Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Nasib Masyarakat Ekonomi Kelas Menengah yang Terabaikan: Maju Kena Mundur Kena

29 Maret 2024   07:08 Diperbarui: 30 Maret 2024   08:03 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
China on cusp of joining high-income club, but slowdown raises spectre of middle-income trap (scmp/Frank Tank)

Dalam tatanan sosio-ekonomi masyarakat di suatu negara umumnya terdapat tiga level kelas yang membedakan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Ada ekonomi kelas atas, ekonomi kelas menengah, dan yang terakhir terdapat ekonomi kelas bawah.

Masing-masing dari kelas ini biasanya akan dinilai berdasarkan pengeluaran yang dilakukan oleh masyarakat dalam periode waktu tertentu. World Bank membagi kelas masyarakat Indonesia menurut pengeluarannya menjadi 5 kategori. Kelima kategori tersebut adalah kelompok penduduk miskin, rentan, menuju kelas menengah, kelas menengah, dan kelas atas.

Kelompok penduduk miskin memiliki pengeluaran kurang dari Rp 354 ribu dan rentan Rp 354-532 ribu  per bulan. Lalu untuk kelompok menuju kelas menengah memiliki pengeluaran Rp 532 ribu -- Rp 1,2 juta dan kelas menangah Rp 1,2 juta -- Rp 6 juta per bulan. Dan yang terakhir kelompok kelas atas yang memiliki pengeluaran lebih dari Rp 6 juta per bulan.

Dari sini juga negara dapat melihat tantangan yang dihadapi saat ini dan di masa yang akan datang. Selain itu juga kebijakan yang rancang akan dinilai keberhasilannya melalui seberapa banyak jumlah kelompok masyarakat tertentu yang ada di negara tersebut. Sehingga ini kemudian yang akan menjadi defisini 'kesejahteraan' bagi masyarakat itu sendiri.

Misalnya angka kelompok masyarakat miskin. Ketika angkanya mengalami peningkatan, maka pemerintah perlu dipertanyakan kinerjanya  dan begitu juga sebaliknya ketika angkanya menurun maka pemerintah telah berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.

Berbicara mengenai kelompok masyarakat, di negara mana pun sepertinya akan selalui berfokus pada kelompok masyarakat miskin sebagai sasaran utama dalam kebijakannya. Selain memang tujuannya untuk lebih mensejahterakan masyarakatnya, angka kemiskinan juga merupakan sebuah 'aib' bagi negara itu sendiri.

Sehingga pada akhirnya sebagian besar negara banyak yang memfokuskan kebijakannya yang secara khusus untuk mengentaskan kemiskinan. Namun, tak sedikit negara yang tidak memberikan perhatiannya pada kelompok masyarakat lainnya yang juga memiliki peran dalam pertumbuhan ekonomi negara.

Sepertinya halnya masyarakat kelas menengah yang dianggap lebih rentan terhadap kemungkinan untuk menjadi miskin dan 'aman' secara ekonomi. 

Dari buah pemikiran inilah yang akhirnya membuat posisi masyarakat kelas menengah menjadi serba salah. Seolah tidak memerlukan 'bantuan' dan kemudian akhirnya menjadi terabaikan oleh negara.

Nasib Kelas Menengah RI, Minim Perhatian dari Pemerintah (KOMPAS.ID/AGNES THEODORA)
Nasib Kelas Menengah RI, Minim Perhatian dari Pemerintah (KOMPAS.ID/AGNES THEODORA)

Mengenal masyarakat ekonomi kelas menengah lebih dekat

Kelompok masyarakat kelas menangah adalah mereka yang secara ekonomi dianggap lebih 'aman' dengan pengeluaran bekisar antara Rp 1,2 juta hingga Rp 6 juta per orang per bulan. Selain itu juga kelompok masyarakat ini juga dianggap memiliki 'kemungkinan yang kecil' untuk terjerat dalam rantai kemiskinan.

