam hal ini sudah dihubungkan dengan dunia politik, membuat drama 'eksploitasi' alam semakin menarik untuk dibahas.
Seiring berjalannya waktu, manusia menemukan berbagai cara untuk bisa mendapatkan sebuah nilai ekonomi yang besar. Tentunya ini akan berhubungan dengan keuntungan yang lebih besar dan secara sederhanya digambarkan dengan mendapatkan 'uang yang lebih banyak'.
Begitu juga dalam pengelolaan kekayaan alam, Indonesia dengan berbagai inisiasinya seolah menciptakan sebuah rentetan sejarah kelam dalam proses pengelolaan sumber daya alam tersebut.Â
Di mana setiap tahunnya bahkan hingga saat ini, proses pengelolaan yang dilakukan negara terbilang semakin parah dalam merusak alam tersebut.
Kita bisa lihat bagaimana kerusakan alam yang ada saat ini semakin parah dan marak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Tidak hanya soal isu lingkungan, permasalahan dalam bidang agraria yang berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat juga turut ikut terkena imbas dari proses pengelolaan sumber daya alam tersebut.
Negara yang dalam hal ini pemerintah memiliki peran dalam mengelola sumber daya alam yang ada melalui regulasi dan kebijakan, pengawasan dan penegakan hukum, pemberdayaan masyarakat sekitar, hingga memastikan bahwa pengelolaan kekayaan alam ini berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan dalam yang dalam jangka panjang kepada masyarakat sekitar.
Sehingga sudah pasti bahwa disini pemerintah juga akan memastikan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaannya merupakan pihak yang 'mengerti' tentang hal tersebut.Â
Tentunya ini bertujuan agar sasaran dan mitigasi resiko yang diharapkan mampu berjalan dengan seharusnya dan tidak sebaliknya yang justru merugikan masyarakat dan negara itu sendiri.
Isu pengelolaan kekayaan alam ini kembali santer menjadi perbincangan warganet setelah pemerintah yang memberikan izin tambang kepada salah satu ormas keagamaan terbesar di Indonesia.
Banyak pihak yang menyangkan kebijakan pemberian izin tersebut karena ini sudah menyimpang dari fungsi ormas yang harusnya berforkus pada masalah sosial masyarakat, pendidikan, dan khususnya kegamaan karena ormas tersebut secara khusus dilabeli sebagai 'ormas keagamaan'.
Keberadaan organisasi masyarakat (Ormas) di Indonesia
Negara ini menjamin kebebasan untuk berserikat atau berogranisasi, kebebasan berkumpul, dan kebebasan dalam menyatakan pendapat yang secara tegas diatur dalam konsititusi. Dalam hal ini bahwa kebebasan untuk membentuk, ikut serta dalam keanggotaan, dan menjadi pengurus organisasi dalam kehidupan bermasyrakat merupakan hak setiap warga negara.
Ini mengartikan bahwa negara memberikan ruang kepada masyarakat baik secara individu maupun kelompok untuk turut ikut serta dalam memberikan masukan-masukan yang membangun kepada pemerintah yang memiliki tujuan akhir untuk kemajuan negeri ini.
Sehingga dalam hal ini negara tidak mengekang masyarakatnya untuk mendirikan sebuah organisasi yang memiliki tujuan baik untuk masyarakat dan negara.Â
Meskipun memberikan kebebasan, pemerintah tetap memastikan agar bagaimana 'kebebasan' itu tetap berada dalam jalurnya melalui peraturan undang-undang yang mengatur tentang segala hal tentang pelaksanaannya.
Hingga akhirnya kita mengenal istilah Organisasi Masyarakat (Ormas). Ormas merupakan perwujudan dari kemedekaan berserikat dan berkumpul bagi warga negara Repulik Indonesia yang didasarkan atas sifat kekhususan organisasi kemasyaratan tersebut untuk berperanserta dalam pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
Atau lebih lanjut lagi dijelaskan dalam dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) pada Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa pengertian Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila.
Kehadiran dari Ormas ini juga memiliki beberapa tujuan namun secara garis besar memiliki 2 tujuan utama yaitu kepada masyarakat dan negara.Â
Pada masyarakat biasanya berhubungan dengan pemberdayaan dan pelayanan kepada masyarakat, menjaga nilai agama dan kepercayaan, hingga melestarikan dan memelihara norma, nilai, etika, dan budaya dalam masyarakat.
Sementara pada negara akan erat kaitannya dengan menjaga serta melanjutkan apa yang dimiliki oleh negara. Misalnya turut serta dalam melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup, hingga menjaga, memelihara, dan memperkuat nilai-nilai Pancasila demi terwujudnya tujuan negara serta mempererat persatuan dan kesatuan bangsa ini.
Indonesia sendiri tercatat memiliki 354.297 organisasi masyarakat yang telah berbadan hukum dari Kemenkumham. Namun kita biasa familiar dengan ormas Islam yang mungkin lebih sering bersinggungan dengan masyarakat karena membawa pengaruh positif t melalui berbagai macam misi atau programnya.
