Brickman dan Campbell pada tahun 1971 dalam bukunya yang berjudul Hedonic Relativism and Planning the Good Society menggambarkan sebuah level dari kebagiaan pada teori yang bernama "hedonic tredmill". Teori ini menjelaskan tentang sebuah adaptasi dari seseorang saat mengalami reaksi emosional terhadap kejadian-kejadian dalam hidupnya.
Lebih lanjut keduanya menjelaskan bahwa istilah hedonic treadmill sendiri digunakan untuk mengambambarkan bagaimana seseorang memiliki kecendrungan untuk beradaptasi dengan peristiwa yang baik dan buruk, kemudian kembali lagi ke tingkat dasar kebahagiaan yang sama.Â
Sejak saat itu, sejumlah penelitian di bidang psikologi dan ekonomi telah menunjukkan beberapa bukti empiris bahwa seseorang dapat beradaptasi dengan peristiwa tertentu.
Ketika dihubungkan dengan level kebahagiaan, dalam model teori hedonic treadmill ini mengambarkan bagaimana level kebahagiaan dan ketidakbahagiaan seseorang hanyalah sebuah reaksi singkat terhadap perubahan keadaan manusia.
Orang-orang akan terus mengejar kebahagiaan karena mereka salah dalam memaknai sebuah persepsi tentang kebahagiaan yang lebih besar akan muncul tepat di depan mata ketika tujuan berikutnya sudah tercapai.Â
Tujuan-tujuan baru akan terus menerus muncul, maka seseorang akan terus berusaha untuk menjadi bahagia tanpa menyadari bahwa dalam jangka panjang upaya tersebut adalah sia-sia.
Oleh karena itu level kebahagiaan seseorang sebenarnya tidak pernah meningkat, meskipun menggunakan standar-standar tertentu. Sehingga ketika mereka sudah mencapai pada standar A, maka mereka akan merasa perlu mencapai standar B dan seterusnya. Sehingga level kebahagiaan kita akan diibaratkan seperti jalan di tempat selayaknya berjalan pada sebuah treadmill.
Hedonic Treadmill di Lingkungan Sosial-Ekonomi Masyarakat
Dari beberapa penjelasan mengenai hedonic treadmill di berbagai jurnal penelitian, fenomena yang sering terjadi di lingkungan sosial-ekonomi masyarakat biasanya berhubungan dengan "pendapatan" atau "kemampuan finansial" seseorang yang akan berkolerasi positif dengan harapan terhadap level kebahagiaan yang akan diterima.
Kedua persepsi ini tentunya akan memperoleh pro dan kontra. Pihak pro akan merasa ini sangat masuk akal karena "uang" yang menjadi komponen utama dalam pendapatan dan kemampuan finansial seseorang akan menentukkan bagaimana kehidupannya berjalan.