Dalam laporan World Bank yang bertajuk "Aspiring Indonesia ---Expanding the Middle Class" dijelaskan bahwa terdapat lonjakan jumlah masyarakat kelas menengah dalam beberapa tahun terakhir. 

Selama 20 tahun terakhir ini setidaknya terdapat sekitar 115 juta orang yang keluar dari kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin yang kemudian menjadi kelompok masyarakat kelas menengah.

Ternyata masyarakat kelas menengah juga tumbuh lebih cepat dibandingkan kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Saat ini setidaknya terdapat 52 juta orang Indonesia yang secara ekonomi sudah berkecukupan (1 dari 5 orang Indonesia).

Berdasarkan survey konsumsi rumah tangga nasional yang dilakukan pada tahun 2016 lalu, menunjukkan bahwa setidaknya 20 persen dari 52 juta penduduk Indonesia tersebut merupakan kelompok masyarakat kelas menengah. Jumlah ini lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok maysarakat miskin yang hanya 11 persen.

Meskipun segmen terbesar dari populasi penduduk yaitu kelas menengah yang dianggap sebagai kelompok yang telah berhasil keluar dari jerat kemiskinan, namun perlu menjadi catatan bahwa mereka belum sepenuhnya dapat dikatakan "berkecukupan" secara ekonomi dan masih bisa berpeluang untuk terjatuh pada jurang kemiskinan kembali.

Memang secara data yang ada, Indonesia pun bahkan temasuk kedalam kelompok upper-middle atau negara kelas menengah atas menurut world bank pada tahun 2023 lalu. 

Di mana angka Gross National Income (GNI) Indonesia tercatat mengalami peningkatan sebesar 9,8% menjadi US$ 4.580  di tahun 2022 setelah sebelumnya sebesar US$4170 pada tahun 2021.

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Dari sisi pengeluaran masyarakatnya, dalam laporan yang bertajuk "Ringkasan Eksekutif Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk Indonesia" yang dikeluarkan oleh BPS pada maret 2023 lalu, terlihat bahwa penduduk perkotaan memiliki rata-rata pengeluaraan sebesar Rp1.691.450 per kapita sebulan dan mengalami peningkatan sebesar 9,8 persen dibandingkan tahun lalu.

Sementara untuk penduduk pedesaan memiliki rata-rata pengeluaran sebesar Rp1.119.199 per kapita sebulan dan meningkat 8,99 persen dibandingkan tahun lalu. Serta perkotaan pedesaan yang memiliki rata-rata pengeluaran sebesar Rp1.451.870 per kapta sebulan yang juga mengalami peningkatan sebesar 9,35 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Apabila kita gunakan standar yang ditetapkan oleh World Bank, penduduk Indonesia dapat dikatan sebagian besar masyarakatnya termasuk ke dalam kelompok kelas menengah. 

Penduduk perkotaan dan penduduk perkotaan pedesaan sudah memenuhi standar karena pengeluarannya sudah lebih dari Rp 1,2 juta. Sementara untuk penduduk desa masih masuk dalam kelompok masyarakat yang menuju kelas menengah (pengeluaran < Rp1,2 juta).

Ilustrasi kelas menengah  (Thinkstockphotos.com)
Ilustrasi kelas menengah  (Thinkstockphotos.com)

Kelompok masyarakat kelas menengah yang terbaikan

Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2021 lalu, menunjukkan bahwa 69 dari 100 penduduk Indonesia adalah penduduk berpendapatan menengah bawah. Hal ini juga menjelaskan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia didominasi oleh penduduk kelas menengah.

Meskipun demikian, kita jarang mendengar atau melihat aksi pemerintah melalui kebijakan yang memfokuskan pada kelompok masyarakat kelas menengah tersebut. Yang paling santer dan banyak masyarakat akan familiar adalah tentang bagaimana pemerintah terus berusaha mengatasi permasalahan yang terjadi pada kelompok masyarakat miskin.

Padahal masyarakat kelas ekonomi menengah memiliki potensi ekonomi yang besar selain dari jumlah proporsinya yang lebih banyak dibandingkan dengan masyarakat miskin. 