Ormas-ormas Islam ini juga sudah menjadi bagian dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia baik sebelum kemerdekaan bahkan hingga saat ini. Ormas Islam ini bukan hanya mencakup soal 'keagamaan' saja tetapi memiliki misi-misi besar demi memberikan kesejahteraan masyarakatnya melalui pendidikan dan ekonomi sehingga dalam jangka panjang tentunya dapat menghasilkan multiplier effect yang positif bagi negara juga.
Izin tambang untuk ormas kegamaan, sudah sesuaikah?
Pemerintah setiap harinya selalu memberikan berbagai kejutan untuk masyarakatnya. Social media kembali dihebohkan dengan kabarnya kebijakan pemerintah yang memberikan konsesi kepada salah satu ormas keagamaan terbesar di Indonesia untuk mengelola sumber daya tambang.
Banyak warganet yang merasa ini merupakan hal yang tidak benar. Terlebih lagi dalam hal ini yang diberikan konsesi tersebut adalah ormas 'keagamaan' yang seharusnya secara misi dari organisasi tidak terlibat dalam kegiatan yang merusak kelestarian alam dan dapat merugikan masyarakat.
Seperti yang kita ketahui juga bahwa kehadiran ormas keagamaan di Indonesia ini memiliki peran yang penting dalam masyarakat dan negara. Sehingga jika ormas keagamaan turut ikut serta dalam kegiatan yang merugikan masyarakat, tentu hal ini membuat kita mempertanyakan fungsi awal dari ormas kegamaan tersebut.
Sehingga secara etika, pemberian konsesi izin tambang kepada ormas keagamaan tersebut seolah merusak fungsi dari keberadaaan ormas keagamaan di Indonesia. Apalagi disini ormas keagamaan memiliki misi yang spesifik mengarah ke ranah kegamaan, pendidikan, bahkan hingga ekonomi.
Dengan melibatkan ormas keagamaan ke kegiatan eksploitasi alam tersebut tentu sudah keluar dari tujuan dan fungsi adanya ormas di negara ini yang sudah diatur dalam Ketentuan Pasal 5 UU 17/2013 yang khususnya pada salah satu poin yaitu 'melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup'.
Indonesia memiliki sejarah kelam dalam konflik agraria khususnya berkaitan dengan pengelolaan lahan untuk kegiatan tambang dan perkebunan. Salah satu yang melatarbelakangi dari konflik tersebut adalah isu agama. Bagimana pada saat itu, pihak tertentu menggunakan isu agama untuk bisa menguasai lahan dan menyingkirkan orang-orang yang berusaha menentangnya.
Menggunakan ormas keagamaan sebagai tameng untuk bisa mengeksploitasi sumber daya alam yang ada seolah ingin mengulang sejarah kelam tersebut. Seharusnya kita justru lebih berfikir maju dalam mengelola kekayaan alam yang ada dan bukan justru ingin mengulang apa yang sudah menjadi sebuah kesalahan di masa lalu.
Apalagi dengan menggunakan ormas keagamaan yang seharusnya memberikan dampak positif kepada masyarakat, tentunya akan membuat dampak negatif yang dihasilkan justru lebih besar lagi dibandingkan sebelumnya.
Misalnya, tidak adanya keahlian dan pengetahuan tentang pengelolaan sumber daya tambang yang dimiliki oleh ormas keagamaan tersebut memungkinkan adanya potensi resiko yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan dan kesehatan masyarakat, di mana ini bisa menciptakan ketegangan sosial dalam masyarakat.
Selain itu pemberian izin tambang kepada ormas kegamaan ini juga dikhawatirkan akan menciptakan konflik kepentingan dan potensi penyalahgunaan narasi keagamaan dalam menghadapi permasalahan yang ada dalam pengelolaan tambang tersebut. Dalam hal ini berhubungan dengan kritik terhadap pengelolaan tersebut yang berpotensi akan dianggap sebagai 'anti-agama'.
Oleh karena itu, lebih baik jika pengelolaan tambang ini diberikan kepada perusahaan swasta atau perusahaan negara yang lebih kompeten dalam hal tersebut.Â
Kita sudah tau jika pihak yang berkompeten sekali pun masih banyak memberikan dampak negatif kepada masyarakat, apalagi jika pengelolaan ini diberikan kepada ormas keagamaan yang tidak memiliki kompetensi tersebut.
Sehingga akan lebih bijak jika pemerintah tetap bisa menjaga marwah dari ormas kegamaaan yang memiliki peran penting di dalam masyarakat. Serta dapat memilih pihak yang tepat untuk mengelolaa sumber daya tambang tersebut yang dibarengi dengan pengawasan yang lebih ketat agar tidak memberikan dampak negatif pada masyarakat lokal sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H