Dulu identitas suatu kelompok umur akan disimbolkan melalui tahun kelahirannya. Misalnya sebutan untuk kelompok generasi 80-an atau 90-an, yang mana ini menunjukkan sekelompok orang yang memiliki umur yang tahun kelahirannya direntang tahun 1980-an atau tahun 1990-an.
Berbeda dengan sekarang, kita lebih mengenal pengelompokan umur atau generasi tertentu dengan istilah nama yang masing-masing diantaranya tidak hanya menunjukkan kelompok umur saja tetapi juga karakteristik atau sifat dari masing-masing generasi tersebut.
Menurut Baresford Research, secara umum setidaknya ada empat pengelompokan generasi yaitu Gen Z (1997 - 2012), Gen Y atau Millennial (1981 - 1996), Gen X (1965 - 1980), dan Baby Boomers (1946 - 1964). Dan ada juga yang paling terbaru yaitu Generasi Alpha yang terdiri kelompok umur yang lahir di tahun 2010-2011 hingga sekarang.
Dari banyaknya istilah kelompok generasi yang ada, terdapat dua kelompok generasi yang selalu menjadi bahan perbincangan masyarakat di sosial media terkait karakteristik dan keunikan orang-orang yang berada di kelompok generasi tersebut yaitu generasi millennials dan Gen Z atau disingkat dengan "MZ".
Bukan tanpa alasan, kedua generasi ini hadir dengan karakteristik yang unik dan kerapkali membawa pemikiran dan tren baru di dalam kehidupan sosia-ekonomi masyarakat khususnya di Indonesia.Â
Misalnya, tren 'vintage' atau hal-hal yang biasanya berhubungan dengan barang yang sebelumnya ada atau diproduksi di masa lalu. Sederhanya, barang-barang jadul yang memiliki nilai memori tersebut saat ini dianggap memiliki nilai estetika karena kita bisa meromantisasi apa yang terjadi saat ini dengan gaya "lama".
Bukan hanya itu, tren seperti ini bisa terjadi juga karena adanya elemen nostalgia. Baik mereka yang sebelumnya pernah memiliki pengalaman di masa tersebut sehingga ingin bisa mengulagi pengalaman yang sama di masa sekarang.
Atau anak-anak Gen Z yang tidak perah mengalami masa tersebut tetapi melihat keunikan dari barang-barang vintage ini melalui tayangan iklan, film, hingga mendengar kisah unik dibalik barang-barang tersebut sehingga memuncullkan rasa keinginantahuan serta ingin merasakan vibes dari masa lampau melalui barang-barang vintage tersebut.
Beberapa tahun kebelakang ini, tren vintage cukup mewabawah dan menjadi tren terkini di kalangan anak muda seperti Millennial dan Gen Z (MZ). Hingga saat ini bahkan berbagai macam barang-barang vintage kembali bermunculan ke permukaan sebagai dampak dari adanya tren tersebut.
Mulai dari fashion, teknologi seperti handphone dan kamera keluaran lama, hingga pemutar musik menggunakan piringan hitam yang tiba-tiba menjadi sesuatu yang hits di kalangan anak muda masa kini.
Apa yang membedakan Vintage, Retro, dan Antik?
Jika mengacu pada kamus etimologi, kata vintage ini ditemukan pada awal abad ke-15 yang diambil dan diadaptasi dari dari bahasa Prancis kuno yaitu "vendage" yang berarti panen anggur dan bahasa Latin yaitu "vindemia" yang berarti kumpulan anggur.
Pada tahun 1746, makna dari kata vintage ini bergeser dari semula mendefinisikan umur atau tahun dari wine tertentu, kemudian menjadi sebuah kata sifat yang umum untuk menggambarkan "sesuatu yang berasal dari masa lampau".Â
Hingga akhirnya penggunaan kata vintage ini diperluas dan digunakan pada barang-barang dari masa lalu yang memiliki nilai historis dan estetika.
Sedangkan istilah retro muncul setelah istilah vintage ini. Menurut Oxford English Dictionary, kata retro ini diketahui pertama kali digunakan pada tahun 1600-an. Bukti awal dari penggunaan kata ini ditemukan pada tahun 1634 dalam tulisan Thomas Jackson yang merupakan seorang pendeta di Church of England.
Kata retro ini berasal dari bahasa Latin yaitu "retro" yang berarti "mundur atau ke belakang". Pada saat itu kata retro ini digunakan untuk mengartikan sebuah arah gerak yang dalam hal ini mengacu pada astronomi dan linguistik.Â
Kemudian pada tahun 1974, kata retro mengalami pergerseran makna menjadi sesuatu hal yang "berkaitan dengan masa lalu" dan menjadi istilah populer yang digunakan dalam seni, musik, hingga budaya populer pada masa lalu.
Berbeda dengan kata antik atau dalam yang dalam bahasa inggris "antique", yang mulai digunakan apada pada ke-16 dan mengacu pada barang-barang yang berasal dari masa lalu.Â
Menurut Cambridge Dictionary, kata antique sendiri berarti sesuatu yang dibuat pada periode awal yang kemudian dikoleksi dan dianggap memiliki nilai karena indah, langka, tua, atau berkualitas tinggi.