Transformasi struktural yang terjadi dan menyebabkan perubahan ekonomi dari semula pada sektor pertanian menjadi industri dapat dimanfaatkan dengan baik melalui angkatan kerja yang dihasilkan oleh masyarakat kelas menengah.

Namun permasalahannya adalah masyarakat kelas menengah masih dianggap sebagai kelompok yang 'aman' secara ekonomi. Sehingga dari siinilah yang membuat kelas menengah kerap kali terabaikan kesejahteraannya.

Khususnya pada aspek-aspek seperti pendidikan dan kesehatan yang tidak hanya bisa memberikan kesejahteraan bagi mereka tetapi juga dapat menciptakan SDM terbaik yang bisa mendukung transformasi struktural tersebut.

Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporannya "Pendidikan dan Kesehatan, Jembatan Keluar Dari Jerat Kelas menengah" menyoroti bagaimana kelas mengenah yang terabaikan dalam aspek pendidikan dan teknologi, perlindungan sosial, dan kesehatan.

Dalam bidang pendidikan dan teknologi terdapat masalah kesenjangan antara kelas menengah bawah dengan kelas menengah atas dan tinggi khususnya dalam pemanfaatan teknologi dan internet. Jika kita terjemahkan dengan lebih sederhana, masih banyak masyarakat di kelas menengah yang sulit mengakses fasilitas pendidikan.

Di mana kelas menengah juga biasanya dianggap 'tidak memerlukan' bantuan dalam hal bidang pendidikan ini. Tidak sedikit juga masyarakat yang mengeluhkan bagaimana mahalnya biaya UKT di perguruan tinggi padahal dari segi pendapatan mereka termasuk masyarakat kelas menengah yang 'masih membutuhkan' bantuan dalam hal ini biaya pendidikan yang terjangkau.

Dari sisi perlingdungan sosial, ternyata tercatat hanya 7,9 persen rumah tangga di kelompok berpendapatan menengah bawah yang mendapatkan jaminan pekerjaan seperti jaminan hari tua, jaminan pensiun, pesangon, jaminan kecelakaan, dan asuransi kantor. 

Padahal disribusi penduduk kelas menengah bawah sendiri mencapai 69,05% yang artinya masih banyak penduduk di kelas ini yang tidak memperoleh fasilitas perlindungan sosial.

Tidak hanya perlindungan sosial, masyarakat kelompok menengah juga masih kesulitan untuk menikmati fasilitas kesehatan. Tercatat bahwa dari 27 persen pendudukan berpendapatan menengah bawah yang mengalami keluhan kesehatan, hampir 60 persennya tidak melakukan rawat jalan.

Lebih lanjut lagi, dari 100 penduduk berpendapatan menengah bawah yang tidak melakukan rawat jalan, terdapat setidaknya 68 orang yang memilih untuk mengobati dirinya endiri dan masih ditemukan 1 orang yang tidak melakukan rawat jalan karena alasan kesulitan biaya dan transportasi.

Maka tidak mengeherankan jika Indonesia masih terjerat dalam pusaran middle income trap. Di mana negara yang mayoritas penduduk berpendapatan menengah tidak bisa berkembang dan terjebak di dalamnya, yang salah penyebab utamanya adalah "produktivitas rendah".

Untuk meningkatkan produktivitas masyarakat, maka pemerintah perlu serius dalam membuat kebijakan terkait hal tersebut khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Ketika masyarakat dapat mengakses kedua hal tersebut dengan mudah dan mendapatkan fasilitas yang baik, maka secara otomatis dapat menciptakan SDM terbaik juga.

Yang pasti adalah ketika pemerintah mampu menciptakan kesejahteraan pada masyarakat pasti akan memberikan dampak berganda pada negara itu sendiri.

 Melihat posisi Indonesia sebagai upper-middle income dengan proporsi masyarakat kelas menengah yang besar, sepertinya sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian lebih agar dapat memaksimalkan sumber daya yang ada sehingga dapat menciptakan Indonesia yang lebih maju lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun