Mohon tunggu...
Eko Gondo Saputro
Eko Gondo Saputro Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menjadikan menulis sebagai salah satu coping mechanism terbaik✨

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

El Nino dan Perekonomian Negara yang Terancam

16 September 2023   13:42 Diperbarui: 20 September 2023   10:31 1806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia saat ini tengah di landa fenomena alam berupa pemanasan permukaan laut atau suhu permukaan laut di atas rata-rata di samudera pasifik tropis bagian tengah dan timur atau biasa di kenal dengan istilah 'El Nino'.

Istilah El Nino berasal dari Bahasa spanyol yang artinya "anak laki-laki". El Nino awalnya digunakan untuk menandai kondisi arus laut hangat tahunan yang mengalir kea rah selatan di sepanjang pesisir Peru dan Ekuador saat menjelang natal.

Fenomena alam ini menyebabkan kondisi beberapa negara memiliki kecendrungan memiliki curah hujan yang rendah sehingga menyebabkan kekeringan parah dan ada juga negara-negara yang justru memiliki curah hujan yang tinggi dan intens hingga memicu bencana banjir.

Indonesia, Vietnam, Malaysia, Filipina dan negara-negara Asia Tenggara lainnya merupakan salah satu negara yang terkena dampak fenomenal alam El Nino yang menyebabkan kekeringan parah yang berkepanjangan.

Sementara, China, Korea Selatan, India, Hongkong, dan negara timur laut AS terkena dampak berupa intensitas curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan bencana banjir yang banyak memakan banyak korban.

Tahun 2023-2024 resmi menjadi tahun El Nino dan Asia Tenggara menjadi wilayah yang memecahkan rekor untuk sebagai kawasan yang paling parah terdampak femomena alam ini. Setelah sebelumnya dua fenomena El Nino terakhir yang "sangat kuat" terjadi pada tahun 1999-1998 dan 2015-2016.

El Nino dan dampaknya terhadap produksi padi

Para ahli memproyeksikan bahwa El Nino akan menguat pada akhir tahun 2023 dan awal 2024 serta akan mempengaruhi produksi beras pada musim hujan dan musim kemarau. 

Kerugian panen juga tidak dapat dihindarkan yang diakibatkan oleh panen yang tidak optimal karena kondisi cuaca yang buruk dan padi yang rusak karena buruknya sarana penyimpanan padi.

Pada dasarnya produksi beras sama seperti halnya sebagian besar sektor pertanian yang sangat bergantung pada iklim yang mendukung. 

Namun, El Nino yang menyebabkan gelombang panas pada bulan Maret hingga Mei 2023 meningkatkan suhu menjadi diatas 45 derajat celcius di beberapa negara Asia Tenggara seperti Thailand, Myanmar, dan Laos, serta suhu di atas 40 derajat celcius yang terjadi di Kamboja, Vietnam, dan Malaysia sehingga terjadi penundaan musim tanam padi.

Sumber: FAOSTAT,GGweather
Sumber: FAOSTAT,GGweather

Grafik diatas juga menunjukkan bagaimana parahnya fenomena El Nino yang terjadi di negara-negara Asia Tenggara khususnya pada sektor pertanian padi. Dua peristiwa dahsyat yang disebabkan oleh femonema El Nino yang terjadi pada tahun 1997-1998 dan 2015-2016 yang mengakibatkan penurunan produksi padi yang cukup ekstrim.

Bahkan fenomena El ino yang terjadi pada tahun 2015-2016 dianggap sangat parah hingga dijuluki sebagai "Godzilla El Nino" yang mengakibatkan penurunan 15 juta ton beras dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya.

Dampak yang terjadi pada sektor pertanian tidak hanya pada beras saja. Seperti di Vietnam, selain produksi beras yang menurun tetapi juga menyebabkan hilangnya lebih dari 6.000 ekor ternak dan kerusakan pada 70.000 hektar akuakultur atau budidaya tambak. Lebih dari dua juta orang terkena dampaknya, dan satu juta diantaranya yang terkena dampak ini adalah pada sektor pangan.

Pada tahun 2015, dalam laporan Asian Development Bank menjelaskan bahwa Indonesia terkena dampak dari fenomena El Nino yaitu berupa penurunan produksi bahan makanan utama dan tanaman pangan. 

Dampak ini juga memberikan efek domiono pada tingkat kemiskinan, di mana kegagalan panen yang terjadi menjerumuskan sebagian besar keluarga petani ke dalam kemiskinan yang ekstrim.

Selain itu dampak fenomena El Nino ini juga menyebabkan ekspor kelapa sawit, kopi, kakao, teh, karet, dan kelapa terkena dampak negatif dari kemiskinan ekstrim.

Dalam beberapa kasus, dampaknya mungkin terasa dalam jangka waktu yang lama sehingga mengakibatkan kemungkinan penurunan ekspor hingga dua tahun berikutnya (2016-2017).