Kata antique ini terus berkembang hingga abad ke-19, dan menjadi istilah yang sangat populer di kalangan kolektor dan ahli barang-barang antik. Namun ternyata kata antique ini memiliki definisi yang berbeda-beda di berbagai negara. Misalnya di Amerika serikat, sebuah barang dikategorikan sebagai barang "antique" apabila memiliki usia minimal 100 tahun.
Bangkitnya tren "vintage" di kalangan anak muda
Beberapa tahun kebelakang ini, tren vintage menyebar dengan cepat di kalangan anak muda. Dari sini juga kita bisa mengetahui beberapa barang yang diproduksi di masa lalu yang kemudian menjadi primadona di era sekarang, karena dianggap memiliki nilai estetika sekaligus menjadi sesuatu yang menarik jika dibagikan melalui sosial media.
Dalam dunia fashion kita mengenal istilah thrifting atau secara sederhananya merupakan kegiatan mencari pakaian-pakaian bekas yang masih layak pakai yang biasanya dapat dibeli dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan pakaian baru.
Dulu berburu pakaian bekas layak pakai seperti ini hanya dilakukan oleh kelompok masyarakat ekonomi bawah, karena harganya yang murah. Namun sekarang anak muda berbondong-bondong berburu pakaian bekas dan kemudian saling berlomba adu outfit dari hasil thrifting tersebut yang dibagikan di sosial medianya.
Hingga akhirnya banyak masyarakat yang melihat kegiatan anak muda masa kini tersebut sebagai sebuah peluang bisnis yang menjanjikan.Â
Di mana yang semula penjual baju bekas layak pakai ini hanya biasa di temui di pasar-pasar baju bekas, sekarang kita bisa menemukan baju bekas yang aestethic ini di berbagai platform social media dan e-commerce.
Selain fashion, barang-barang vintage yang kini menjadi hits adalah penggunaan teknologi kamera digital yang dulu sempat hits di tahun 2000-2010an di Indonesia. Banyak anak muda kini yang mulai menggunakan kamera-kamera digital dari berbagai jenis merk dengan alasan hasil foto yang terbilang unik.
Tidak hanya sampai disitu saja, ditengah kemajuan teknologi seperti kemudahan mendengarkan musik melalui smartphone dengan pilihan berbagai jenis aplikasi layanan music yang ada, namun anak muda sekarang justru memilih mempopulerkan mendengar musik melalui kaset piringan hitam yang sempat hits di tahun 1950-an hingga 1990-an.
Hal ini juga di dukung dengan hadirnya produk-produk turntable vinly yang lebih modern, praktis, dan canggih, namun masih bisa merasakan feel masa-masa tempo dulu. Banyak anak muda menganggap bahwa mendengarkan musik melalui piringan hitam ini memiliki ciri khas suara menarik dibandingkan mendengarkan musik melalui smartphone.
Sepertinya halnya hukum permintaan-penawaran, tren ini secara tidak langsung juga menciptakan permintaan sekaligus juga peluang bisnis untuk memenuhi permintaan tersebut. Tren unik ini juga membuat orang-orang hingga perusahaan berlomba-lomba memanfaatkan peluang tersebut untuk dapat menghasilkan nilai ekonomi.
Kebutuhan pada berbagai barang-barang vintage unik yang berbeda seperti baju bekas layak pakai, kamera digital, piringan hitam, dan barang lainnya yang mungkin akan muncul akibat dari tren ini, menyiratkan bahwa minat konsumen terhadap barang-barang vintage ini terbilang cukup tinggi.
Banyak orang yang memanfaatkan peluang ini dan kemudian secara tidak langsung juga menciptakan sebuah "komonunitasnya" dalam pasar barang-barang vintage.Â
Dalam hal ini terciptanya alur bisnis seperi para kolektor barang vintage, supplier yang mencari barang vintage, hingga sampai ke berbagai jenis penjual dan pembeli, membuat peluang bisnis dari tren vintage ini diprediksi bisa bertahan lama.
Selain itu, siklus tren yang ada selalu berputar dan kembali lagi dari waktu ke waktu. Artinya, barang-barang vintage juga dapat dikatakan memiliki siklus tren yang stabil dan bukan semata-mata hanya tren "sementara". Karena seberapa pun majunya tren yang ada di dalam masyarakat, tren vintage ini akan selalu ada dan memiliki 'penggemarnya' sendiri.
Sehingga kita bisa melihat bahwa nilai dari suatu barang bukan dilihat dari harga maupun seberapa terbarunya barang tersebut. Dari tren vintage ini kita belajar bahwa ternyata elemen nostlagia, estetika, dan memori dari suatu barang tidak hanya bisa membuat perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat tetapi juga memiliki value added dalam hal ini bisa menjadi peluang bisnis yang menjanjikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H