Social media merupakan suatu platform di mana seseorang bisa mengekspresikan dirinya disana. Mulai dari menunjukkan suatu keahlian, kegemaran, bahkan hingga menunjukkan bagaimana keunikan dari sisi kehidupannya sehari-hari.
Namun terkadang apa yang ditunjukkan di social media tidak sepenuhnya menggambarkan si pengguna di kehidupan nyatanya. Justru saat ini social media merupakan tempat seseorang menunjukkan kepalsuan hidupnya agar bisa mendapatkan perhatian dan validasi dari lingkungan sosial.
Beberapa waktu lalu warganet pada platform social media X dihebohkan dengan kemunculan sebuah "bisnis" yang menyediakan layanan jasa jual beli foto yang bisa digunakan seseorang untuk membangun personal brandingnya, bahkan bagi beberapa orang bisa digunakan sebagai ajang pamer kemewahan di social media.
Fenomena lahirnya tren bisnis ini juga secara alami dapat muncul sebagai akibat dari adanya fenomena "social climber" yang menjalar pada tatanan kehidupan sosial masyarakat.Â
Menurut Cambridge Dictionary, social climber adalah seseorang yang mencoba ingin meningkatkan posisi stastus sosialnya dengan cara menjadi sangat ramah kepada orang-orang dari kelas sosial yang lebih tinggi.
Social climber secara sederhana diartikan sebagai perilaku seseorang yang ingin menciptakan "citra" mewah atau kaya raya agar merasa atau ingin dipandang sebagai seseorang dari kelas sosial yang tinggi.Â
Namun perilaku social climber yang terjadi saat ini tidak sama seperti apa yang didefinisikan, tetapi jauh lebih daripada itu dan dapat dilakukan dengan mudah melalui social media.
Fenomena social climber yang terjadi di social media bukan dengan cara mendekati pengguna social media lainnya (kelas sosial lebih tinggi) tetapi seseorang dapat melakukannya dengan cara membuat personal branding dirinya yang "palsu" agar terlihat seperti seseorang dari kelas sosial yang tinggi.
Kerap kali kita menemukan ungkapan "jangan percaya apa yang kita lihat melalui social media". Ini merupakan sebuah fakta yang terjadi saat ini, di mana seseorang dapat dengan mudah membuat dirinya berbeda antara di social media dan kehidupan nyatanya. Bukan dari sisi perilaku, tetapi bagaimana seseorang menunjukkan kelas sosialnya pada masyarakat melalui media sosial.