Strategi inklusi Pajak Penghasilan dapat memaksimalkan pertumbuhan bisnis UMKM. Metode Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKM) melibatkan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan besar, dan UMKM untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing UMKM.Â
Melalui PKM, UMKM dapat memperoleh pelatihan, pendampingan, dan akses pasar yang lebih luas. Hasil dari implementasi PKM menunjukkan peningkatan kualitas produk dan layanan UMKM serta peningkatan kepatuhan perpajakan. Evaluasi efektivitas strategi inklusi pajak penghasilan diperlukan untuk mencari solusi atas tantangan yang dihadapi UMKM.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) juga menjadi aspek penting yang harus dipahami oleh UMKM. PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap transaksi jual beli barang dan jasa di dalam negeri. Dasar hukum pemungutan PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM.Â
PPN pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1984 sebagai pengganti Pajak Penjualan dan mengalami berbagai perubahan untuk meningkatkan efisiensi dan kepatuhan perpajakan. PPN memiliki karakteristik seperti bersifat tidak langsung, dikenakan pada konsumsi dalam negeri, dan berjenjang di setiap tingkat produksi dan distribusi. Metode perhitungan PPN melibatkan pengurangan Pajak Masukan dari Pajak Keluaran.Â
Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar oleh pelaku usaha saat membeli barang atau jasa, sementara Pajak Keluaran adalah PPN yang dipungut saat menjual barang atau jasa. Objek PPN meliputi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). UMKM harus memahami klasifikasi BKP dan JKP untuk menghindari kesalahan dalam pemungutan PPN.
Selain itu, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan atas tanah dan bangunan juga perlu dipahami oleh UMKM. PBB-P2 adalah pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunan di sektor pedesaan dan perkotaan, dan dikelola oleh pemerintah daerah sebagai sumber pendapatan daerah.Â
Objek PBB-P2 meliputi tanah dan bangunan yang berada di wilayah pedesaan dan perkotaan, termasuk yang digunakan oleh UMKM. Subjek PBB-P2 adalah individu atau badan yang memiliki hak atas tanah dan/atau bangunan, sedangkan Wajib Pajak adalah subjek yang berkewajiban membayar PBB-P2. UMKM yang memiliki atau mengelola tanah dan bangunan harus memahami kewajiban ini.
Dengan memahami berbagai aspek perpajakan yang terkait dengan operasional UMKM, pelaku usaha dapat mengelola keuangan dengan lebih baik, memastikan kepatuhan terhadap regulasi, dan memaksimalkan pertumbuhan bisnis mereka.
Inspirasi Akuntan Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H