Yang benar:
Berganti-ganti pasangan, dan tidak menggunakan pengaman meningkatkan resiko penularan HIV/AIDS.
Dan...
Bukan karena azab.
Mari mulai sekarang hentikan kebiasaan menganggap segala kesialan/musibah/bencana yang menimpa orang lain disebut azab hanya karena menurut agama A atau B orang tersebut melakukan dosa.
Selain karena membuat kita menjadi bodoh dalam membuat penilaian dengan menganggap suatu bencana adalah azab sehingga kita tertutup untuk mencari jawaban-jawaban logis di balik bencana itu, tapi juga membuat kita merasa menjadi orang yang paling berhak mengatur-atur hidup orang lain. Terlebih ada yang mengatakan, "Satu orang yang berbuat dosa, yang nanggung ramai-ramai". Duuh... Gusti.
Lihat negara Thailand atau negara-negara barat yang masyarakatnya dikenal dengan banyak Transpuan, Transgender, LGBTQ, dll, lantas apakah negara mereka dihantam batu meteor dan bencana gunung berapi di mana-mana? Justru mereka hidup damai dan berdampingan karena saling menghargai kehidupan pribadi masing-masing.
Beda dengan masyarakat kita yang bermental azab ini, alih-alih merindukan kedamaian justru banyak terjadi keributan karena senang ngurusin rumah tangga orang lain, mengusir warga dari tempat tinggalnya karena dianggap berbuat dosa, mempersekusi orang yang berbeda pendapat atau keyakinan, dan mem-bully publik figur sampai harus klarifikasi. Sungguh miris!
Kita hidup di negara yang punya aturan yang disebut undang-undang. Jadi, karena kita hidup di negara yang memiliki aturan maka hanya negara lah yang berhak untuk mengatur kita sesuai pada hukum yang tertulis.
Bukan aturan dari segelintir kelompok maupun golongan lainnya yang gemar menghakimi orang lain.
Oleh karena itu, untuk menjadi masyarakat yang maju maka dimulai dengan meninggalkan bacaan/sinetron azab yang hanya mendidik kita untuk menjadi masyarakat bermental azab, dengan bacaan/tontonan yang mengandung Ilmu Pengetahuan.
Karena dengan Ilmu Pengetahuan, semuanya akan menjadi lebih maju dan lebih baik.