Maka tidak mengherankan jika pemerintah mencoba memanfaatkan potensi alam ini untuk kepentingan "pertumbuhan ekonomi" Indonesia.
Nikel dan Battery Electric Vehicle (BEV)
Baterai Lithium-ion, yang biasanya digunakan untuk menjalankan sebuah mobil listrik menggunakan lima kandungan mineral penting yaitu lithium, nikel, kobalt, mangan, dan grafit. Sehingga nikel hanya merupakan satu dari lima bagian komponen penting dari terciptanya sebuah baterai untuk menggerakan mobil listrik.
Global EV Outlook dalam laporan terbarunya yang diterbitkan pada tahun 2023 menjelaskan bahwa adanya peningkatan pada permintaan baterai dan komposisi-komposisi penting pada baterai sebagai akibat dari pertumbuhan penjualan mobil listrik.
Pada tahun 2022 permintaan baterai Automotive lithium-ion otomotif (li-ion) meningkat sekitar 65% (550GWh) setelah permintaan sebelumnya pada tahun 2021 sebesar 330 GWh.Â
Selain itu peningkatan yang sama terjadi pada komposisi penting dari baterai EV selama lima tahun terakhir (2017-2022) seperti lithium yang meningkat dari 15% menjadi 60%, Kobalt dari 10% menjadi 30%, dan nikel dari 2% menjadi 10%.
Adanya peningkatan ini membuat para pemangku kepentingan yang mengatur hulu-hilir komponen-komponen mineral penting dalam terciptanya baterai EV ini segera membuat sebuah kebijakan baru.
Kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi kebutuhan akan komponen-komponen penting tersebut untuk terciptanya sumber daya alam yang berkelanjutan, ketahanan dan keamanan rantai pasokan, mengingat perkembangan harga komponen baterai baru-baru ini.
Apakah hilirisasi komoditas nikel merupakan langkah yang tepat?