Sumber: caribbean.loopnews.com
Sumber: caribbean.loopnews.com

El Nino dan dampaknya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)

Paul dkk dalam IMF working paper tentang dampak ekonomi makro dari El Nino menjelaskan tentang hasil penelitiannya pada sample yang terdiri dari 33 negara menunjukkan bahwa, secara umum terjadi guncangan negatif pada perekonomian dan secara statistik berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDB riil dari sebagian besar sample negara-negara tersebut.

Indonesia termasuk salah satu sample penelitian yang dilakukan oleh Paul dkk. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa kekeringan yang terjadi di Indonesia membahayakan perekonomian domestik, dan mendorong naiknya harga komoditas kopi,kakao, dan minyak kelapa sawit di pasar dunia, di antara komoditas-komoditas lainnya.

Selain itu, peralatan manufaktur di Indonesia sangat bergantung dengan tenaga air, dengan berkurangnya hujan dan rendahnya arus sungai, maka ketersediaan nikel yang merupakan komoditas ekspor Indonesia dan juga pemasok nikel terbesar di dunia juga akan terjadi penurunan karena femomena El Nino ini. Sehingga ini juga akan berdampak pada perekonomian Indonesia dan pasar nikel dunia.

Callahan dan Mankin, peneliti dari Dartmouth University melakukan penelitian dengan menggunakan data yang terbaru untuk melihat pertumbuhan ekonomi dan variabilitas iklim dalam rentang tahun 1960-2019 (sebelum dan sesudah fenomena El Nino). 

Hasilnya menunjukkan dampak yang "persisten" terhadap pertumbuhan ekonomi pada negara-negara tropis terutama di Peru, tempat di mana fenomena alam ini pertama kali ditemukan.

Sumber: istockphoto.com
Sumber: istockphoto.com

Mereka juga menemukkan fakta bahwa kejadian dahsyat yang terjadi di tahun 1997 dan 1998 telah membuat PDB dunia turun sebesar US$5,7 triliun dan dampak fenomena El nino yang terjadi pada tahun 1982-1983 juga memberikan dampak penurunan pertumbuhan ekonomi dunia sebesar US$4,1 triliun.

Ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 15 tahun fenomena El Nino dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi dunia sebesar US$ 1,6 triliun. Namun, Kedua peristiwa tersebut sayangnya sebagian besar di tanggung oleh negara-negara termiskin di dunia yang berada di wilayah tropis.

Lebih lanjut lagi mereka menjelaskan bahwa fenomena El Nino yang terjadi tahun ini menyebabkan kerugian finansial yang dapat bertahan selama beberapa tahun setelah peristiwa fenomena alam itu terjadi dan mengakibatkan kerugian triliunan dolar AS dalam bentuk hilangnya pendatapan di seluruh dunia.

Penelitian yang dilakukan keduanya juga menemukan ciri khas dari kedahsyatan fenomena El Nino yang terjadi pada tahun 1982-1983 dan 1997-1998 yang terjadi secara terus menerus yaitu "melambatnya pertumbuhan ekonomi lima tahun kemudian".

Sehingga ada kemungkinan bahwa fenomena El Nino yang terjadi pada tahun 2023-2024 yang juga diprediksi 'sangat kuat' ini memiliki dampak yang besar hingga beberapa tahun kedepan.

Sumber: investopedia.com
Sumber: investopedia.com

Langkah Indonesia dalam menyikapi ancaman fenomena El Nino

Asian Development Bank dalam papernya secara khusus membahas tentang persiapan fenomena El nino dari sisi pilihan kebijakan menjelaskan langkah kebijakan apa yang harus di ambil oleh pemerintah Indonesia. 

Ada dua hal yang perlu pemerintah perhatikan, yaitu ketersediaan pangan dan mempertahankan keseimbangan makroekonomi.

Fenomena El nino yang terjadi di Asia Tenggara identik dengan terjadinya kekeringan yang berkepanjangan, sehingga besar kemungkinan para petani khususnya pada komoditi tanaman pangan seperti padi akan mengalami gagal panen. Oleh karena itu, pemerintah perlu memberlakukan swasembada beras untuk menjaga pasokan pangan selama terjadinya fenomena alam tersebut.

Selanjutnya ketika terjadi gagal panen pada sektor komoditi pangan, kemudian pasokan akan menurun, dan permintaan tetap sama atau bahkan meningkat, sehingga menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan maka yang akan terjadi adalah kenaikan harga. Lebih lanjut lagi kenaikan harga ini akan digambarkan dengan kenaikan inflasi yang tinggi.

Dalam jangka pendek, ruang lingkup untuk mengetatkan kebijakan moneter dan fiskal dalam mengurangi tingkat inflasi juga pasti akan terbatas. Kemudian ini juga akan menyebabkan efek domino pada pelemahan rupiah dan memicu kenaikan upah.

Oleh karena itu, bahkan dari sudut pandang makroekonomi respons kebijakan dari sisi penawaran akan jauh lebih efektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun